Topswara.com -- Dilansir dari media online kabarbisnis, pada 10 Juli 2023, disebutkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kinerja outstanding pembiayaan fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) pada Mei 2023 mencapai Rp51,46 triliun.
Tumbuh sebesar 28,11 persen year on year. Dari jumlah tersebut, 38,39 persen merupakan pembiayaan kepada pelaku UMKM. Jumlah penyaluran kepada UMKM perseorangan dan badan usaha masing-masing sebesar Rp15,63 triliun dan Rp4,13 triliun.
Fakta di atas dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya massifnya iklan pinjol melalui media sosial serta prosesnya yang cenderung mudah dan cepat membuat masyarakat tergiur untuk menggunakan layanan pinjol dalam memenuhi kebutuhannya.
Bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, tetapi tidak jarang juga untuk memenuhi kebutuhan tersier mereka. Tidak sedikit dari mereka, yang merupakan korban PHK mencoba peruntungan melalui bisnis skala kecil atau UMKM pun ikut serta menikmati layanan pinjol tersebut. Sebab ini pun dianggap sebagai cara tercepat untuk mendapatkan modal.
Selain itu, hal ini dapat terjadi karena praktik kapitalisasi yang diterapkan saat ini. Sistem ekonomi kapitalisme membuat masyarakat kesulitan untuk mengakses kebutuhan mendasar mereka. Mulai dari perdagangan, pendidikan dan kesehatan telah menjadi komoditas dagang sebagai lahan bisnis para korporat.
Aktivitas ini tentu akan membuat harga kebutuhan dasar menjadi mahal dan sulit diakses oleh masyarakat miskin. Sehingga, mendesaknya pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu mengharuskan masyarakat berpikir cepat untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok tersebut tepat pada waktunya.
Maraknya penggunaan pinjol dianggap sebagai jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan mendasar tersebut. Beratnya beban hidup yang dirasakan masyarakat saat ini bukan hanya karena praktik kapitalisasi yang diterapkan di negeri ini, tetapi juga dikarenakan penguasa tak lagi berperan sebagai raa’in (pengurus rakyat) terhadap urusan umatnya, tetapi sekadar sebagai regulator. Sehingga, masyarakat dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.
Disisi lain, masyarakat sekuler (memisahkan agama dari kehidupan), mereka menempatkan kebahagiaan pada kesenangan dan kepuasan semata. Di mana kebahagiaan berbanding lurus dengan kesenangan.
Sehingga, makin besar kesenangan yang mereka dapat, maka akan makin besar juga kebahagiaan yang akan mereka rasakan. Cara pandang ini membuat mereka hidup sebagai individu yang materialistis dan hedonisme.
Sebab kesenangan hanya akan dapat diraih jika mereka bisa memiliki barang-barang mewah yang kekinian, dapat menikmati makanan-makanan di café yang sedang viral, pergi ketempat-tempat yang sedang tren agar dapat healing, melepas penat dari rutinitas yang membuat stres.
Segala aktivitas tersebut tentu membutuhkan uang yang tidak sedikit. Maka, agar dapat terealisasi, pinjol dengan segala kemudahannya dianggap sebagai solusi dari gaya hidup hedonisme masyarakat kita saat ini. Oleh karena itu tak heran jika pinjol menjadi tren yang sedang in saat ini.
Namun, benarkah pinjol adalah solusi yang akurat dalam menyelesaikan segala persoalan hidup ini? Sebagai manusia yang berasal dari Sang Pencipta, yaitu Allah Azza Wa Jalla, tentu kita harus memakai aturan yang datangnya dari Sang Pencipta di dalam kehidupan kita.
Begitu pun dalam mencari solusi dari permasalahan yang terjadi di semua aspek kehidupan, sudah seharusnya tidak mengabaikan aturan dari Allah SWT.
Solusi yang diambil harus menggunakan cara yang halal bukan segala cara, yang tak jarang mengabaikan hukum Allah SWT. Pinjol yang dianggap sebagai sebuah solusi saat ini jelas bukan solusi yang benar dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Sebab pinjol berbasis riba, di mana riba jelas dilarang penggunaannya untuk dijadikan sebagai sebuah solusi. Karena, semua yang bersifat ribawi hanya akan membawa mala petaka dalam kehidupan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri.” (HR. Al-Hakim, Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani).
Oleh karena itu, negara yang menerapkan sistem Islam secara sempurna akan menutup pintu riba rapat-rapat. Negara tidak akan membiarkan praktik riba merajalela seperti saat ini, di mana negara mendukung riba dengan melegalkan pinjol.
Hanya negara yang menerapkan sistem Islam secara sempurnalah yang peduli kepada ketakwaan dan kesejahteraan rakyat. Negara dengan sistem ini akan hadir sepenuh hati mengurusi urusan rakyat nya dengan bertanggung jawab penuh dalam memenuhi kebutuhan rakyat.
Sebab pemimpin dalam negara ini adalah raa’in, sebagaimana sabda Rasulullah SAW. “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari)
Dengan fungsi yang dijalankan secara maksimal, maka negara pun akan hadir secara maksimal dalam menjaga ketakwaan dan kesejahteraan rakyatnya.
Konten-konten yang dapat merusak keimanan secara langsung maupun tidak langsung akan dilarang peredarannya di setiap media tulis, media elektronik ataupun media sosial. Penyaringan akan dilakukan secara ketat sebelum konten-konten tersebut dapat dinikmati oleh publik.
Negara pun akan memenuhi kebutuhan dasar setiap warganya secara gratis atau sangat murah. Tidak akan ada kapitalisasi di bidang perdagangan, kesehatan ataupun pendidikan. Sebab negara hadir secara langsung dalam mengelola setiap bidang tersebut.
Negara tidak akan menyerahkan pengelolaannya kepada pihak swasta, yang berpotensi menjadi lahan bisnis di dalamnya. Selain itu, agar masyarakat dapat hidup sejahtera, negara juga akan memfasilitasi dengan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya, memberikan modal tanpa riba ataupun berupa pelatihan. Sehingga para kepala keluarga dapat menjalankan perannya dengan baik.
Semua itu hanya dapat terjadi dalam negara yang menerapkan sistem Islam secara sempurna, yaitu khilafah. Seperti yang pernah dilaksanakan oleh Rasulullah saw. sebagai pemimpin negara Islam pertama dan diikuti oleh khalifah-khalifah setelahnya.
Wallahualam bissawab.
Oleh: Fitria Rahmah
Aktivis Muslimah
0 Komentar