Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ada Apa di balik Peringatan Hari Anak?


Topswara.com -- Dilansir dari Antara.com, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga memberikan anugerah penghargaan Kota Layak Anak 2023 pada Sabtu (22/7) di Semarang. 

Kementerian PPPA menganugerahi sejumlah provinsi dan kabupaten/ kota sebagai bentuk komitmen pemerintah daerah mewujudkan hak anak diantaranya 360 Kabupaten/kota yang terdiri atas 19 kategori utama, 76 kategori Nindya, 130 kategori Madya, dan 135 kategori pratama.

Bintang Puspayoga juga menyatakan bahwa penghargaan ini merupakan bentuk apresiasi kepada para gubernur dan jajarannya atas usaha serius mereka dalam menciptakan wilayah yang aman bagi anak. 

Bintang juga mengharapkan agar penghargaan ini mampu menjadi motivasi bagi daerah untuk bekerja lebih keras dalam melaksanakan perlindungan terhadap kelompok anak dan memastikan terpenuhinya hak-hak anak.

Sepintas, penghargaan dan berbagai acara hari peringatan anak seolah wajar dan tidak bermasalah. Sepintas, kita sudah sering menjumpai bahkan memperingati berbagai hari semacam peringatan hari anak ini yaitu semisal hari buruh, hari perempuan internasional, hari ibu, hari kemerdekaan, dan hari-hari peringatan lain. 

Terkadang kita memahami esensi hari peringatan tersebut, selebihnya hanya sekadar seremonial tahunan biasa tanpa makna yang berarti. Lantas bagaimana dengan peringatan hari anak ini? Apakah membuktikan bahwa pemerintah mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah sudah serius dalam menciptakan seluruh dari layak anak?

Permasalahan anak, sejauh apa?

Apabila kita kaji, permasalahan kota layak anak ini masih sangat jauh panggang dari api. Penghargaan yang diberikan oleh Kementerian PPPA juga tidak lebih dari sekedar seremonial belaka yang pada dasarnya belum bisa menuntaskan problematika anak di seluruh wilayah Indonesia. 

Sejumlah problematika yang terlihat belum berakhir antara lain stunting (gizi buruk), wasting (tinggi badan kurang), overweight (berat badan berlebih), kekerasan terhadap anak, bullying, kekerasan seksual pada anak, kenakalan anak dan remaja, penjualan anak, anak putus sekolah, anak kencanduan, anak disabilitas, lemahnya mental generasi, dan berbagai masalah lain yang hingga saat ini masih belum tuntas. 

Sebutlah masalah stunting yang tinggi, hal ini bukan sekedar masalah sehari atau dua hari, melainkan permasalahan jauh-jauh hari yang berkaitan dengan masalah kualitas hidup, kesehatan, gizi, dan asupan informasi penting bagi calon orang tua terutama calon ibu yang nantinya akan mengandung bayinya. 

Calon orang tua terutama calon ibu harus memiliki ilmu pengasuhan dan tumbuh kembang anak yang baik sehingga tercipta pola asuh yang sehat baik dari sisi fisik dan mental anak karena membesarkan anak bukan sekedar anak kenyang, melainkan juga memberikan pendidikan terbaik yang kelak mampu menjadi modal penting anak untuk melanjutkan kehidupannya. 

Calon orang tua juga harus memiliki kemampuan ekonomi yang cukup agar mampu melaksanakan fungsinya dalam mendidik dan membesarkan anak sehingga anak yang dilahirkan pun tumbuh menjadi sosok yang unggul dan bermanfaat bagi umat. Hal ini akan sulit teraih apabila kemiskian masih belum terselesaikan karena faktor struktural yang sering dijumpai dalam sistem kapitalisme. 

Masalah lain yang kini marak adalah masalah bullying (perundungan) anak oleh lingkar-pertemanannya di lingkungan sekolah. Tidak jarang kasus bullying ini menghasilkan kasus bunuh diri atau meninggal akibat kekerasan yang dialami oleh mereka yang mengalami perundungan. 

Selain itu, korban perundungan yang selamat pun bisa jadi masih memiliki trauma yang terbawa hingga mereka dewasa dan hal ini sangat mempengaruhi kualitas hidup mereka. 

Masalah bullying ini bukan sekadar kenakalan remaja yang bisa selesai dengan berdamai. Karena sejatinya kasus ini telah masuk dalam kategori tindak pidana serius yang pelakunya harus mendapatkan sanksi setimpal. 

Hanya saja, pemerintah belum benar-benar serius menuntaskan akar masalah bullying dengan langkah tersistematis dan strategis yang melibatkan semua lini. Mulai dari menjalankan fungsi pencegahan tindak perundungan, pengelolaan arus informasi yang begitu deras, penghilangan tontonan dan bacaan tidak layak anak, penghilangan pornografi, pembatasan akses dunia hiburan yang melalaikan, mengubah orientasi pendidikan yang berbasis materi alih-alih berbasis akidah Islam, hingga pemberian sanksi yang mampu memberi detterance effect (efek jera) bagi pelaku perundungan. 

Tidak akan bisa masing-masing pemerintah daerah menyelesaikan semisal dua kasus ini (stunting dan bullying) saja tanpa pengaturan dari sistem negara. 

Hanya negara yang memiliki wewenang membuat kebijakan sektor kesehatan, sektor pendidikan, sektor ekonomi, sektor reproduksi, sektor kependudukan, sektor ekonomi, dan sektor teknologi dan informasi yang layak anak sehingga pemerintah kabupaten/kota hanya bersifat melaksanakan kebijakan umum yang telah disahkan negara. 

Apabila wewenang ini diberikan kepada pemerintah daerah, maka bisa dipastikan kualitas kota layak anak tidak akan merata ke seluruh provinsi di Indonesia.

Hari Peringatan Anak dan Desain Kapitalisme Global

Berdasarkan Convention on the Right of the Child (CRC), kota layak anak bermakna sebuah kota yang mampu merencanakan, menetapkan, dan menjalankan seluruh program pembangunan yang berorientasi pada hak dan kewajiban anak. Hal tersebut dimaksudkan agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dalam ruang dan tahap tertentu.

Sementara kriteria anak yang dimaksud disini adalah semua warga negara sejak ia berada di dalam kandungan hingga berusia 18 tahun. Dalam konvensi CRC, dibutuhkan partisipasi dari anak-anak agar perencanaan kota berkelanjutan juga ramah dengan konsep “Kota Layak Anak” (KLA) yang juga dapat mengakomodasi kebutuhan anak dengan baik. 

Partisipasi anak dalam perencanaan kota telah berkembang menjadi wacana yang semakin populer di kota-kota besar dunia seperti Milan, Berkeley, dan California. UNICEF bahkan menggalakkan promosi perencanaan kota dengan melibatkan anak-anak sebagai cara terbaik untuk membangun kota berkelanjutan (sustainable city). 

Indonesia yang ikut meratifikasi perjanjian CRC ini pun tak luput dari penerapan kebijakan yang membebek pada aturan internasional ini. 

Bisa disimpulkan, permasalahan anak semacam ini merupakan masalah global yang tidak hanya terjadi di Indonesia. Asal muasal masalah anak justru terjadi karena penerapan sistem sekularisme kapitalisme global yang memisahkan agama dari kehidupan. 

Sistem ini memandang bahwa kebahagiaan materialistik dan jasadiyah adalah hal utama untuk diraih, sementara masalah akhirat tidak menjadi pokok masalah yang harus menjadi pertimbangan dalam menjalani pilihan-pilihan kehidupan. 

Dalam sistem kapitalisme, orang tua melahirkan anak tidak lebih sekedar sebagai penggugur tuntuan sosial dari pihak keluarga dan masyarakat agar tidak dikatakan mandul. 

Anak juga tidak lebih dari sekedar investasi bernilai ekonomi yang kelak berfungsi sebagai penggerakkan roda perekonomian, sehingga kualitas anak yang dicanangkan tidak lebih dari sekedar anak yang berorientasi materi, tanpa pemahaman agama Islam yang menyeluruh dan memiliki tujuan hidup yang mulia atau cita-cita yang tinggi (ulumul himmah) untuk kepentingan seluruh manusia.

Bagaimana Islam memandang hal ini?

Islam merupakan falsafah hidup yang melahirkan aturan-aturan kehidupan bersifat universal sehingga mampu diterapkan dimana pun dan kapan pun sepanjang sejarah perjalanan hidup manusia. 

Islam sebagai sebuah sistem kehidupan memiliki mekanisme komprehensif untuk menuntaskan problematika anak yang terjadi pada era saat ini. Orientasi besar Islam adalah membentuk manusia yang faqih fiddin (menguasai pemahaman islam secara keseluruhan), menguasai sains dan teknologi yang bermanfaat untuk umat, dan menjadi generasi pemimpin peradaban. 

Islam memandang bahwa anak adalah amanah yang harus dijaga dan dijamin kehidupannya agar kelak anak-anak tersebut mampu melanjutkan visi-misi besar Islam menjadi rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh dunia dengan penerapan ideologi Islam di seluruh dunia. 

Tentunya kualitas generasi semacam ini tidak lahir dari sistem yang hanya berorientasi pada kepentingan ekonomi semata dan melupakan agama sebagai pengatur kehidupan. 

Tentunya generasi semacam ini membutuhkan kondisi fisik, mental, serta keimanan yang prima agar mampu bertahan dalam persaingan global di masa depan.

Maka dari itu, Islam dengan segenap mekanismenya mulai dari sistem politik, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan telah terbukti mampu memberikan jaminan kesejahteran masyarakat secara keseluruhan, seperti halnya kualitas manusia pada peradaban gemilang Islam sepanjang 1400 tahun yang lalu. 

Tidak ditemukan hari peringatan hari peringatan dalam sistem Islam, karena sejatinya hari peringatan semacam hari anak merupakan hari untuk memperingati sekelompok masyarakat terbebas dari suatu permasalahan yang selama ini terjadi pada mereka. 

Sementara itu, permasalahan-permasalahan yang hadir semuanya justru disebabkan oleh penerapan sistem sekularisme kapitalisme, bukan oleh sistem Islam. Sudah selayaknya kita kembali pada sistem Islam karena masalah semacam ini tidak akan terjadi dalam naungan sistem Islam atau khilafah.


Oleh: Prayudisti S. Pandanwangi
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar