Topswara.com -- Sekularisme kian kuat menjangkiti bibit muda generasi penerus bangsa. Sekularisme menyerang definisi gender yang berakibat fatal hingga seorang Muslim pun tidak mampu mendeskripsikan takdirnya sendiri.
Mirisnya, baru-baru ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) meminta Pemerintah Kota Pekanbaru mendalami temuan grup WA yang berbau LGBT di kalangan siswa Sekolah Dasar (SD).
Hal tersebut dilakukan disebabkan adanya temuan komunitas LGBT dalam grup WA siswa yang diperoleh ketika ponsel para siswa dirazia oleh guru sekolah (Merdeka.com, 19 Juni 2023).
Namun isu tersebut selanjutnya dibantah oleh Kepala Dinas Pendidikan Riau, Kamsol. “Mana tahu anak SD dengan LGBT. Kalau SMA mungkin, tetapi kalau di Riau tidak ada. Meski begitu kita tetap mengontrol aktivitas anak-anak sekolah," ujarnya (Merdeka.com, 20 Juni 2023).
Entah benar atau salah temuan tersebut, hal ini patut dijadikan perhatian. Pasalnya perkembangan teknologi saat ini menciptakan banyaknya ruang yang mampu diakses siapapun dalam genggaman tangan.
Tidak menutup kemungkinan anak sekolah dasar sekalipun. Hal ini karena saat ini tidak ada batasan usia pengguna gadget ataupun media sosial. Ditambah kehidupan sekularisme yang saat ini sedang diamalkan.
Memisahkan agama dan kehidupan menjadikan akidah seseorang kian rapuh bahkan terkikis hingga habis. Akidah yang menjadi dasar manusia untuk bertingkah laku menjadi bukan lagi hal utama yang dianggap penting dalam kehidupan.
Manusia kian lupa bahwa yang dikerjakan di dunia akan dituai di akhirat. Manusia lupa bahwa jazadnya hanya milik Allah, yang nanti akan balik menyerang kita dalam mempertanggung jawabkan di hadapanNya.
Liberalisme membumbui pemikiran manusia saat ini. Segala sesuatu disandarkan pada hak asasi yang tidak seorangpun bisa mencederai. Kebebasan berekpresi harus bisa dihargai dalam ruang publik.
Hal ini menjadi bertentangan dengan dasar-dasar nilai ataupun norma yang sebelumnya berlaku di masyarakat. Kebebasan bertajuk hak asasi ini yang selanjutnya tumbuh tanpa batas melampaui batasan agama hingga akidah pun tergadai.
Arus kebebasan dan toleransi menjadikan tidak sopan dan tidak patut, jika saling mengingatkan dalam taat dewasa ini, apalagi membawa dasar agama. Bukankah kewajiban kita sesama manusia dalam berammar makruf nahi mungkar?
Masalah perkembangan anak bukan hanya masalah peran keluarga. Sejatinya hal ini harus turut dikontrol oleh masyarakat dan negara. Sekuat apapun keluarga membentengi si anak, dia akan tetap keluar dan berinteraksi dengan komunitas dan masyarakat.
Disinilah perlunya kontrol sosial yang saling bahu membahu antara masyarakat dan negara agar tercipta lingkungan yang kondusif untuk perkembangan anak. Perilaku menyimpang yang menjadi tontonan harian mereka perlu lagi disortir. Perilaku melenceng adalah suatu penyakit yang dibiarkan akan terus menjangkiti masyarakat.
Harus ada langkah tegas dalam pelaksanaannya. Tidak perlu memberi ruang pada publik figur yang terbukti melenceng, tidak perlu lagi memfasilitasi mereka atas dasar toleransi, bahkan mereka layak untuk dihukum dengan hukuman yang berat.
Hukuman tegas bagi perilaku menyimpang dalam Islam amat tegas. Telah dicontohkan kehidupan kaum Nabi Luth terdahulu yang berakhir dengan kebinasaan. Azab Allah itu nyata bagi hambaNya yang melenceng.
Hal ini dikisahkan dalam QS Asy Syuara ayat 173-174 yang artinya: “Dan Kami hujani mereka (dengan hujan batu), maka betapa buruk hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda (kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman”.
Al-Qur’an secara nyata telah menggariskan fitrah manusia hanya berupa laki-laki dan perempuan. Hal ini tertulis Al-Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 13 yang artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Selain itu dalam Surat Ar-Rum Ayat 21 juga telah tertulis yang artinya: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang”.
Al-Qur’an adalah perkataan Allah, Sang Pencipta. Sudah seharusnya tak ada keraguan di dalamnya, di dalam hati umat Islam sendiri. Lalu kenapa masih ada yang menentang? Apakah akalnya terlampau mahir hingga tak mampu mengendalikan nafsu? Ataukah ada sedikit kesombongan dalam diri insan manusia hingga menolak takdir dan menggariskan jalan hidupnya sendiri?
Walllahu’alam bisshawab.
Oleh: Hima Dewi, S.Si.,M.Si.
Aktivis Muslimah
0 Komentar