Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Problem Klasik Sampah


Topswara.com -- Permasalahan sampah tetap menjadi problem klasik saat ini. Terlebih di kota besar dengan sejumlah aktivitasnya yang kompleks. Hal ini berujung pada ketidakmampuan dalam pengelolaan sampah secara maksimal yang mengancam kerusakan lingkungan hidup manusia dan alam sekitarnya.

Lahan kosong bekas sawah di wilayah Kelurahan Bintara, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi, beralih fungsi menjadi tempat pembuangan sampah (TPS) liar. Tumpukan sampah rumah tangga itu tingginya sudah melebihi rumah warga di sekitar lokasi. Bau tak sedap pun tercium sangat tajam (bekaci.suara.com, Jumat 24 Juni 2023) (1).

Menurut informasi dari penduduk setempat, sampah sudah ada sejak 5 tahun lalu. Gunung sampah ini, tidak hanya berasal dari warga namun tempat lain. Sudah berkali-kali warga melakukan pelaporan, namun belum ada tindak lanjut dari pemerintah. 

Selain itu, pemilik lahan mengatakan bahwa keberadaan TPS liar ini menjadi solusi bagi warga karena tidak adanya arahan pengelolaan sampah dari pemerintah.

Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kota Bekasi janji lakukan penutupan dalam waktu dekat, hal ini disampaikan Kepala Bidang Penanganan Sampah Budi Rahman, Sabtu (jakarta tribunnews.com, Sabtu 24 Juni 2023) (2).

Abainya pemerintah menyelesaikan masalah pengelolaan sampah, menimbulkan efek lanjutan pada masyarakat, yaitu munculnya TPS liar. Di sisi lain, keberadaan TPS legal (Bantar Gebang dan Sumur Batu, misalnya) juga menimbulkan masalah demi masalah, sehingga membutuhkan solusi lanjutan. 

Masalah ini pun belum terpecahkan hingga saat ini. Penutupan TPS liar di Biantara, tidak menjamin kemungkinan munculnya hal serupa di lokasi lain. Seharusnya, pemerintah memberi dan menjalankan solusi yang mumpuni, agar tidak terulang.

Penumpukan sampah bukan hanya lahir dari kegiatan manusia. Peningkatan jumlah penduduk, momen tertentu atau musim tertentu. Pangkal permasalahan ini muncul dari pola hidup konsumtif masyarakat. 

Pola perilaku konsumtif ini merupakan dampak turunan cara pandang kehidupan. Cara pandang hidup masyarakat saat ini dipengaruhi ideologi kapitalis. Ideologi ini menjadikan kepuasan individual sebagai tolak ukur kebahagiaan, sehingga muncul pola hidup konsumtif. 

Tidak terpikirkan bahwa harta yang dimiliki dan dikonsumsi akan dipertanggung jawabkan kelak di hari akhir. Karena ideologi kapitalisme lahir dari akidah sekularisme, sebuah paham yang memisahkan agama dari kehidupan. 

Sehingga apabila solusi sampah hanya berputar di antisipasi dampak tanpa mengatasi akar masalah, yaitu mindset konsumtif; maka solusi tersebut seperti solusi tambal sulam. Faktanya sudah beragam solusi dan inovasi ditawarkan. 

Namun sampai saat ini belum ada yang efektif menangani permasalahan sampah. Karena itu pola konsumtif masyarakat harus dirubah dan diganti dengan pola konsumsi yang tepat dan benar. Dan pola konsumsi itu ada dalam Islam.

Islam mendorong produktifitas dan tidak melarang konsumsi. Namun Islam mendorong manusia memiliki gaya hidup bersahaja. Mengkonsumsi sesuai kebutuhan dan melarang menumpuk barang tanpa pemanfaatan. Semua itu dilakukan bukan berdasarkan manfaat yang mereka rasakan. Tetapi mereka melakukan karena keimanan. 

Allah berfirman :
“Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan jangan kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar pada Tuhannya” (Al-Isra : 26 - 27).

Dalam sebuah hadis juga dijelaskan larangan hidup konsumtif. Dari Miqdad bin Madi Karib radhiyallahu anhu, dia berkata :
“Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda yang artinya : Tiada tempat paling buruk selain perut yang diisi manusia. 

Cukuplah bagi manusia beberapa suapan sekedar untuk menegakkan tulang iganya. Jika dia mengisi perutnya, maka sepertiga untuk makannya, sepetiga untuk minumnya, dan sepertiga untuk pernapasan (udara)nya.” (HR Ath Thabrani dan Ibnu Ad-Dunyal).

Dari sisi individu, Islam mengajarkan mereka memiliki kesadaran terhadap pola konsumsi mereka. Karena apa yang mereka belanjakan dan konsumsi, ada pertanggungjawaban kelak di akhirat. Dan dari segi masyarakat dan negara, tidak akan menyuburkan pola konsumtif masyarakat kapitalis. 

Tolak ukur kebahagiaan bukan kepuasan dengan membeli barang apapun; melainkan mereka bisa bersedekah kepada yang lain, membantu yang membutuhkan. Mereka melakukan itu untuk meraih ridha Allah.

Industri periklanan dan media akan diatur oleh negara, khilafahlah sebagai satu-satunya penegak syariah kaffah, agar tidak menampilkan tayangan persuasif pola hidup konsumtif. 

Masyarakat dalam khilafah diberikan edukasi untuk mengkonsumsi produk sesuai dengan kebutuhan. Kemudian, akan diedukasi untuk memiliki kesadaran memilah sampah berdasarkan jenisnya. 

Selanjutnya khilafah akan mengatur kota dan desa agar sampah dari hasil komsumsi normal masyarakat bisa dikumpulkan di tempat khusus. Dengan teknologi canggih, sampah akan dikelola oleh khilafah agar tidak mencemari lingkungan. 

Inilah solusi yang ditawarkan Islam. Individu, masyarakat dan negara yang demikian tak akan terwujud kecuali dalam sistem Islam yang menerapkan Islam kafah, yaitu khilafah.

Wallahu’alam Bishshawab


Oleh: Irawati Tri Kurnia
Aktivis Muslimah


Catatan Kaki :
(1) https://bekaci.suara.com/read/2023/06/23/201152/penampakan-tps-liar-di-bintara-bekasi-gunungan-sampah-melebihi-tinggi-rumah-warga
(2) https://jakarta.tribunnews.com/2023/06/24/tps-liar-di-bintara-permasalahan-menahun-dinas-lingkungan-hidup-janji-lakukan-penutupan?page=2 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar