Topswara.com -- Mengutip dari ucapan yang melegenda Presiden RI pertama Ir Soekarno "Beri aku seribu orang tua, niscaya akan ku cabut semeru dari akarnya. Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan ku guncang dunia". Dari kata-kata tersebut kita dapat memastikan bahwa peran pemuda adalah salah satu tonggak penting dalam sebuah bangsa dan membangun peradaban yang gemilang.
Berbicara tentang pemuda rasanya takkan habis dimakan usia. Mendengar kata pemuda, langsung terbayang di benak yaitu sosok yang kuat, tangguh, cerdas, berani dan visioner.
Begitu juga pemuda selalu diidentikkan dengan ide, gagasan, inovasi, juga kreativitas yang tinggi. Hal ini lantas memberikan angin segar para kapitalis untuk mengeksploitasi potensi yang dimiliki para generasi.
Dengan demikian, potensi pemuda hanya di arahkan sebagai mesin pembangkit ekonomi kapitalisme. Dengan berbagai program salah satunya Y20 yang membahas tentang ketenagakerjaan pemuda untuk menawarkan solusi atas pengangguran di kalangan pemuda sekaligus mengatasi tantangan masyarakat yang inovatif.
Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa Indonesia akan mengalami bonus demografi tahun 2020- 2030, bonus demografi sendiri di artikan jumlah usia produktif lebih mendominasi usia yang tidak produktif.
Dalam hal ini tentu saja pemuda berada pada posisi yang produktif dan memiliki potensi yang sangat strategis. Peradaban kapitalisme memiliki mindset bahwa di usia produktif pemuda muslim dapat menjadi ancaman, makanya perlu adanya program yang mengarah kepada pemberdayaan pemuda sesuai kepentingan kapitalisme.
Sehingga agenda prestisius dalam platform pembangunan ditingkat lokal negara, regional dan global harus adanya dukungan dan memberdayakan pemuda melalui UNDP, agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan.
Profil pemuda Muslim hari ini jauh dari karakter pemuda yang ideal, mereka didorong berdaya guna untuk agenda kapitalisme global. Mereka kehilangan jati diri atau identitasnya sebagai seorang muslim.
Kehidupan mereka secara umum penuh dengan gaya hidup ala barat, seperti budaya permisif, hedonis, cendrung pragmatis, apolitis,minus tanggung jawab dan berprilaku serba bebas.
Sehingga banyak dari kalangan pemuda mengalami problem kejiwaan. Mereka tidak lagi memiliki ketahanan ideologis, sehingga gampang terpengaruh dengan ide-ide sekuler dan liberal. Begitu juga peran negara yang abai, menjadi akar masalah rusaknya potensi para pemuda.
Apabila menelisik peradaban yang dulu pernah berdiri kokoh yaitu sistem Islam, dimana banyak ilmuwan-ilmuwan yang sangat berpengaruh dalam kemajuan sains dan teknologi.
Salah satunya pada masa dinasti Abbasiyah yang terkenal dengan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan budaya. Dinasti Abbasiyah juga dikenal sebagai zaman keemasan Islam karena banyak kemajuan ilmu pengetahuan yang dicapai oleh ilmuwan Muslim.
Diantaranya Al-Khawarizmi adalah seorang matematikawan dan astronom yang berasal dari Irak, ia juga dikenal sebagai bapak aljabar karena karyanya yang membahas persamaan linier dan kuadrat. Kemudian ada ibnu Sina dengan ahli kedokteran, filsuf dan ilmuwan yang berasal dari Uzbekistan.
Islam juga mengarahkan potensi kepemimpinan sebagai fase untuk mencurahkan segenap tenaga dan kemampuan untuk memikul segala beban, terlebih dalam mengembangkan kemampuan kreatifitasnya.
Negara akan memfasilitasi berbagai bahan yang dibutuhkan untuk mengembangkan riset, sehingga para ilmuwan dapat mengasah ide dan inovasinya tanpa khawatir dengan terkendala dana dan surat izin yang semuanya itu sungguh memberatkan.
Upaya itu digalakkan dengan bertujuan agar para ilmuwan tidak serta merta rela menjual hasil risetnya untuk melanggengkan cengkraman para kapitalis. Kehidupan Islam akan melahirkan generasi yang hebat serta mampu tampil menjadi pemimpin peradaban mulia. Mereka tidak akan menyia-nyiakan masa mudanya dengan hanyut dalam kesenangan dunia yang semu.
Wallahu a'lam bishawwab.
Oleh: Wakini
Aktivis Muslimah
0 Komentar