Topswara.com -- Rencana membangun Bandara Very Very Important Person (VVIP) di Kelurahan Gersik, Kecamatan Penajam, Penajam Paser Utara (PPU), untuk pengembangan infrastruktur dan pendukung konektivitas Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Sepaku, Kecamatan Sepaku, PPU telah diterbitkan regulasi berupa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 31/2023.
Beleid tentang percepatan pembangunan dan pengoperasian Bandara VVIP untuk mendukung Ibu Kota Nusantara itu telah diteken oleh Presiden RI pada 6 Juni 2023. Sementara itu, Badan Bank Tanah telah melakukan pematokan di atas area lahan yang telah diplot untuk pembangunan bandara tersebut sekira 9 Juni 2023.
Dalam surat pemberitahuan dimulainya kegiatan pematokan yang ditandatangani Project Team Leader, Badan Bank Tanah, Moh Syafran Zamzami ditujukan kepada kapolsek Penajam, danramil Penajam, camat Penajam, lurah Pantailango, lurah Jenebora, lurah Gersik diberitahukan pula bahwa Badan Bank Tanah juga melakukan pembersihan lahan (land clearing) area Bandara VVIP seluas 360 hektare.
Namun, kegiatan ini memantik reaksi keras warga pada tiga kelurahan. Mereka mengaku memiliki lahan yang saat ini dipatok Badan Bank Tanah tersebut.
Seperti beberapa kali diberitakan media ini sebelumnya, TKA adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit pemilik HGU seluas 4 ribu hektare lebih yang tak diperpanjang izinnya pada 2019. Warga tiga kelurahan menuntut 1.800 hektare pada lahan bekas HGU itu harus dikembalikan kepada mereka.
Alasan warga menuntut karena sebelumnya diakuinya sebagai tanah mereka yang oleh pemerintah masuk menjadi HGU perusahaan ini (news.prokal.co, 19/06/2023).
Proyek IKN kembali memunculkan masalah baru terkait dengan rencana pembangunan bandara. Warga protes karena tanahnya dicaplok negara untuk pembangunan bandara. Kasus ini menambah bukti bahwa proyek IKN tidak memperhatikan kepentingan rakyat dan hak rakyat.
Terlihat pembangunan bandara ibu kota negara syarat kepentingan pemilik modal. Negara dalam sistem demokrasi dikuasai oleh korporasi, jangan berharap nasib rakyat bisa meningkat.
Negara justru membangun bandara ditengah masih banyak balita yang kurang gizi, anak putus sekolah, dan kenaikanm BPJS. Rakyat masih banyak yang menjerit karenan himpitan ekonomi yang makin sulit. Rakyat dipalak dengan aneka pajak yang semakin berat.
Biaya pembangunan bandara ibu kota negara yang cukup besar disinyalir justru menambah berat jeratan hutang Negara. Keterlibatan swasta semakin mengokohkan neoliberalisme ekonomi di negeri ini.
Negara berutang kepada swasta, otomatis negara dibawah kendali swasta. Utang yang akan ditanggung oleh seluruh rakyat, bukan hanya segelintir elit.
Bahkan Lembaga Pengawas Aparatur Negara menegaskan dengan gamblang, pembangunan bandara ibu kota ini ada kaitannya dengan proyek obor China dan proyek New Jakarta 2025. Proyek tersebut sudah dipersiapkan oleh para taipan, sesuai pesanan dari Tiongkok.
Seandainya umat mau mencari alternatif, yaitu syariat Islam, tentu bangsa ini akan bebas dari hegemoni pemilik modal. Syariah kaffah dari Pencipta alam semesta yang akan memperhatikan aspek keamanan negara dan mensejahterakan rakyatnya.
Sistem yang akan mengantarkan bangsa ini untuk mencapai kemerdekaan yang hakiki, bebas dari cengkraman asing dan aseng. Seharusnya pemerintah menjadikan rakyat sebagai prioritas utama. Namun nyatanya rakyat harus menelan pil pahit kebijakan.
Pemerintah justru lebih berpihak pada kepentingan pengusaha dan asing daripada mayoritas rakyat kecil. Sungguh kebijakan yang salah prioritas dan menyakiti rakyat.
Pembangunan bandara ibu kota negara jelas bukan masalah sederhana. Banyak aspek yang harus dipertimbangkan, mulai dari aspek ekonomi, sosial, budaya, lingkungan dan politik. Terlebih posisi Kalimantan yang merupakan paru-paru dunia. Tentu akan banyak dampak ikutan dari rencana ini.
Semua kebijakan ini lahir dari paradigma ekonomi kapitalistik yang lebih mengutamakan kepentingan para pemilik modal dibandingkan rakyat kebanyakan. Berbeda dengan sistem ekonomi Islam.
Islam mewajibkan negara untuk menjadikan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat sebagai prioritas utama. Dalam sistem ekonomi Islam, pengaturan soal kepemilikan kekayaan memang menjadi hal yang mendasar. Islam menetapkan, seluruh sumber daya alam yang depositnya melimpah adalah milik rakyat.
Demikian pula sumber-sumber kekayaan berupa air, energi dan hutan. Sehingga tak diperkenankan pihak manapun menguasainya, sekalipun atas izin negara. Bahkan negara diharamkan membuka celah ketergantungan pada asing, dengan alasan apapun.
Islam menetapkan negara adalah pengurus rakyat, sehingga proyek apapun harus berpihak pada kepentingan rakyat dan untuk kemaslahatan rakyat. Penggunaan tanah rakyat pun akan ada ganti untung yang sepadan.
Pemimpin dalam Islam senantiasa dituntut untuk amanah karena akan dipertanggung jawabkan di akhirat kelak. Manakala mereka lalai atau khianat, maka mereka diancam dengan hukuman yang berat.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Dia yang berkuasa atas lebih dari sepuluh orang akan membawa belenggu pada hari kiamat sampai keadilan melonggarkan rantainya atau tindakan tiraninya membawa dia kepada kehancuran.” (HR. Tirmidzi)
“Siapa pun yang mengepalai salah satu urusan kaum Muslimin dan tetap menjauhkan diri dari mereka dan tidak membayar dengan perhatian pada kebutuhan dan kemiskinan mereka, Allah akan tetap jauh dari dirinya pada hari kiamat…” (Abu Dawud, Ibnu Majah, Al-Hakim).
Wallaahu a’lam bi ash-shawwab.
Oleh: Tri Setiawati, S.Si
Sahabat Topswara
0 Komentar