Topswara.com -- Kemudahan semu pinjol saat ini sedang menjerat rakyat. Trend menggunaan pinjaman online makin meningkat. Tidak hanya individu saja. Namun, pelaku UMKM pun keranjingan menggunakan jasa pinjol. Karena dianggap memberi angin segar di tengah kesulitan ekonomi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat adanya peningkatan dalam penggunaan jasa finance technology. Dan dilaporkan per Mei 2023 pembiayaan melalui fintech P2P (Peer 2 Peer) sebesar Rp 51,46 Trilliun. Angka ini menunjukkan adanya pertumbuhan sebesar 28,11persen Year on Year (jawapos.com, 12/7/2023).
Dari angka tersebut, 38,39 persen disalurkan pada pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Untuk pelaku usaha perseorangan Rp 15, 63 Trilliun dan badan usaha Rp 4,13 Trilliun.
Peningkatan angka pinjaman online meningkat per Mei 2023. Dan angka peningkatannya tampak significant dibandingkan tahun lalu. Seiring dengan meningkatnya angka pinjaman online, meningkat pula jumlah kredit macet (katadata.id, 14/7/2023).
Gaya hidup konsumerisme dan hedonisme menjadi salah satu penyebab seseorang melakukan pinjaman online. Demi gaya hidup kekinian, agar bisa diterima komunitasnya. Pinjaman online dijadikan jalan keluar yang dianggap meredakan masalah.
Namun sayang, gaya hidup demikian justru menjadikannya terjebak. Hutang pun terus membesar dan melilit. Data OJK menyebutkan begitu banyaknya individu tersangkut pinjol untuk membeli baju, HP baru, travelling dan tiket konser. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Eksekutif Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi (CNNIndonesia.com, 5/7/2023).
Masyarakat memanfaatkan kemudahan yang ditawarkan platform pinjol untuk kebutuhan konsumerisme. Karena itulah, kebanyakan mereka tidak mampu mengembalikan dana pinjaman. Akibatnya banyak pinjaman online macet. Salah strategi bisnis pun dapat menyebabkan pelaku pinjol gagal bayar. Hingga dikenai tunggakan yang memberatkan.
Alih-alih ingin menyelesaikan masalah, namun ternyata masalah justru semakin membesar dan membuat susah. Tersaji juga fakta adanya fenomena sengaja melakukan verifikasi pinjaman online dengan "merampas" data orang lain. Sang pelaku gagal bayar dan resikonya ditimpakan pada sang pemilik identitas.
Segala kemudahan yang disajikan layanan pinjaman online, justru menciptakan kriminalitas cyber. Tentu saja hal tersebut, menciptakan kecemasan di tengah masyarakat.
Sementara di sisi lain, negara hanya berperan sebagai regulator. Namun tidak ada pengawasan dalam pelaksanaannya. Pengaturan pun akhirnya diambil alih pihak yang kuat. Rakyat kian terjerat karena tidak ada standar aturan dari negara yang jelas.
Negara hanya mampu memberi batasan dan kategori pinjaman online legal/ berizin dan ilegal/ tak berizin. Sungguh, aturan demikian adalah konsep yang keliru. Solusi yang awalnya dianggap dapat menyelesaikan masalah, justru malah membelit. Hidup rakyat pun kian rumit. Inilah fenomena yang kini ada di hadapan mata.
Inilah pentingnya kita menilai suatu kejadian dengan kacamata Islam yang sudah sangat pasti kebenarannya karena bersumber langsung dari Al-Qur’an dan As-sunah.
Setiap problematika masyarakat, jika diselesaikan dengan hukum yang bukan berasal dari Allah, maka sampai kapan pun akan tetap semrawut dan tidak kunjung usai.
Masalah satu belum selesai namun sudah muncul masalah baru yang lebih berat, seperti halnya negeri ini yang menjadikan sistem kapitalisme sebagai tolak ukur kebenaran, maka lihatlah keadaan negeri ini dengan sederet problematika yang kian menggurita.
Akhirnya banyak masyarakat harus menanggung getirnya kehidupan yang jauh dari kata sejahtera. Akibat tuntutan ekonomi yang tinggi, ditambah dengan pemasukan yang tidak memadai untuk bertahan hidup sekalipun, hingga menghalalkan segala cara demi menyambung hidup mereka, salah satu contohnya adalah melakukan transaksi pinjaman online yang sudah sangat jelas terdapat praktik riba di dalamnya.
Solusi yang keliru menjadi pilihan. Semua ini karena sistem kapitalisme yang diterapkan. Sistem yang hanya mengedepankan keuntungan materi.
Tanpa berpijak pada aturan yang jelas.
Sistem buruk ini pun makin terpuruk karena penerapan sistem sekularisme. Sistem yang menjauhkan aturan agama dalam kehidupan. Aturan agama hanya dianggap sebagai aturan ibadah individu saja. Sementara aturan hidup dibiarkan begitu saja tanpa ada aturan yang mengikat.
Peraturan yang ada pun hanya bersumber dari akal manusia yang lemah. Aturan Sang Pencipta justru dipinggirkan demi kepuasan manusia yang tak ada ujungnya. Pinjaman online yang berbasis pada pinjaman riba dilarang tegas dalam syariat Islam. Apapun alasannya, apapun bentuknya.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba".
(QS. Al-Baqarah : 275)
Selain riba itu diharamkan, terdapat bahaya atau dharar yang akan dialami oleh peminjam uang, diantaranya ada 3 hal yang menjadi bahaya, pertama adanya intimidasi dan teror saat dilakukan penagihan peminjaman uang. Kedua, adanya penyalahgunaan data pribadi pihak peminjam uang sebagai cara penagihan paksa hutang mereka.
Ketiga, adanya bunga yang tinggi untuk setiap pelunasan peminjaman. Sementara syariat Islam telah mengharamkan perbuatan dharar (bahaya), sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
”Tidak boleh menimpakan bahaya bagi diri sendiri (dharar) maupun bahaya bagi orang lain (dhirâr).” (HR Ahmad).
Dengan demikian, solusi tuntas untuk menghapus praktik pinjaman online ini adalah dengan dilakukannya penyadaran secara sistematik kepada masyarakat dengan penguatan akidah serta memahamkan mereka pada syariat Islam atas diharamkannya riba.
Sistem Islam dalam institusi khilafah akan menindak tegas setiap aktivitas riba karena bertentangan dengan akidah Islam. Abdurrahman Al Maliki dalam Kitab Nudzomul ‘Uquubat menjelaskan bahwa setiap pihak yang melakukan muamalah riba, atau menjadi salah satu pihak darinya, baik sebagai saksi pencatatnya, ataupun salah satu pihak yang melakukannya maka akan disanksi cambuk oleh negara dan dikenai sanksi penjara selama dua tahun. Islam memberikan solusi agar setiap warga negaranya tidak tergantung pada hutang, terutama hutang riba.
Negara mencukupi setiap kebutuhan hidup rakyatnya. Dengan kelayakan yang sesuai standar. Mulai dari kebutuhan pendidikan, kesehatan dan kelayakan tempat tinggal.
Sementara kebutuhan hidup harian dipenuhi melalui penyediaan lapangan pekerjaan yang layak dan sesuai kebutuhan. Bagi warga negara yang tak mampu bekerja, sepenuhnya menjadi tanggungan negara. Edukasi akidah Islam secara totalitas pun menjadi program utama khilafah.
Setiap individu dibina agar senantiasa menjaga keimanan dan ketakwaan. Sehingga dapat terhindar dari perbuatan unfaedah dan konsumerisme. Serta memiliki skala prioritas sesuai syariat Islam. Betapa sempurnanya Islam menjaga kehormatan umat. Semuanya terjaga dengan selamat dunia dan akhirat.
Wallahu a'lam bisshawwab.
Oleh: Tri Setiawati, S.Si
Sahabat Topswara
0 Komentar