Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pesantren dan Peranannya di Tengah Umat


Topswara.com -- Pasca pandemi perekonomian Indonesia tidak baik-baik saja. Dalam menyikapi fakta ini, pemerintah Kabupaten Bandung berupaya meluncurkan Program One Pesantren One Paranje/kandang ayam (OPOP). 

Ketika melaunching program ini di Ponpes Bustanul Wildan Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, bupati menyatakan bahwa OPOP ini diadakan sebagai pendidikan vokasi di kalangan pesantren khususnya di bidang wirausaha. Melalui program ini juga pemerintah mendukung kemandirian perekonomian pesantren. (Balebandung.com, 17/6/2023)

Program OPOP ini merupakan tindak lanjut dari proyek percontohan Ponpes al-Ittifaq di Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung sebagai percontohan dalam pengelolaan digitalisasi pertanian. 

Untuk digitalisasi pesantren, Bupati mengapresiasi kegiatan yang dilakukan oleh RMI (Rabithah Ma'ahid Islamiyah) Pengurus Cabang Kabupaten Bandung yang bekerja sama memberikan layanan konsultasi, pelatihan dan lain-lain. 

Pada momen itu juga dilakukan sosialisasi Kartu Wirausaha Bandung Sukses dari BPR Karta Raharja Kabupaten Bandung. Lewat BPR inilah nantinya dana bergulir akan disalurkan untuk UMKM binaan RMI. 

Pendidikan vokasi akhir-akhir ini terus digencarkan untuk menjawab tantangan krisis multidimensi terutama di bidang ekonomi yang menghantam negeri ini. 

Langkah ini dianggap tepat untuk memperkuat daya saing SDM di tengah pasar bebas, karena keberadaannya dapat menunjang pada penguasaan keahlian terapan tertentu. 

Jika di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) siswa-siswa dididik supaya siap masuk ke pasar tenaga kerja dan dunia industri, di pesantren para anak didiknya disiapkan untuk menjadi santripreneur (santri yang berjiwa wirausahawan).

Jika diamati sekilas pendidikan vokasi di pesantren ini menjadi solusi dalam meningkatkan perekonomian ponpes dan masyarakat di sekitarnya. Selain mandiri secara ekonomi, lembaga ini juga bisa memberdayakan masyarakat di sekitar yang bermitra dengannya. 

Menurut fakta, sejak tahun 1980-an pesantren difungsikan sebagai Pusat Pengembangan Masyarakat (P3M). Sehingga menjadi tempat uji coba untuk pemberdayaan masyarakat. Kemudian di tahun 2000-an diubah menjadi Pusat Pengembangan Ekonomi Kerakyatan hingga kini muncul program OPOP. Apakah dengan program-program tersebut negeri ini bisa maju secara ekonomi?

Pengalihan fungsi pesantren sudah berjalan cukup lama, yang awalnya merupakan pusat pendidikan agama Islam, tempat mencetak ulama yang menjadi panutan umat. 

Di mana sebelum masa kemerdekaan, peran ulama dan santri sangat luar biasa dalam perjuangan mengusir penjajah yang ingin menguasai Indonesia. 

Keduanya menjadi harapan ketika keadaan rakyat terpuruk, mereka adalah garda terdepan dalam perubahan ketika umat mengalami krisis multidimensi. Tetapi bisakah hal itu terealisasi saat ini jika santrinya dididik menjadi pengusaha lewat program OPOP ini?

Ada hal-hal yang harus diluruskan untuk menjawab persoalan ini. Sebelum ada program-program pemerintah yang ditujukan ke pesantren, lembaga pendidikan ini telah mandiri dengan pembiayaan dari swadaya masyarakat dan sudah ada ratusan tahun sebelum Indonesia merdeka. 

Umat Islam dengan dorongan imannya suka rela mewakafkan/menginfakkan hartanya pada pesantren yang akan mencetak para ulama. Banyak pesantren yang melakukan kegiatan belajar mengajarnya tanpa melibatkan para santri kecuali sebatas membantu tanpa mengganggu kewajiban utamanya yaitu belajar dan berdakwah. 

Berbeda dengan program OPOP yang tujuannya melibatkan santrinya mengelola bisnis pesantren. Sehingga akhirnya orientasi pesantren tidak fokus mencetak ulama yang faqih fiddin.

Selain itu hal yang harus diluruskan adalah bahwa pendidikan merupakan kewajiban negara dan hak seluruh warga. Di tengah perekonomian negara yang karut-marut ini, pesantren harus tetap berdiri dengan fungsinya yang mulia tersebut. 

Untuk itu negara harus memperhatikan pesantren sebagai pihak yang menjamin terpenuhinya kebutuhan pendidikan untuk masyarakat. Hanya saja negara yang menerapkan sistem sekularisme kapitalisme tidak berlaku demikian karena konsep negara ini hanya sebagai regulator semata dan menyerahkan seluruh urusan pada swasta. 

Seluruh kebutuhan dasar rakyat (sandang, pangan, papan) dan kebutuhan dasar masyarakat (pendidikan, kesehatan, keamanan) dikelola swasta kecuali sedikit oleh negara. 

Akhirnya pesantren dan lembaga pendidikan yang lainnya harus berjuang sendiri untuk tetap eksis. Sementara program OPOP dengan dana bergulir dan akses digitalisasinya tidak lain merupakan investasi yang menguntungkan. Para santri dianggap tenaga kerja yang harus diberdayakan untuk meningkatkan perekonomian bangsa.

Terakhir perlu diluruskan juga bahwa saat ini peran pesantren sering dipinggirkan akibat paham kapitalisme yang menganggap kontribusi itu harus berupa materi. Sebenarnya pesantren berperan besar dalam proses pembelajaran yang melahirkan para ulama yang nantinya akan berdakwah mengajarkan Islam di tengah umat. 

Harus diakui, inilah sebaik-baik kontribusi. Rasulullah SAW. memisalkan ulama seperti bintang yang menjadi petunjuk arah saat di kegelapan. Dalam Musnad al-Imam Ahmad dari Anas Rasul bersabda: "Permisalan ulama di muka bumi seperti bintang yang ada di langit. Bintang dapat memberi petunjuk pada orang yang berada di gelap malam di daratan maupun di lautan. Jika bintang tak muncul, manusia tak mendapat petunjuk."

Untuk itu, pesantren harus dikembalikan pada fungsinya yang mulia sebagai lembaga ilmu dan dakwah yaitu mencetak para ulama. Oleh karenanya, negara harus menjamin kebutuhannya. 

Para ulama ini nantinya akan berkiprah di tengah umat dan berkontribusi besar terhadap kemajuan umat manusia. Namun semua ini tidak bisa terjadi dalam sebuah negara sekularisme kapitalisme, melainkan hanya bisa terwujud dalam naungan kepemimpinan Islam.

Wallahu a'lam bish shawab.


Oleh: Ooy Sumini
Member Akademi Menulis Kreatif
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar