Topswara.com -- Persoalan pernikahan beda agama kembali mencuat dan menuai polemik. Pasalnya baru-baru ini hakim di pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengabulkan permohonan pernikahan beda agama.
Permohonan pernikahan beda agama disampaikan oleh JEA (mempelai laki-laki) beragama kristen dan SW (mempelai perempuan) ia beragama Islam. Permohonan tersebut dikabulkan berdasarkan UU Adminduk dan alasan sosiologi yaitu keberagaman masyarakat.
PN Jakpus menyatakan pengabulan permohonan pernikahan beda agama sepenuhnya bergantung pada kebijaksanaan hakim, CNN Indonesia (25-6-2023).
Sementara itu, suku dinas kependudukan dan catatan sipil (DUKCAPIL) Jakarta Selatan mencatat sepanjang tahun 2022 terjadi 4 pernikahan beda agama.
Keterangan dari Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Jakarta Selatan menyebutkan Pasal 35 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan diatur bahwa pencatatan perkawinan berlaku pula bagi perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan.
Akar Masalah
Makin maraknya pernikahan beda agama ini bukan tanpa sebab, melainkan buah dari penerapan sistem sekularisme. Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan, sistem yang menjadikan manusia jauh dari agamanya, serta menjadikan materi dan hawa nafsu sebagai sandaran dan tolak ukur kebahagiaan.
Pun juga, sistem sekularisme meniscayakan pembuatan hukum negara tidak disandarkan pada aturan yang telah ditetapkan oleh Islam bahkan cenderung melanggar aturan dan norma agama, seperti halnya pernikahan beda agama, yang jelas telah melanggar syariat Islam yang mengharamkan secara mutlak pernikahan beda agama.
Sistem sekularisme yang mengagungkan kebebasan sukses membentuk manusia tidak mampu berfikir secara benar. Bahkan manusia dalam bertindak condong mengikuti hawa nafsu, yang penting senang, dan tidak melanggar hak asasi manusia. Manusia bebas berbuat apa saja meski menabrak rambu-rambu ajaran agama Islam, semisal tawuran, kenakalan remaja, zina, aborsi, seks bebas dan masih banyak lagi.
Makin banyaknya pelanggaran terhadap hukum syarak, membuktikan gagalnya fungsi negara dalam menjaga tegaknya hukum Allah, serta gagalnya negara dalam mendidik dan melindungi rakyatnya untuk tetap dalam ketaatan kepada sang pencipta. Ini dikarenakan negara hanya bertindak sebagai regulator semata.
Inilah fakta masyarakat dan negara yang bernaung dalam kungkungan sistem sekularisme, sistem yang menjadikan masyarakat mengabaikan syariat Islam yang datang dari Allah sang pencipta manusia, alam semesta, dan kehidupan. Manusia hanya sibuk mengejar kenikmatan dunia, hingga lupa bahwa mereka akan kembali menghadap sang Ilahi.
Aturan dalam Islam
Problem nikah beda agama akan tuntas jika sistem Islam diterapkan dalam setiap sendi kehidupan. Sebab, Islam memiliki aturan khas yang dapat mengatasi seluruh persoalan yang dihadapi manusia. Dan bersumber dari Al-Qur'an dan sunnah.
Dalam sistem Islam negara memiliki kewajiban untuk melindungi, menjaga, serta mendidik masyarakat dari pemahaman yang menyimpang dan menjerumuskan kedalam kesesatan termasuk nikah beda agama.
Dengan menjadikan hukum syarak sebagai rujukan, karna pernikahan beda agama diharamkan dalam ajaran Islam, maka negara wajib untuk mencegah terjadinya pernikahan tersebut berdasarkan firman Allah
“Dan Janganlah kamu menikahkan seorang (laki-laki) musyrik dengan seorang perempuan beriman, sebelum ia beriman. Sungguh hamba sahaya laki-laki beriman lebih baik dari pada laki-laki musyrik meski ia menarik hatimu. Mereka mengajak kamu ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinnya. (Allah) menerangkan ayat-ayatNya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.” (QS. AL Baqarah 2:221).
Selain sebagai pendidik, negara juga bertanggung jawab sebagai ra’in (pengurus) bagi rakyatnya, menerapkan sanksi bagi yang melanggar hukum syarak. Halnya nikah beda agama.
Dengan demikian, masyarakat akan memahami tujuan pernikahan yang sebenarnya, dan tidak menganggap pernikahan hanya sekedar cinta dan memuaskan hawa nafsu semata, tetapi untuk memperoleh ridha Allah.
Pemahaman yang benar terkait tujuan pernikahan dapat diwujudkan oleh negara melalui penerapan sistem pendidikan Islam yang dapat diakses oleh setiap warga negara.
Sistem Islam memiliki tujuan untuk membentuk masyarakat memiliki kepribadian, pola sikap yang islami. Serta menanamkan akidah yang kokoh dalam setiap diri individu masyarakat. Sehingga mereka menyandarkan seluruh problem hidupnya pada aturan Allah semata.
Alhasil, seluruh persoalan manusia akan tuntas jika syariat Islam benar-benar diterapkan secara total di seluruh aspek, baik dalam berekonomi, pendidikan, akhlak, pergaulan, pernikahan, dan dalam bernegara. Sebab, konsekuensi dari ketaatan seorang hamba kepada tuhanNya adalah taat dan patuh terhadap syariat yang telah ditetapkan oleh Allah sebagai sang khalik.
Wallahu ‘alam bissawab
Oleh: Dewi Sartika
Aktivis Muslimah
0 Komentar