Topswara.com -- Anggota Ombudsman Indraza Marzuki Rais mengungkapkan beberapa masalah di penyelenggaraan Haji 2023. Dia menyebut pelayanan untuk jemaah Indonesia sangat kacau dan berantakan, mulai pendaftaran, keberangkatan, hingga pelaksanaan haji di Tanah Suci. Media Indonesia, Jumat, 30 Juni 2023.
Belum lagi masalah fasilitas di asrama haji dan makanan yang dikonsumsi jemaah selama di asrama. Indra membeberkan konsumsi di asrama Bekasi, Pondok Gede dan Indramayu tidak higienis dan menimbulkan masalah kesehatan pada jemaah.
Ibadah haji adalah salah satu rukun Islam dan kewajiban agung dalam Islam.Ibadah haji merupakan kewajiban dari Allah SWT atas kaum Muslim. Mampu secara badaniyah adalah sehat sehingga mampu menempuh perjalanan dan bisa melaksanakan semua rukun haji dengan sempurna.
Mampu secara maliyah adalah adanya kecukupan harta untuk berangkat ke Tanah Suci dan kembali ke negeri asalnya, untuk bekal perjalanan serta untuk keluarga yang wajib dinafkahi. Kewajiban haji tidak berlaku bagi Muslim yang tidak mampu sampai ia punya harta yang mencukupi.
Selain itu, juga ada istitha’ah dalam keamanan (amaniyah). Artinya, keamanan calon jamaah haji terjamin baik dari gangguan penjahat seperti perampok, begal, ataupun peperangan. Termasuk aman dari gangguan alam seperti badai di lautan, juga wabah penyakit yang berbahaya.
Karena itu jika ada kondisi yang merintangi dan mengancam keselamatan kaum Muslim dalam perjalanan haji, sementara halangan tersebut tidak bisa dihilangkan, maka hal demikian jadi pembatal syarat istitha’ah dalam berhaji.
Ibadah haji sejatinya adalah fardhu bagi setiap Muslim yang mampu atau istitha’ah. Namun demikian, syariah Islam juga menetapkan negara untuk mengurus pelaksanaan haji dan keperluan para jamaah haji.
Catatan sejarah menunjukkan betapa besar perhatian dan pelayanan yang diberikan pemimpin muslim kepada jamaah haji dari berbagai negara. Mereka dilayani dengan sebaik-baiknya sebagai tamu-tamu Allah.
Pelayanan itu dilakukan tanpa ada unsur bisnis, investasi atau mengambil keuntungan dari pelaksanaan ibadah haji. Semua merupakan kewajiban yang harus dijalankan negara.
Ada beberapa langkah yang dilakukan oleh negara dalam melayani para jamaah haji ini. Pertama, negara menunjuk pejabat khusus untuk memimpin dan mengelola pelaksanaan haji dengan sebaik-baiknya. Mereka dipilih dari orang-orang yang bertakwa dan cakap memimpin.
Kedua, jika negara harus menetapkan ONH (ongkos naik haji), maka nilainya tentu akan disesuaikan dengan biaya yang dibutuhkan oleh para jamaah berdasarkan jarak wilayahnya dengan Tanah Haram (Makkah-Madinah), serta akomodasi yang dibutuhkan selama pergi dan kembali dari Tanah Suci.
Ketiga, negara berhak untuk mengatur kuota haji dan umrah. Dengan itu keterbatasan tempat tidak menjadi kendala bagi para calon jamaah haji dan umrah.
Keempat, negara akan menghapus visa haji dan umrah. Pasalnya, di dalam sistem islam, kaum Muslim hakikatnya berada dalam satu kesatuan wilayah. Tidak tersekat-sekat oleh batas daerah dan negara, sebagaimana saat ini. Seluruh jamaah haji yang berasal dari berbagai penjuru Dunia Islam bisa bebas keluar masuk Makkah-Madinah tanpa visa.
Mereka hanya perlu menunjukkan kartu identitas, bisa KTP atau Paspor. Visa hanya berlaku untuk kaum Muslim yang menjadi warga negara kafir, baik kafir harbi hukm[an] maupun fi’l[an].
Kelima, negara akan membangun berbagai sarana dan prasarana untuk kelancaran, ketertiban, keamanan dan kenyamanan para jamaah haji. Dengan begitu faktor-faktor teknis yang dapat mengganggu apalagi menghalangi pelaksanaan ibadah haji dapat disingkirkan sehingga istitha’ah amaniyah dapat tercapai.
Keenam, pada masa pandemi atau wabah, negara akan berusaha tetap menyelenggarakan haji dengan melakukan penanganan sesuai protokol kesehatan seperti menjamin sanitasi, menjaga protokol kesehatan selama pelaksanaan haji, pemberian vaksin bagi para jamaah haji, sarana kesehatan yang memadai, serta tenaga medis yang memadai.
Negara tidak akan menutup pelaksanaan ibadah haji, tetapi akan melakukan 3T (testing, tracing, treatment/pengetesan, pelacakan dan perlakuan) sesuai protokol kesehatan pada warga. Mereka yang terbukti sakit akan dirawat sampai sembuh.
Mereka yang sehat tetap diizinkan beribadah haji. Menutup pelaksanaan haji dan umrah adalah tindakan yang keliru karena menghalangi orang yang akan beribadah ke Baitullah.
Semua aktivitas negara dalam pengurusan haji itu dilakukan dengan prinsip ri’ayah (pelayanan), bukan bersifat komersil atau mengambil keuntungan dari jamaah. Berbeda dengan hari ini.
Pengurusan haji diurus oleh negara masing-masing tanpa ada kesatuan pelayanan karena tiada kesatuan kepemimpinan. Akibatnya, sering muncul konflik kepentingan dan kesemrawutan semisal pembagian kuota, komersialisasi hotel, tiket, katering, dan sebagainya.
Demikianlah keagungan pelayanan haji yang dilakukan oleh pemimpin muslim. Mereka benar-benar berkhidmat melayani tamu-tamu Allah sesuai dengan syariah Islam.
Tanpa pelayanan dari pemimpin yang bertumpu pada syariah, pelaksanaan ibadah haji sering terkendala, dan bukan tidak mungkin menjadi ajang mencari keuntungan bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Wallahu alam bishawab.
Oleh: Eva Lingga Jalal
Aktivis Muslimah
0 Komentar