Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mengapa Islamofobia Terus Terjadi?


Topswara.com -- Al-Qur'an dilecehkan kembali, kali ini terjadi di Swedia. Pelakunya Salwan Momika, pengungsi Irak yang menetap di negara tersebut. Ia mendapat izin melakukan aksi penghinaan tersebut oleh kepolisian Swedia. 

Pelaku menista dengan menginjak dan mengelap sepatunya memakai lembaran Al-Qur'an. Memeperkan bakon (daging babi asap), lalu menyulut api untuk membakar beberapa halaman kitab suci Al-Qur'an di depan masjid terbesar di Stockholm pada Rabu (28/6/2023) (news.detik.com, 2/7/2023).

Peristiwa ini mengulang penistaan sebelumnya di Stockholm Swedia pada 21 Januari 2023, dilakukan politikus Denmark, Rasmus Paludan, di Kedutaan Besar Turki di Stockholm (news.okezone.com, 26/1/2023).

Menanggapi aksi penistaan tersebut, beberapa negara, seperti Indonesia, Irak, Iran, Arab Saudi, Mesir, Maroko, Yordania dan Turki mengecam tindakan terkutuk tersebut. 

Tidak ada negara yang mengekspresikan kemarahan dengan mengultimatum negara tersebut. Miris, umat Islam yang jumlahnya hampir dua milyar tak berdaya menghadapi Swedia. Ketidaktegasan umat menyikapi pelecehan ini menyebabkan pelecehan Al-Qur'an terjadi berulang kali.

Sekularisme Akar Permasalahan 

Pelecehan Al-Qur'an yang terjadi berulangkali tidak lepas dari sistem kehidupan yang diterapkan hari ini, yakni sekularisme. Yakni sistem yang memisahkan agama dari kehidupan, dari asas ini muncul kebebasan, diantaranya kebebasan berpendapat dan berekspresi. 
Melecehkan Al-Qur'an merupakan salah satu bentuk kebebasan berpendapat dan berekspresi yang harus dilindungi. 

Pengarusan sekularisme, melalui moderasi beragama juga merasuk dalam sanubari umat. Tampak dari respon dalam menanggapi pelecehan tersebut. 

Presiden Turki, Erdogan mengatakan akan mengajari Barat yang arogan, bahwa menghina muslim bukan kebebasan berpikir. Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Majelis Ulama Indonesia (MUI), Sudarnoto Abdul Hakim mengatakan kebebasan berekspresi melanggar hak orang lain dan merusak tatanan kedaulatan dan demokrasi. 

Tanggapan juga datang dari Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Profesor Komaruddin Hidayat, Al-Qur'an tidak akan hilang dan tetap hidup dalam perjalanan sejarah manusia; kerukunan umat beragama kita menginspirasi dunia, tidak perlu marah, cukup dengan menunjukkan prestasi seperti Putri Ariane meraih Golden Buzzer America's Got Talent 2023 (bbc.com, 30/6/2023).

Reaksi umat yang hanya mengecam pelecehan tersebut menunjukkan umat Islam dalam kondisi lemah, umat yang kehilangan ghirah dan kekuatannya. Jumlah umat Islam yang hampir dua milyar tidak berdaya menghadapi negara kecil seperti Swedia dengan penduduk sekitar 10 juta jiwa.

Sistem Islam Menjaga Kemuliaan Al-Qur'an

Al-Qur'an merupakan Kalamullah yang mulia dan akan senantiasa terjaga kemuliaan dan kemurniannya. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Hijr ayat 9 yang artinya,

"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya".

As-Sa'di dalam tafsirnya menjelaskan Allah memelihara lafazh-lafazh Al-Qur'an dari perubahan, penambahan atau pengurangan, dan memelihara maknanya. Orang yang menjaga Al-Qur'an niscaya Allah akan memelihara keluarganya dari musuh musuh mereka, dan tidak akan menguasakan musuh yang membinasakan mereka.

Pernyataan "Ketika Al-Qur'an dihinakan tidak perlu marah" merupakan cacat logika dan sesat berpikir. Allah mewajibkan hamba-Nya untuk berusaha dan bertawakal kepada Allah ketika menjemput kemenangan, bukan hanya pasrah dan berdiam diri. 

Rasulullah mencontohkan, ketika menjemput kemenangan dalam peperangan, beliau mempersiapkan pasukan serta perbekalan, hingga mengatur strategi peperangan. Al-Qur'an akan senantiasa hidup dalam perjalanan sejarah manusia memang benar. 

Tetapi, sebagaimana tafsir diatas, Allah memerintahkan manusia untuk berusaha menjaganya, dan menunjukkan kemarahan ketika dihinakan. Dan ketika simbol-simbol agama dihinakan, umat hanya diam menunjukkan umat kehilangan ghirah dan ruhnya. Buya Hamka memberikan nasihat, 

"Jika diam saat Agamamu dihina maka gantilah bajumu dengan kain kafan"

Maka kemarahan umat hendaknya ditujukan dengan memberi nasihat kepada penguasa agar memberi hukuman pada pelaku dengan hukuman yang memberi efek jera serta mencegah orang lain ikut melakukan penghinaan.

Sekularime melalui pengarusan moderasi beragama meracuni umat tampak dari pernyataan penguasa di negeri-negeri muslim ketika menyikapi pelecehan Al-Qur'an. Pernyataan sikap dengan mengakomodasi nilai-nilai Islam yang dikehendaki barat, seperti pelecehan Al-Qur'an tidak sesuai demokrasi, bukan bentuk kebebasan berpikir, dan sebagainya.

Penghinaan Al-Qur'an yang sering terjadi merupakan indikasi umat Islam dalam kondisi lemah. Jumlah umat Islam seluruh dunia yang hampir dua milyar, tersebar dilebih 50 negara tidak berdaya menghadapi negara kecil (Swedia) dengan penduduk sekitar 10 juta. 

Tidak ada satu penguasa pun di negeri muslim yang tergerak mengirimkan pasukan untuk menghukum negara tersebut. Umat tidak punya kekuatan nyata yang mampu menghukum negara yang menunjukkan permusuhan terhadap Islam.

Pelecehan ini tidak akan terjadi ketika umat punya pelindung (junnah), yakni seorang khalifah. Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa imam/khalifah adalah junnah (perisai), yakni seperti tirai/penutup karena menghalangi musuh menyerang kaum Muslim, menghalangi sebagian masyarakat menyerang sebagian yang lain, melindungi kemurnian Islam dan tempat orang-orang berlindung kepadanya.

Sebagaimana Sultan Abdul Hamid II yang mengancam akan melakukan jihad kepada Inggris dan Prancis yang hendak mementaskan teater yang menghina Baginda Rasulullah SAW. Gertakan khalifah menciutkan nyali kedua negara tersebut dengan membatalkan pementasan teater tersebut.

Begitulah sistem Islam melindungi kemuliaan Al-Qur'an. Ketika penghinaan dilakukan oleh individu, maka khalifah akan memberi hukuman kepada pelaku berupa ta'zir. Yakni hukuman sesuai keputusan khalifah atau qadhi. Hukuman yang diberikan akan memberikan efek jera dan mencegah orang lain ikut menistakan Al-Qur'an.

Khatimah

Pelecehan Al-Qur'an terus berulang dalam sistem kapitalis demokrasi yang mengagungkan kebebasan. Maka selama sistem ini eksis, maka penghinaan terhadap Al-Qur'an dan simbol-simbol Islam akan berulangkali terjadi.

Untuk mencegah terulang kembali, umat Islam butuh khalifah (junnah) yang akan menjaga dan melindungi kemuliaan Al-Qur'an. Ketika saat ini umat belum memiliki perisai, maka kewajiban umat Islam mewujudkan perisai tersebut dengan dakwah berjamaah.

Wallahu a'lam


Oleh: Ida Nurchayati
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar