Topswara.com -- Revisi Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang masa jabatan kepala desa, yang semula hanya enam tahun dalam satu periode menjadi sembilan tahun menimbulkan polemik baru.
Pakar politik universitas Airlangga (Unair) bapak UCu Martanto menyebutkan revisi undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa dapat berpengaruh terhadap sirkulasi dan hegemoni politik desa.Republika, Jum'at (30/6/2022)
Masa jabatan dalam hal apapun dalam sistem kapitalisme akan terus menjadi polemik karena erat kaitannya dengan kekuasaan. Dari kekuasaan inilah akan menimbulkan turunan baru yaitu korupsi.
Seperti yang terjadi di Banten. Seorang kepala desa Lontar, kecamatan Tirtayasa, kabupaten Serang, Banten menjadi tersangka korupsi dana desa dengan total kerugian negara mencapai Rp988 juta dalam masa jabatan 2015-2021. Dana tersebut digunakan untuk kepentingan pribadinya bukan untuk kepentingan desa. Tirto.id Rabu(21/6/2023).
Berdasarkan pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) kasus korupsi di sektor desa paling banyak ditangani oleh penegak hukum pada 2022.
ICW juga mencatat sejak terbitnya UU Nomor 6 tahun 2014 kasus korupsi di desa kian konsisten.
Dari 155 kasus korupsi desa 2022. Dengan rincian 133 terkait dengan dana desa, sementara 22 kasus terkait dengan penerimaan dana desa. Tak tanggung-tanggung korupsi tersebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp381 miliar. Jika dilihat dari para pelaku korupsi desa menempati posisi ketiga, posisi kedua dan kesatu pegawai pemerintahan daerah dan swasta. Katadata.co.id 8/4/2023.
Jika memang demikian revisi undang-undang nomor 6 tahun 2014 ini tidak layak untuk dilanjutkan. Penambahan masa jabatan akan membuka kran korupsi semakin meningkat. Politik dinasti dalam jabatan kepala desa pun semakin terbuka peluangnya.
Dalam Islam sebuah jabatan apapun itu berlandaskan akidah Islam yang bermuara pada ridha Allah Subhanahu wa taala. Meriayah umat dengan sebaik-baiknya.
Tentu saja ketakwaan individu jadi point utama dalam menentukan pilihan personal yang menjabat. Bukan dari segi kekayaan atau dalam hal lainnya.
Hukum Islam sangat tegas dalam menindak pelaku korupsi. Karena pelaku korupsi merugikan negara. Hukuman inipun atas legalitas khalifah. Diantara takzir, penjara, pengasingan hingga hukuman mati.
Dengan penerapan hukum inilah, akan menimbulkan efek jera. Tidak ada lagi celah korupsi diberbagai level pemerintahan. Baik pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah.
Allahu A'lam bish shawab.
Oleh: Endang Mustikasari
Aktivis Muslimah
0 Komentar