Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Maraknya Tawuran Pelajar


Topswara.com -- Tahun ajaran 2023/2024 baru saja dimulai, tetapi tawuran di kalangan pelajar sudah marak terjadi. Seperti yang terjadi di Kabupaten Tangerang. Polresta Tangerang mengamankan 69 pelajar yang berencana tawuran pada hari pertama masuk sekolah di Kawasan Balaraja, Kabupaten Tangerang, Banten, Senin (17/7/2023). (beritasatu.com, 18/7/2023).

Aksi tawuran antar pelajar juga terjadi di Jalan Purworejo-Magelang KM 16, Dusun Simpu, Desa Ketosari, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, pada Senin (17/7/2023) sore. (jogja.tribunnews.com, 18/7/2023).

Dari Bogor, sebanyak 20 pelajar diamankan polisi saat hendak tawuran bersama kelompok pelajar lainnya pada Sabtu dini hari (22/7/2023). Keesokan harinya (23/7/2023), para remaja yang rata-rata baru masuk di bangku kelas 1 sekolah menengah atas (SMA) ini menangis bersimpuh di kaki orang tua masing-masing saat dipertemukan dengan orang tua di depan kantor Polsek Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. (beritasatu.com, 23/7/2023).

Sekularisme, Akar Tawuran Pelajar 

Sebenarnya pangkal/akar permasalahan dari maraknya aksi tawuran di kalangan pelajar adalah diterapkannya sekularisme dalam kehidupan. Sekularisme ini kemudian berimbas kepada banyak aspek kehidupan dan berimbas pula pada individu, masyarakat, hingga negara.

Dari segi individu, sesungguhnya setiap individu memang diberi fitrah berupa naluri, salah satunya naluri eksistensi diri (baqa’) yang menuntut untuk disalurkan. Namun karena agama tidak boleh cawe-cawe kehidupan umum, diri sendiri menjadi kurang akan wawasan agama, jauhnya agama dari benak pelajar mengakibatkan pelajar keliru dalam menyalurkan naluri eksistensinya. 

Pelajar tidak mengetahui bahwa setiap aktivitas yang dipilih semasa di dunia kelak akan diminta pertanggung jawaban di hadapan Allah SWT. Sekularisme menjadikan para pemuda kehilangan visi akhirat. Konsep pahala/dosa tidak melekat dalam benak mereka sehingga pelajar menjadi berbuat sesuka hati, termasuk ikut tawuran demi eksistensi diri.

Dari segi masyarakat, sekularisme liberal benar-benar merasuk dalam pemikiran, perasaan, dan tingkah laku masyarakat. Anggapan bahwa kenakalan remaja (termasuk tawuran) adalah bagian dari fase kehidupan remaja seolah-olah menjadi legitimasi bagi remaja untuk bisa melakukan tawuran. “Aku kan masih remaja, masih mencari jati diri” atau slogan “Hidup cuma sekali, kita buat happy-happy” menjadi slogan yang banyak dipakai remaja. Ditambah lemahnya pengawasan orang tua dan guru terhadap anak didiknya menjadikan remaja menjadi “liar”. Kita tahu bahwa remaja jika tidak dididik oleh orang tuanya, maka remaja akan dididik oleh lingkungannya (circle pertemanan, media sosial, dan lain-lain).

Dari segi negara, sekularisme yang fashluddiin 'anil hayaa (memisahkan tuntunan agama dari kehidupan) meniscayakan fashluddiin 'anid-daulah (memisahkan agama dengan negara) sehingga negara dalam membuat aturan akan lepas dari tuntunan agama, termasuk dalam membuat aturan sistem pendidikan. 

Sistem pendidikan yang berbasis sekularisme menjadikan pendidikan di negeri kita berfokus pada pencapaian nilai-nilai akademik di atas kertas, tetapi abai pada pembinaan karakter dan kepribadian pelajar. Pelajaran agama yang sudah minim makin tidak berbekas ketika disampaikan sekadar sebagai bahan ajar agar bisa menjawab pertanyaan ketika ujian.

Media massa dalam sistem sekularisme yang juga menggambarkan kekerasan adalah hal yang keren, gangster itu adalah kelompok yang dihormati membuat remaja yang tidak punya prinsip akan ikut terarus oleh media mainstream.

Sistem hukum yang berlaku juga tidak memberi efek jera. Mereka dianggap masih anak-anak karena belum berusia 18 tahun. Akibat hukum tidak berlaku tegas, remaja dengan mudah melukai orang lain tanpa khawatir mendapatkan hukuman yang berefek jera.

Dengan kegagalan sistem dalam menyelesaikan masalah tawuran pelajar, tawuran akan terus terjadi tanpa henti. Maka solusi satu-satunya adalah mengganti sistem yang gagal dengan sistem yang shohih/benar.

Islam Solusi Tawuran Pelajar 

Sistem Islam memiliki seperangkat aturan yang menyeluruh terhadap tindak kejahatan (termasuk tawuran) baik tindakan preventif maupun kuratif. Hal yang paling mendasar adalah menjadikan akidah Islam sebagai dasar negara sehingga seluruh aturan kehidupan tegak berdasarkan asas keimanan.

Dari segi individu, setiap individu ditanamkan akidah Islam. Individu akan paham bahwa Allah Ta’ala menghisab setiap amal perbuatan sehingga tidak ada yang bisa berbuat seenaknya.

Dari segi masyarakat, masyarakat berdiri di atas asas amar makruf nahi mungkar. Kedua orang tua anak didik faham bahwa anaknya kelak akan menjadi penentu beruntungnya atau celakanya kedua orang tuanya di akhirat nanti, sehingga orang tua senantiasa bersemangat mendidik anaknya dengan pemahaman yang benar. Didukung dengan guru yang senantiasa mengontrol dan mengawasi peserta didik.

Namun yang jauh lebih penting adalah negara sebagai support system bagi individu, orangtua, guru, dan masyarakat. Negara akan menjadi “orangtua kedua” dalam mendidik anak-anak muda. 

Negara menerapkan kurikulum pendidikan berbasis aqidah Islam, menghasilkan generasi yang berlomba-lomba dalam kebaikan dan takut akan siksa Allah. Mereka akan menjadi ulama, ilmuwan, mujahid, penguasa yang menerapkan syariat kaffah, serta menjadi apa pun yang berkontribusi terhadap kejayaan Islam.

Negara juga menjadi pengawas ketat dalam mengontrol media massa. Media yang menyebarkan adegan kekerasan, pornografi, dll akan diboikot dan ditutup rapat-rapat oleh negara sehingga tidak ada namanya kasus kejahatan yang terinspirasi dari film, game, bacaan atau media apapun.

Selain sistem pendidikan, Islam juga memiliki sistem sanksi yang efektif. Setiap orang yang sudah baligh harus mempertanggung jawabkan perbuatannya di hadapan Allah. 

Jika terbukti melakukan tindakan kriminal, ia harus dihukum sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan. Dalam hal melukai dan membunuh orang, Islam menetapkan hukuman qishash sebagaimana tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 178. Dalam naungan sistem Islam, para pelajar terkondisikan untuk menjadi insan yang berkepribadian Islam. 

Wallahu A’lam Bish-shawab.

 
Oleh: Cita Rida
Aktivis Dakwah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar