Topswara.com -- Di Bekasi, Seorang bayi berusia 7 bulan dikabarkan mempunyai berat badan mencapai 15 kg. Menurut kabar yang beredar kasus malnutrisi ini kembali terjadi.
Masih di daerah Bekasi, yang sebelumnya juga viral ada seorang bayi yang baru berusia 1 tahun namun berat badannya sudah mencapai 27 kg. Untuk mengatasi persoalan gizi pada generasi ini, tentu menambah daftar panjang permasalahan bagi Pemda Bekasi.
(Tribunnews.com/23/06/2023).
Pada Tahun 2021, di Jawa Barat, tercatat ada 11 Kabupaten/Kota dengan prevalensi balita stunting sebesar 24,5 persen, di atas rata-rata angka provinsi. Sementara sisanya ada 16 Kabupaten/Kota di bawah angka propinsi.
Pada Tahun 2022, Propinsi Jawa Barat secara nasional menempati peringkat ke 22. Angka tersebut lebih rendah 4,3 poin dari tahun sebelumnya, pada tahun 2021 prevalensi balita stunting di Jawa Barat sebesar 24,5 persen.
Tepatnya di Kabupaten Sumedang mengalami lo jakan drastis mencapai 27,6 persen pada SSGI tahun 2022, yang sebelumnya sebesar 22 persen sebagai wilayah dengan prevalensi balita stunting tertinggi. Disusul oleh Kabupaten Sukabumi dan setelah Kabupaten Sumedang sebesar 27,5 persen. Begitu juga wilayah Kabupaten Bandung Barat sebesar 27,3 persen.
Sementara di sisi lain, angka kasus stunting yang terjadi di Bekasi ini setiap tahunnya mengalami peningkatan. Walaupun sebelumnya, Bekasi dinyatakan sebagai kasus stunting terendah di Jawa Barat, tetapi tetap jumlahnya mengalami peningkatan.
Penyebab terjadinya karena adanya ketidakpahaman tentang gizi seimbang, yang biasanya terjadi pada masyarakat miskin. Selain itu, mereka juga tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan dasar sang anak hingga mengakibatkan kasus stunting. Hal ini terjadi di Bekasi dan terus mengalami peningkatan dan sudah tersebar pada 46 kelurahan.
Sementara itu pihak Pemda sendiri sejauh ini juga tidak maksimal dalam menyelesaikan masalah stunting ini. Penyelesaian yang diambil masih bersifat kuratif, begitu juga dalam masalah penanganannya.
Kasus obesitas yang pernah terjadi ditangani oleh Dokter gizi, tetapi penanganan masalah stunting hanya sampai pada cakupan posyandu yang rata-rata tidak melibatkan dokter secara langsung. Bahkan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi turut menyediakan sekitar 1800 posyandu guna menanggulangi kasus stunting ini.
Selain itu, penyebab yang menjadi pemicu masalah stunting ini, yaitu abainya Pemda untuk melakukan tindakan terhadap peredaran makanan yang tidak layak gizi dan telah beredar di pasaran. Persoalan inilah sebagai salah satu sebab terjadinya Malnutrisi pada anak, karena anak dibiarkan mengonsumsi makanan tidak layak gizi.
Stunting ini tentu saja bisa terjadi ke generasi berikutnya apabila tidak ditangani dengan serius. Mengapa demikian? Karena faktor penyebab permasalahan stunting apabila diabaikan, pun dapat terjadi berkelanjutan. Berikut ini beberapa penyebab terjadinya stunting, yaitu:
Pertama, kurang gizi dalam waktu lama. Kedua, pola asuh kurang efektif. Ketiga, pola makan. Keempat, tidak melakukan perawatan pasca melahirkan. Kelima, gangguan mental dan hipertensi pada ibu. Keenam, sakit infeksi yang berulang. Ketujuh, faktor sanitasi.
Inilah fakta nyata bobroknya sistem yang mengatur negeri kita saat ini. Sistem kapitalisme tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar masyarakat terutama generasinya.Menjadi penyebab menurunnya kualitas kesehatan pada generasi.
Supaya hal ini tidak menjadi ancaman pada kualitas generasi, sudah seharusnya pemerintah memperhatikan asupan gizi untuk masyarakat, dan melakukan tindakan pencegahan terhadap obesitas dan stunting yang masih saja terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Pemerintah juga harus meneliti, memperhatikan, dan memiliki data yang akurat terkait keluarga dengan penghasilan ekonomi di bawah rata-rata. Pun awamnya pendidikan terhadap pengetahuan soal gizi, karena masyarakat seperti inilah yang rentan terhadap stunting dan obesitas. Mereka yang semestinya mendapat perhatian lebih dan jaminan kesejahteraan dari negara.
Dengan perhatian dan jaminan ini, maka rakyat akan mendapatkan makanan yang bergizi dengan mudah dan murah. Tetapi ini hanya seperti mimpi dalam sistem saat ini. Sebagai bukti kasus stunting dan obesitas masih kerap terjadi.
Berbeda dengan sistem Islam, sebagai sistem yang langsung datang dari Pencipta demi menjamin kesejahteraan manusia, Islam sangat memperhatikan kualitas makanan yang beredar di tengah-tengah masyarakat.
Karena di dalam Al-Qur'an, Allah telah memerintahkan manusia untuk makan dan minum yang halal dan tayyib. Sebagaimana Allah berfirman:
"Wahai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal shalih."
(QS. Al Mu'minun:51)
Wahai manusia, makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan.
(QS. Al Baqarah:168)
"Wahai orang-orang yang beriman, makanlah kalian dari rezeki yang baik-baik yang telah kami berikan kepada kalian."
(QS. Al Baqarah:172)
Dalam sistem Islam khilafah menjamin kebutuhan pokok setiap individu rakyat mulai dari sandang, pangan, papan hingga pendidikan maupun kesehatan. Dengan mekanisme negara menjamin dan membuka lapangan kerja bagi laki-laki dewasa yang mampu. Mereka diwajibkan memberikan nafkah kepada istri, anak, dan keluarganya. Sehingga negara akan memberinya peluang pekerjaan.
Bagi rakyat yang tidak mampu baik dari segi fisik maupun dari segi mental, dan lain-lainnya. Maka Islam akan menetapkan mekanisme lain. Negara akan memberikan bantuan Yaitu melalui distribusi zakat atau bantuan cuma-cuma. Sehingga di dalam negara Islam khilafah kemiskinan ekstrem yang dapat memicu terjadinya stunting dan obesitas tidak akan dijumpai.
Allahu a'lam bisshawab.
Oleh: Musriatun
Aktivis Muslimah
0 Komentar