Topswara.com -- PT Pertamina Persero akan meluncurkan BBM produk baru pada akhir Juli 2023. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan bahwa BBM baru produk baru bernama bioetanol.
BBM baru milik Pertamina Persero ini menjadi pembicaraan hangat semua kalangan yang merupakan BBM jenis baru campuran pertamax beroktan 92 dengan nabati etanol.
VP Corporate Communication Fadjar Djoko Santoso mengatakan BBM pertamax akan dicampur 5 persen dari nabati etanol dan bahan bakar baru ini dengan nama E5. Menurutnya, harga E5 diperkirakan di atas harga pertamax saat ini alasanya karena Research Octane Number (RON) bioetanol lebih tinggi.
Jika benar harga bioetanol di atas pertamax, maka kisaran harganya ada di atas Rp12.500 per liter. Pasalnya, BBM Pertamina dengan RON 92 itu resmi turun di Jawa dan Bali per 1 Juni 2023 dari Rp13.300 per liter ke Rp12.500 per liter. Produksi bioetanol ini memang mengklaim mengurangi impor dan lebih ramah lingkungan. Demikian juga teknologinya sederhana dan dapat dikerjakan oleh siapa saja.
Namun, mengingat harganya yang lebih mahal dari pertamax, munculah berbagai pertanyaan di masyarakat sekitar, kebijakan BBM bioetanol ini untuk siapa? Dengan harganya yang mahal justru membuat rakyat semakin terbebani.
Untuk saat ini, mayoritas rakyat yang hidup dalam kondisi menengah ke bawah ini sudah kesulitan untuk mengakses BBM. Terlebih di tengah himpitan kebutuhan hidupnya yang semakin mahal dari hari ke hari, hanya sebagian kalangan yang dapat mengaksen BBM bioetanol, yakni para masyarakat menengah ke atas yang notabane kuantitasnya termasuk minoritas di negeri ini.
Persoalan kehidupan secara komprehensif tidak akan menyelesaikan masalah justru menambah masalah baru untuk kalangan masyarakat ke bawahnya. Jika mengingat pemerintah juga sebelumnya telah meluncurkan energi alternatif, yang sama-sama bersumber dari nabati dan diklaim ramah lingkungan yang diproduksi dari tanaman jarak.
Nyatanya, pabrik pengolahan minyak jarak yang dibangun pemerintah daerah juga pusat justru mangkrak, yang berkembang malah pabrik biji jarak milik swasta. Minyak jarak dikemas dan diekspor ke Jerman dan Jepang. Sementara itu, minyak jarak yang dihasilkan oleh petani dihargai sangat rendah hanya Rp500/kg.
Inilah kondisi yang terjadi, saat pengurusan rakyat berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan negara tidak pada pelayanan pemenuhan kebutuhan masyarakat, tetapi lebih pada keuntungan pihak pemilik modal. Paradigma pemikiran yang dibangun dalam aturan ini hanyalah pada keuntungan materi.
Negeri ini sungguh kaya akan sumber energi migas, tapi impor migas. Menjadikan rakyat harus membeli dengan harga malah untuk memenuhi kebutuhan BBM. Secara legal, para pemilik modal menguasai sumber-sumber energi, salah satunya migas.
Bahkan, ada aturan dalam Undang-Undang Sumber Daya Alam (UU SDA) yang mengharuskan negara mengekspor migas ke luar negeri sehingga memberikan kemudahan dalam pengelolaan kepemilikan umum kepada pengusaha, baik domestik maupun asing.
Demikian pula dengan adanya temuan baru pada energi terbarukan berupa bioetanol, menjadi peluang bisnis untuk para pemilik modal. Rakyat kembali yang terbebani dengan kebijakan penguasa. Kita bisa lihat, banyak program pemerintah yang mangkrak, dan tidak dapat dipungkiri apabila program BBM bioetanol yang diusung pemerintah ini pun terancam mangkrak pula.
Penyebab utama sulitnya merealisasikan politik bauran energi BBM dan lantaran harga masing-masing berfluktuasi, tergantung banyak faktor yang berbeda yang diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar global. Selain itu, harga BBM juga dipengaruhi pola konsumsi pangan dan kondisi geopolitik dunia.
Semua kondisi tersebut tidak akan ditemukan dalam pengaturan Islam. Sebab dalam Islam pemimpin bertanggung jawab memenuhi kebutuhan rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Seorang imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus). Ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya” (HR. Bukhari).
Sehingga, dalam membuat kebijakan, Islam mewajibkan negara untuk memudahkan hidup rakyatnya karena negara itua raa’in (pengurus). Dan kebijakan negara akan berjalan dengan perencanaan matang dengan melibatkan para ahli sehingga dapat membawa manfaat untuk rakyat dan aman untuk lingkungan.
Terkait dengan pengurusan energi yang merupakan kepemilikan umum, maka negara memastikan pengelolaan sumber energi tersebut untuk memenuhi kebutuhan rakyat.
Oleh karena itu, pengelolaan SDA tidak boleh diserahkan kepada pihak swasta. Demikian pula ketika ditemukan sumber energi terbarukan, pengelolaannya harus diserahkan kepada negara, demi memenuhi kebutuhan rakyat.
Jika dikembalikan kepada rakyat dengan membelinya, tentu dengan harga yang murah, mudah, dan terjangkau. Jika negara memperoleh keuntungan dari pengelolaan kepemilikan umum, maka ia akan mengembalikannya kepada rakyat berupa pelayanan kebutuhan rakyat lainnya, seperti sarana pendidikan gratis, layanan kesehatan, dan lain-lain.
Demikian pengelolaan sumber energi dalam Islam, hingga mampu memenuhi kebutuhan rakyat secara berkelanjutan. Sebab negara mandiri dalam mengelola SDA dan orientasinya mengurusi dan memenuhi kebutuhan rakyat.
Hal ini hanya dapat diwujudkan dalam sistem politik Islam yang menerapkan semua aturan kehidupan secara menyeluruh berlandaskan kepada akidah Islam.[]
Oleh: Ihsaniah Fauzi Mardhatillah
Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok
0 Komentar