Topswara.com -- Lagi-lagi atas nama kebebasan demokrasi, seorang pria asal Irak bernama Salwan Momoika (37) melakukan aksi pembakaran Al-Qur'an di luar mesjid Stockholm saat hari Idul Adha pada Rabu (28/6) di Swedia. Aksinya tersebut dilakukan di depan publik dan polisi. Akan tetapi ironisnya, pembakaran Al-Qur'an yang ia lakukan atas izin dari kepolisian dan pengadilan Swedia. (detikNews, 1/7/2023).
Sungguh pembakaran Al-Qur'an yang terjadi membuat umat Muslim geram dan mengecamnya. Apalagi kejadian seperti ini terus berulang. Karena sebelumnya politisi Swedia Rasmus Paludan melakukan hal yang sama.
Meskipun dengan dalih kebebasan berbicara dan berekspresi dalam demokrasi tetap tidak bisa dibenarkan. Sebab tidak bisa dipungkiri acap kali kebebasan dalam demokrasi itu melanggar norma-norma agama.
Dalam kasus tersebut menggambarkan pihak kepolisian dan pengadilan tidak berperan sebagai semestinya yaitu pengayom masyarakat dan penegak hukum. Akan tetapi justru mereka menjadi lembaga yang melegalkan aksi tersebut.
Pengadilan sebagai lembaga atau instansi resmi yang melaksanakan sistem peradilan berupa memeriksa, mengadili, dan memutus perkara seharusnya tidak mengizinkan seorang pun menghina atau menodai ajaran agama serta simbol-simbolnya.
Nyatanya memang seperti itulah jika kita hidup di bawah payung demokrasi yang mengagungkan kebebasan. Tidak ada batasan seseorang dalam berperilaku, sebab kebebasan dalam demokrasi lahir dari hawa nafsu.
Demokrasi sendiri merupakan hukum yang berasal dari manusia. Dalam sistem demokrasi, aturan agama justru dijauhkan dari kehidupan. Yang sejatinya Kehidupan haruslah diatur oleh Sang pencipta. Tetapi dalam demokrasi manusialah yang berkuasa membuat hukum dan peraturannya.
Maka tidak ayal aksi melanggar hukum pun dapat terbebas dari jerat sanksi karena dengan berbagai alasan. Hak asasi manusia dalam mengungkapkan pendapat (kebebasan berbicara) merupakan salah satu alasannya. Begitu pun tak ada hukuman berat menjerakan yang dijatuhkan kepada penghina Al-Qur'an.
Walhasil, sampai kapanpun kejadian seperti pembakaran Al-Qur'an dan penodaan terhadap Islam akan terus terjadi selama sistem demokrasi masih berdiri.
Namun, berbeda keadaanya ketika agama (syariat Islam) menjadi aturan kehidupan manusia. Islam mengatur perilaku manusia, ada batasan bagi manusia ketika berbicara maupun bertingkah laku. Jika apa yang diungkapkan dan dilakukan sudah keluar dari batasan atau menyimpang dari syariat, maka wajib ditindak dan diberi sanksi. Selain itu penegakan hukum yang keras bagi penista Al-Qur'an.
Dalam Islam, menghina Al-Qur'an merupakan dosa besar dan bagi pelakunya akan dijatuhkan sanksi berat berupa hukuman mati. Dengan dijatuhkannya sanksi berat bagi pelakunya maka tidak ada yang berani menista kitab suci umat Islam.
Al-Qur'an merupakan kalam Allah SWT. yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. sebagai pedoman hidup umat Islam. Maka wajib bagi setiap Muslim mengimaninya. Selain itu menjaga dan mengamalkan seluruh isinya merupakan kewajiban kita bersama. jika kita mencampakannya maka tidak sempurna pula keislaman kita.
Wallahu'alam.
Oleh: Ade Rosanah
Sahabat Topswara
0 Komentar