Topswara.com -- Kebakaran hutan kembali terulang, wilayah kalimantan seakan tak ada habisnya setiap musim kemarau di landa kebakaran hutan dan lahan menurut BPBD kalimantan selatan mencapai 163,15 hektare , menurut kepala pelaksana BPBD kalsel Raden suria fadhliyansyah mereka sudah mengerahkan pasukan serta peralatan yang ada untuk memadamkan api .
Selain itu di sejumlah daerah lain di Indonesia karhutla (kebakaran hutan dan lahan juga terjadi seperti di riau Kebakaran lahan meluas ke kawasan suaka margasatwa di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Diperkirakan, 10 hektare habitat gajah Sumatera ini musnah terbakar sejak pertengahan Juni lalu.
Kebakaran lahan ini terjadi di Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis. Kawasan gambut yang terdiri dari semak belukar musnah dilalap api.
Tim gabungan anggota Polri, TNI dan Manggala Agni berusaha memadamkan kebakaran lahan. Petugas menemukan juga kebun kelapa sawit milik masyarakat yang terbakar dalam kawasan hutan konservasi milik negara ini.
Menurut Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau Genman Hasibuan, kebakaran dipicu aksi pembukaan lahan dengan cara membakar untuk perkebunan kelapa sawit. Tim penyidik BBKSDA Riau dan polisi setempat sudah memeriksa kelompok warga yang diduga membakar habitat Gajah Sumatera.
Pemerintah dan Unesca sudah menetapkan Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil menjadi cagar biosfer yang berfungsi sebagai hutan tropis penyumbang oksigen dan rumah satwa dilindungi seperti gajah serta harimau Sumatera.(www.medcom.id)
Dampak dari kebakaran hutan tersebut meluas hingga ke negeri tetangga yaitu kabut asap yang mengganggu sejumlah penerbangan dan tentunya yang lebih parah lagi adalah kabut asap yang mengakibatkan terganggu nya kesehatan seperti sesak nafas sampai yang terparah adalah ISPA (infeksi saluran pernapasan akut).
Berulang nya karhutla (kebakaran hutan dan lahan) menunjukkan rendahnya kesadaran masyarakat dan gagalnya edukasi masyarakat tentang bahaya lingkungan ketika mereka menebang dan membakar hutan, untuk kepentingan pribadi dan juga kepentingan para pemodal untuk membuka lahan dengan cara praktis namun abai terhadap dampak nya.
Prilaku masyarakat ini bisa jadi karena dorongan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi nya yang tidak di jamin negara, negara hanya berpihak kepada para cukong swasta pemilik modal yang akan membuka lahan baru untuk perusahaan perusahaan mereka, dan rakyat hanya menjadi tumbalnya.
Sementara negara justru dengan mudahnya memberi konsesi hutan pada perusahaan besar, terlebih adanya kebutuhan untuk memperbanyak perkebunan sawit yang menjadi sumber biofuel. Saat ini banyak negara-negara yang mulai beralih ke biomassa sawit. Karena merupakan sumber bahan bakar ramah lingkungan yang terbarukan. Selain itu, bahan bakar yang berasal dari biomassa, dapat menutup siklus CO2. Sehingga membantu mempercepat emisi nol karbain,” terang Enri Pramuja, Jumat (21/10).
Inovasi tersebut menggunakan metode konversi dan jalur reaksi yang lebih mudah. Sehingga lebih efektif dan efisien. Senyawa yang didapatkan berupa γ-valerolactone. Terbuat dari selulosa hasil isolasi limbah tandan kosong sawit. Kemudian dilanjutkan dengan mengonversi, menggunakan metode Catalytic Transfer Hydrogenation dan katalis Ni/UiO-66.
Senyawa γ-valerolactone dapat dimanfaatkan menjadi biofuel. Aditif bahan bakar yang lebih baik dibandingkan dengan etanol. Senyawa tersebut memiliki keunggulan, yakni menurunkan konsentrasi asap dan karbon“Salah satu biomassa yang sangat berpotensi diaplikasikan sebagai biofuel adalah γ-valerolactone . Dapat dikonversi dari limbah kelapa sawit. Ini merupakan keunggulan bahan bakar dari biomassa monoksida pada kendaraan bermotor. “Salah satu biomassa yang sangat berpotensi diaplikasikan sebagai biofuel adalah γ-valerolactone . Dapat dikonversi dari limbah kelapa sawit. Ini merupakan keunggulan bahan bakar dari biomassa.
Metode yang digunakan untuk mengonversi senyawa γ-valerolactone, yakni Catalytic Transfer Hydrogenation (CTH). Memanfaatkan katalis MOF Ni/UiO-66. Metode tersebut diklaim jauh lebih unggul, dibandingkan metode konvensional lainnya. Karena tidak memerlukan suhu dan tekanan yang terlalu tinggi.
Selain itu, metode tersebut tidak memerlukan katalis logam mulia. Sehingga dapat mengonversi selulosa menjadi γ-valerolactone, meskipun pada suhu relatif rendah dan tanpa tekanan H2.
Sementara islam mengharuskan negara, melakukan langkah antisipasi secara komprehensif secara totalitas sebagai tanggung jawab negara untuk mencegah kamadhorotan bagi semua pihak dan menjamin kesejahteraan rakyat. Diantaranya islam mengatur masalah pengelolaan hutan sebagai paru-paru bumi.
Pengelolaan hutan menurut syariah mempunyai ketentuan diantaranya:
Pertama, hutan merupakan kepemilikan umum bukan kepemilikan individu atau negara
Kedua, pengelolaan hutan hanya di lakukan oleh negara saja bukan pihak lain misalnya swasta atau asing.
Ketiga, pengelolaan hutan dari segi kebijakan politik dan keuangan bersifat sentralisasi, sedangkan dari segi administrasi ditangani pemerintahan propinsi atau wilayah.
Keempat, negara memasukkan segala pendapatan hasil hutan kedalam baitul maal ( kas negara) dan mendistribusikan nya sesuai
kemaslahatan rakyat dalam koridor hukum syariah. Dan lain sebagainya.
Itulah Islam yang sangat menjaga dan memelihara hutan sebagai kekayaan alam untuk kesejahteraan dan kemaslahatan ummat.
Wallahu'alam bishowab
Oleh: Ade Siti Rohmah
Aktivis Muslimah
0 Komentar