Topswara.com -- Dewasa ini, kita dihadapkan pada kemajuan teknologi dan modernisasi dari berbagai aspek. Tidak terkecuali terkait dengan penyimpanan data identitas kita. Tetapi sayangnya, kemajuan teknologi seperti ini rentan mengalami kebocoran dan pencurian data digital.
Sudah banyak kasus pembobolan data digital, terkait identitas dan data pribadi yang ada di pemerintahan. Tetapi, sepertinya pemerintah belum juga memiliki solusi terkait masalah ini.
Masih segar dalam ingatan kita, kasus hacker Bjorka beberapa waktu lalu yang menyebar data-data pribadi pelanggan Telkom serta kasus kebocoran data nasabah salah satu bank BUMN, kini muncul kembali kasus pencurian data paspor warga negara Indonesia yang diduga dilakukan oleh hacker Bjorka.
Berawal dari unggahan akun pegiat informatika, Teguh Aprianto di akun Twitter @secgron. Teguh mengunggah tangkapan layar portal yang menjual data paspor Warga Negara Indonesia (WNI) yang terdiri atas nama lengkap, tanggal berlaku paspor, tempat tanggal lahir. Data tersebut dijual antara 10 ribu dolar AS atau sekitar 150 juta rupiah. Diduga ada sekitar 34 Juta data paspor yang bocor dan diperjualbelikan. Dikutip dari Tirto.co.id (8/7/2023).
Meskipun kejadian ini langsung ditindak lanjuti oleh Dirjen Imigrasi bekerja sama dengan Kementerian Kominfo dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) guna menelusuri dugaan kebocoran data tersebut. Tetapi, Kementrian Kominfo belum bisa menyimpulkan apakah benar terjadi kebocoran data atau tidak.
Berkali-kalinya kasus kebocoran data ini menunjukkan tidak adanya pengamanan data yang baik. Pemerintah masih kalah dari swasta yang lebih cekatan dalam melakukan evaluasi setelah mengalami kebocoran data.
Pantas jika kritik terhadap pemerintah terus mengemuka karena kinerja Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Kemenkominfo seolah mandul. Perannya tampak minimalis untuk melakukan pencegahan dari serangan peretas.
Negara harusnya belajar dari satu kesalahan kebocoran data, bukan sebaliknya. Data bocor lalu kecolongan berkali-kali. Seharusnya, negara yang memiliki dana besar dan kesinambungan sistem, tidak kalah dengan seorang individu peretas.
Sangat memalukan sebetulnya, ketika data sebuah negara yang harusnya bisa terjamin keamanannya, justru bisa diretas oleh seorang peretas yang bahkan negara tidak bisa melacak di mana atau siapa orang itu sesungguhnya
Pada era digitalisasi saat ini, kerentanan dunia siber bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang memiliki modal besar untuk memperjualbelikan data sesuai kepentingan mereka.
Oleh karena itu, negara seharusnya memiliki political will sebagai negara yang memiliki potensi SDM dengan dana besar yang bersumber dari kekayaan alam negeri ini. Sayangnya, hal ini sulit terwujud jika negara tidak memiliki visi besar sebagai negara adidaya yang kuat, mandiri, serta berdikari dan masih menggunakan sistem kapitalis.
Melindungi dan menjaga data pribadi warga negara adalah tanggung jawab negara. Negara harus memastikan jaminan keamanan data tidak disalahgunakan untuk kepentingan politik pihak tertentu. Bagaimanapun juga, melindungi privasi warga negara adalah kewajiban negara.
Salah satu fungsi negara ialah memberikan kenyamanan, perlindungan, dan keamanan bagi setiap warganya. Pada masa keterbukaan informasi saat ini, kejahatan di dunia maya pasti terjadi, salah satunya ialah peretasan data warga.
Oleh karenanya, sudah semestinya negara melaksanakan tugasnya dengan baik. Hal seperti ini tidak akan kita dapatkan dari negara yang menerapkan sistem kapitalisme.
Sifat kapitalis hanya mencari keuntungan tanpa melihat apa yang menjadi kewajibannya. Sehingga, dapat dipastikan negara yang menerapkan sistem sekularisme kapitalisme akan memberikan pelayanan seminimal-minimalmya kepada rakyat. Maka, harapan memiliki keamana data dalam sistem ini, hanyalah semu belaka.
Berbeda dengan sistem Islam. Sebagai sistem paripurna, Islam akan mengemban tugas tersebut secara serius dan amanah. Kepentingan dan kemaslahatan rakyat menjadi prioritas negara dalam melakukan pelayanan dan tanggung jawabnya.
Islam akan mengerahkan segala potensi yang ada untuk mewujudkan negara kuat dengan teknologi hebat. Dengan ini, fungsi negara sebagai pelindung keamanan data akan tepat dan bermanfaat. Hal ini akan terjadi, ketika syariat Islam diterapkan secara menyeluruh.
Islam akan menyiapkan SDM hebat yang mampu menjaga keamanan, lalu fasilitas teknologi mumpuni serta hukum untuk perlindungan data. Dengan integrasi ini semua, Islam mampu untuk mewujudkan keamanan data yang paripurna.
Wallahualam bishawab.
Oleh: D. Budiarti Saputri
Tenaga Kesehatan
0 Komentar