Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Karut Marut PPDB


Topswara.com -- Sebanyak 4.791 calon siswa dicoret akibat terbukti melakukan kecurangan dalam mengikuti proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023 di Jawa Barat. Salah satu kecurangannya adalah para peserta mengubah domisili di kartu keluarga.

Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat Wahyu Mijaya menyebut pencoretan 4.791 calon siswa tersebut merupakan akumulasi dari proses PPDB tahap 1 sampai tahap 2, dikutip dari Kompas TV (19/07/2023).

Ironinya, hampir diseluruh wilayah Indonesia selama lima tahun terakhir ini mengalami kejadian yang sama yaitu terjadi carut marut kisruh dalam proses PPDB. Banyak terjadi kecurangan, pemalsuan bahkan penyuapan agar siswa dapat masuk ke sekolah negeri favorit. 

Seringkali siswa melakukan kecurangan pemalsuan domisili, nilai raport atau prestasi akademik dan ada juga sekolah yang melakukan jual beli kursi dengan harga yang tidak murah. 

Semua itu terjadi karena sebelum diterapkan sistem zonasi ini sudah ada sekolah yang dianggap favorit. Dimana disekolah favorit tadi sarana prasarana sekolah lengkap, guru-gurunya dianggap profesional, siswanya dari anak-anak yang pintar, bahkan lulusan dari sekokah tersebut mudah diterima di perguruan tinggi ternama. 

Pada saat sistem zonasi diberlakukan, pemerintah belum memberikan fasilitas yang sama untuk setiap sekolah yang ada diseluruh wilayah Indonesia, baik di kota besar sampai kepelosok desa. Sehingga demi masa depan terbaik anaknya, masyarakat tetap berbondong-bondong mendaftarkan anaknya di sekolah favorit, dengan segalacara. 

Kebutuhan pendidikan di Indonesia masih sangat tinggi, sayangnya jumlah sekolah negeri masih sedikit dibanding jumlah peserta didik. Negara belum mampu menyediakan semua fasilitas yang dibutuhkan pendidikan selayaknya sekolah favorit, sehingga mengharuskan negara bermitra dengan pihak swasta. Kesempatan ini menjadi peluang besar bagi pihak swasta mengkapitalisasi sistem pendidikan di negeri ini, bahkan negara cenderung membiarkan. 

Dalam UUD 1945 pasal 31 menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan pemerintah wajib membiayainya. 

Faktanya dengan campur tangan pihak swasta menyebabkan masyarakat kesulitan mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan unggul, yang hanya terjangkau bagi orang kaya saja. Negara hanya sebagai regulator, bukan pengurus urusann umat, inilah buah dari penerapan sistem demokrasi kapitalisme sekularisme liberalisme dalam sistem kehidupan termasuk di dalam sistem pendidikan. 

Kapitalisasi pendidikan sebagai jalan penjajah kaum kuffar melemahkan generasi calon pemimmpin. Sistem pendidikan ini hanya berorientasi pada materi, selembar ijazah dan minim keahlian yang menafikkan nilai-nilai keimanan kepada Allah, menyebabkan menghalalkan berbagai cara untuk meraih segalanya. 

Tidak heran jika terjadi banyak kecurangan, manipulasi, penipuan, pemalsuan, jual beli kursi dalam proses PPDB, semua akibat sistem pendidikan kapitalis sebagai akar masalahnya. Sungguh sangat jauh berbeda dengan sistem pendidikan Islam.

Dalam Islam, negara bertanggung jawab terhadap seluruh urusan umat Seorang kepala negara atau Khalifah dimintai pertanggung jawaban atas seluruh urusan rakyatnya, termasuk dalam hal pendidikan. 

Dalam Islam negara memberikan jaminan pendidikan kepada seluruh rakyatnya dengan gratis, berkualitas tinggi dan berbasis dengan akidah Islam. Negara akan menyediakan infrastruktur, sarana prasarana sekolah lengkap, laboratorium, perpustakaan, kurikulum yang bertujuan membentuk generasi berkepribadian Islam dan adanya guru-guru yang berkompeten dengan gaji yang tinggi.

Demikianlah dengan pendidikan yang berlandaskan akidah Islam, membentuk pola sikap dan pola pikir Islam, sehingga mencetak generasi bersakhsiyyah Islam, yang mampu menjadi ulama, ilmuwan bahkan pejuang Islam dan para pemimpin-pemimpin yang amanah dan takut kepada Allah SWT.


Oleh: Yesi Wahyu I.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar