Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Islamofobia Kembali Terjadi, Islam Kaffah Solusi Hakiki


Topswara.com -- Irak desak Swedia ekstradisi pelaku pembakaran Al-Qur'an, Salwan Momika, yang dikatakan berasal dari Irak. Irak pada hari Kamis meminta Swedia untuk mengekstradisi seorang pria Irak yang dilaporkan membakar Al-Qur'an di luar masjid Stockholm minggu ini. 

Langkah itu dilakukan beberapa hari setelah Momika, yang dikatakan berasal dari Irak, dilaporkan menginjak kitab suci umat Islam dan membakar beberapa halaman di depan masjid terbesar di Ibu Kota Swedia pada Selasa lalu. 

Kementerian Luar Negeri Irak telah memanggil duta besar Swedia atas pembakaran itu, menurut pernyataan yang dibagikan di Twitter. Kementerian itu mengutuk izin pemerintah Swedia bagi para ekstremis untuk membakar salinan Al-Qur'an, bunyi pernyataan itu. 
(SINDOnews.com, 01/07/2023).

Asal-usul Islamofobia

Terlepas dari dinamika aksi pembakaran Al-Qur'an di Swedia, menarik untuk ditelusuri bagaimana asal-usul islamophobia yang telah menjamur di seluruh dunia sebagai wujud kebencian terhadap Islam. 

Pusat Kajian Ras dan Gender, Universitas California-Berkeley menjelaskan, istilah “Islamofobia” pertama kali muncul sebagai suatu konsep dalam sebuah laporan "Runnymede Trust Report” tahun 1991. Ini didefinisikan sebagai permusuhan tidak berdasar terhadap umat Islam. 

Dengan kata lain, islamofobia dimengerti sebagai ketakutan atau kebencian terhadap semua atau sebagian besar umat Islam. Istilah ini diciptakan dalam konteks umat Muslim Inggris khususnya dan Eropa umumnya, dan dirumuskan berdasarkan kerangka “xenofobia” (ketakutan dan kebencian terhadap orang asing) yang lebih luas.

Disebutkan dalam salah satu buku karya Karen Armstrong, islamofobia merupakan suatu bentuk prasangka yang direkayasa maupun ketakutan yang salah satunya dipicu oleh struktur kekuasaan global. 

Seperti diketahui, saat ini kuasa dipegang oleh Eropa dan Orientalis. Seiring waktu, ketakutan atau prasangka ini diarahkan pada isu ancaman orang-orang Islam. Hal tersebut mencakup usaha mempertahankan dan memperluas pelbagai kesenjangan yang ada di dalam hubungan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. 

Hingga pada akhirnya, aksi kekerasan dianggap perlu digunakan sebagai cara untuk melakukan pembenahan peradaban. Sasarannya, tidak lain komunitas-komunitas umat Muslim atau yang lainnya. Salah satunya tercermin dari aksi pembakaran Al-Qur'an di Swedia pekan lalu.

Para penganut paham sekuler yang menggaungkan bahwa Islam adalah pemecah belah antar manusia, intoleransi dan bahkan seperti fakta diatas yaitu penyebar virus. 

Padahal akibat paham sekuler mereka lah justru yang memecah belah manusia. Masyarakat yang harusnya harmonis, mereka rusak karena hoax dan tuduhan-tuduhan keji mereka mengenai agama, terutama agama Islam. 

Rusaknya sistem sekularisme terlihat jelas karena memisahkan agama dari kehidupan, mereka tidak ingin diatur, mereka mengagungkan kebebasan dan HAM, dan kesetaraan. Mereka merasa terusik jika ada aturan baku yang mengatur hidup mereka.

Padahal dengan aturan lah manusia terarah hidupnya. Mereka lebih mengagungkan peraturan yang datang dari manusia yang lemah dibandingkan aturan Allah. Bahkan mereka menganggap agama tidak perlu dibawa-bawa ke dalam kehidupan. 

Orang–orang yang terjangkiti islamofobia memiliki persepsi negatif terhadap Islam. Dalam gambaran mereka Islam lebih rendah dibanding budaya Barat, lebih berupa ideologi politik yang bengis daripada berupa suatu agama. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa islamofobia muncul akibat rekayasa penguasa barat dan antek–anteknya, khususnya Amerika.

Mereka kerap menebar ketakutan dan teror terhadap simbol dan ajaran Islam. Melabeli para ulama dan aktivis Islam yang menginginkan penerapan syariah Islam sebagai radikal, ekstrimis, fundamentalis dan yang semisal dengannya.

Ditambah adanya framing media pro Barat yang membentuk citra buruk terhadap ajaran Islam. Mereka menuduh ajaran Islam tidak layak untuk diterapkan oleh negara. Ajaran mengenai sanksi Islam serta syariah yang mengatur perempuan misalnya, selalu mereka serang. 

Termasuk tuduhan bahwa syariah Islam berpotensi memecah belah persatuan yang ada. Dan tujuan Barat menciptakan islamofobia semata untuk menghalangi kebangkitan Islam. 

Itu artinya islamofobia hanya dapat dihentikan jika aturan Islam dijalankan secara sempurna dalam kehidupan individu, masyarakat, dan negara. Dengan begitu kehidupan Islam yang indah akan terlihat nyata dimata semua orang. Dimana Islam akan memenuhi hak–hak warga negara baik muslim dan non muslim. Keadilan akan diwujudkan.

Harta, nyawa, dan kehormatan Muslim dan non muslim warga negara Islam akan dijaga. Sehingga rahmat Islam dapat dirasakan oleh semua. Sebenarnya kemampuan Islam dalam menjaga perdamaian telah ditunjukkan oleh sejarah. 

Salah satunya adalah apa yang ditunjukkan oleh tokoh muslim fenomenal Muhammad al Fatih. Saat al Fatih menguasai Konstantinopel tahun 1453 M, tak ada pemaksaan dan pengusiran terhadap warga non muslim. 

Ini terbukti dari adanya seratus bangunan gereja dan seratus bangunan sinagog yang masih ada disana hingga saat ini. Dalam kekhilafaah Islam telah meniscayakan khalifah mengayomi semua agama dan ras. Tidak ada xenofobia atau rasa takut yang tercipta atas orang selain Muslim. 

Karena Allah SWT memang memerintahkan demikian. Sesuai hadis Nabi dalam riwayat Imam Ahmad, pemimpin dalam Islam adalah pengurus (ra’in) dan pelindung (junnah) bagi seluruh warganya. 

Wallahu a’lam bishawab.


Oleh: Tri Setiawati, S.Si
Sahabat Topswara
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar