Topswara.com -- Pelajar Bekasi diberikan edukasi agar lebih melek media sosial, yang mana tujuan dari edukasi tersebut adalah mengajarkan siswa maupun siswi bertanggung jawab dalam bermedia sosial.
Hal ini disampaikan dalam acara yang diselenggarakan oleh Kemenkominfo RI, pada Rabu, 14 Juni lalu bersama Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi. Kemudian, Kepala Seksi Pendidikan Madrasah Kementrian Agama Achmad Zainal Muttaqien mengatakan bahwa dalam bersosial media harus dengan kesadaran dan kejujuran.
Selain dengan kesadaran, beliau juga menganjurkan pelajar menggunakan media sosial untuk sesuatu yang mengandung manfaat dan bersifat kemanusiaan serta kebaikan.
Serta menghindari situs-situs negatif seperti konten asusila, situs perjudian, bullying, pencemaran nama baik dan berita bohong. Beliau juga menyebutkan, bahwa bermedia sosial ini harus menghargai perbedaan, mengapresiasi kelebihan orang lain dan memotivasi kekurangan orang lain.
Pada intinya para pelajar harus bijak menggunakan media sosial, serta menghargai orang lain terlebih teman sebaya. Jika ada kekurangan harus didukung dan memotivasi, bukan memunculkan ketakutan bagi orang lain. Sebab, perbedaan bukan hal yang buruk malah menjadikan warna dalam hidup.
Dari pemaparan Dosen Universitas Bina Nusantara Daru Wibowo, tentang masalah yang akan ditimbulkan di dunia digital, yaitu sanksi hukum saat adanya pelanggaran etika bersosial media. (Jjpn.com, 15/06/2023) Tidak hanya di Bekasi, Fikom Umri juga telah melaksanakan Kuliah Umum dan Seminar Literasi Digital.
Kegiatan tersebut menghasilkan keputusan bahwa Fikom (Fakultas Ilmu Komunikasi) Universitas Muhamadiyah Riau akan mengharuskan seluruh mahasiswanya fokus dengan empat pilar dalam menggunakan teknologi digital.
Termasuk ketika mengakses internet, harus menggunakan empat pilar tersebut yakni digital literasi, digital ethics, digital safety dan digital culture. Sehingga, ketika mereka lulus akan siap menghadapi peluang dan kesempatan di dunia kerja. (umri.ac.id, 13/6/2023)
Digitalisasi memang tidak lepas dari dua dampak, yanki dampak positif dan negatif. Di era yang juga tengah menghadapi berbagai macam krisis, khususnya krisis akhlak para individu kapitalis dalam era digital ini, edukasi literasi digital di rasa masih kurang menekan angka kejahatan yang ditimbulkan oleh dunia digital itu sendiri.
Sebab, sistem yang masih berkuasa di negeri ini juga tidak menjamin akan perbaikan akhlak dan moral masyarakat maupun pemerintahnya.
Belum lagi, teknologi hari ini hanya berfokus pada asas manfaat semata. Bukan untuk mendidik tiap individunya, untuk kembali pada ketaatan dalam melaksanakan hukum Allah.
Tidak adanya penggalian hukum yang tepat, menjadikan dunia digital bumerang bagi masyarakat terutama kaum muda. Pasalnya, dunia digital saat ini yang paling banyak peminatnya adalah kaum pemuda.
Seperti yang kita pahami, bahwa pemuda adalah kunci penerus peradaban yang terdahulu. Masa muda merupakan masa pencarian jati diri, namun, di era kapitalisme ini pemuda seolah teralihkan visinya.
Yang seharusnya pemuda berperan sebagai garda terdepan dalam membentuk pemikiran umat yang cemerlang, justru harus menelan kenyataan pahit dengan berbagai macam doktrin sesat yang di sebarkan melalui teknologi digital.
Teknologi telah dikuasai oleh kapitalis, sehingga hal tersebut dimanfaatkan para pemilik modal untuk mengeruk keuntungan.
Sebut saja industri hiburan, teknologi informasi sudah bukan lagi mengakses konten-konten mendidik, malah dicekoki dengan konten yang hanya memunculkan hasrat seksual dan tindak kriminal lainnya. Dan hal ini menimbulkan banyak persoalan pemuda hari ini, seperti seks bebas, kenakalan remaja berupa perundungan dan kekerasan, tawuran, balap liar dan masih banyak lagi.
Dengan diadakan seminar atau pelatihan terkait literasi digital, kapitalisme hanya mengarahkan individu-individunya untuk bersaing di dunia kerja. Orientasi pemuda kapitalis bukan lagi mengarah pada perbaikan, tetapi malah semakin membawa dampak buruk bagi pemikiran mereka. Jelas sekali, bahwa fungsi teknologi hari ini hanya untuk mengeruk materi sebanyak-banyaknya dengan merusak generasi mudanya.
Edukasi Literasi Kapitalisme Bukan Solusi
Persoalan media sosial di era digital yang banyak menimbulkan masalah, tidak pernah sepi pemberitaan kriminal yang seolah tiada henti. Dengan edukasi para pemuda di sistem yang serba mengedepankan manfaat materi, tidak efektif untuk mengatasi persoalan pemuda maupun masyarakat. Kapitalisme yang tetap hidup dengan akidah sekulernya, hanya akan menambah persoalan baru.
Karena semua yang ada di tangan sistem hari ini, di ukur dengan kacamata manfaat dan keuntungan saja. Tidak perduli dampaknya, alih-alih menyelamatkan pemuda dan masyarakat, edukasi yang bertema "literasi digital" ini hanya solusi tambal sulam.
Mengatasi masalah dengan masalah baru, pemerintah yang hanya sebagai regulator belum mampu menyelamatkan generasi muda dari dampak dari teknologi digital ini.
Digitalisasi Ala Kapitalisme Runtuhkan Identitas Pemuda
Selain membawa dampak positif, kemajuan teknologi digital saat ini justru lebih banyak mengandung informasi yang sifatnya sia-sia. Sebab, banyak konten-konten pemuda yang nyeleneh bahkan tidak jarang konten yang mengarah ke penistaan agama. Dengan hanya diadakannya edukasi, tidak akan mengubah pemikiran umat ke arah yang lebih baik.
Karena kapitalisme yang mengedepankan materi semata, akan mengekspos konten yang dianggap dapat menguntungkan pihak kapitalis. Tidak memikirkan dampak yang akan diperoleh akibat mengkonsumsi konten tersebut, sekalipun itu mengolok-olok agama tertentu tidak terkecuali Islam.
Bahkan candaan berbau penistaan agama, pembakaran Al-Qur'an, dan konten lainnya yang merusak nama agama masih terjadi. "Apakah edukasi literasi digital mampu menekan angka konten-konten negatif di media sosial?" sepertinya itu adalah hal yang mustahil. Sebab, kenyataan hari ini masih banyak konflik terkait konten negatif terpampang di media sosial.
Payung hukum kapitalisme juga tidak mampu memberantas konten merusak, UU ITE hanya dibuat sesuai dengan keinginan penguasa dan kapitalis.
Sebut saja ketika ada konten kritik pada penguasa, seketika pihak Kominfo akan menindak akun yang telah mengkritik tersebut sesuai pasal-pasal yang ada di UU ITE. Tetapi, konten penistaan agama dibiarkan dengan dalih kebebasan ekspresi.
Sungguh jauh dari kata adil hukum hari ini, hingga masyarakat tidak dapat terhindar dari kehancuran berfikir akibat informasi yang mereka peroleh dari digitalisasi ini.
Tidak adanya filter dari negara, yang akhirnya konten tidak mendidik masih lolos dan menjadi konsumsi publik. Bukan hanya orang dewasa, bahkan anak-anak juga tidak jarang menjadi korban konten tidak mendidik.
Sehingga, hari ini melahirkan generasi yang tidak terdidik padahal secara akademik mereka berstatus sebagai pelajar. Sebab, pendidikan ala kapitalisme hanya sebatas lembaga pendidikan semata tetapi minim visi yang menjadikan setiap individunya hanya berorientasi pada prestasi akademik saja.
Jadi, sudah jelas bahwa ini bukanlah kerusakan yang sifatnya individu, tetapi merupakan kerusakan sistemik yang seharusnya diganti.
Islam Solusi Sistemik Generasi Digital
Di tengah kehancuran generasi akibat dampak negatif dari digitalisasi, Islam melahirkan aturan yang sesuai dengan apa yang tengah dihadapi oleh masyarakat.
Dengan adanya penggalian hukum yang kompleks, permasalahan apapun termasuk literasi teknologi digital yang merupakan keniscayaan akan melanda masyarakat khususnya pemuda. Jauh sebelum itu, peradaban Islam adalah peradaban yang sangat kaya dan maju dari segi sains dan teknologi.
Bahkan ketika dunia Barat mengalami masa kegelapan atau the dark age, Islam unggul di bidang sains dan teknologi. Sebab, Islam mempunyai buku-buku ilmiah karya para cendikiawan muslim. Semuanya menjadi sumbangan peradaban, yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan umat.
Maka, tidak heran jika Islam berhasil melahirkan banyak sosok-sosok inspiratif. Dan generasi muda pada masa Islam, telah melahirkan para ilmuwan muslim di berbagai bidang. Itu semua bukan hanya sekedar edukasi, namun, keimanan kaum Muslim dibina oleh para kader untuk memastikan keimanan mereka tetap utuh di era berikutnya dengan segala kemajuan informasi dan teknologi termasuk digital.
Islam mempunyai filter terhadap konten negatif, serta memiliki kepala negara yang sangat peduli akan akidah masyarakatnya. Penguasa dalam daulah Islam, tidak akan membiarkan akidah umat tercabik-cabik oleh informasi yang tidak mendidik. Sehingga, keimanan kaum muslim tetap terjaga dan tidak mudah di goyahkan oleh tontonan negatif yang muncul di media masa.
Daulah Islam juga tidak akan membiarkan orang sembarangan membuat informasi di media digital, karena Islam memiliki penguasa yang bukan hanya mengontrol, tetapi juga sebagai pelaksana hukum syarak. Sehingga, tidak akan ada masyarakat yang terjebak dalam informasi maupun tontonan yang bersifat negatif.
Hukum yang berlaku bagi pelaku penyebar informasi yang mengandung penistaan agama, penyebar berita bohong, konten yang membangkitkan syahwat/pornografi, dengan hukum yang sesuai apa yang telah digali oleh Khalifahnya. Sehingga, masyarakat hanya diberikan informasi yang bersifat membangun keimanan dan hubungan mereka dengan sang khalik.
Literasi tentang digital juga dibuat, hanya untuk menjadikan sumbangsih agar umat tercerahkan dengan ilmu pengetahuan yang ada. Bukan menjadikan literasi sebagai alat untuk memperbudak umat, agar menjadi mesin penghasil uang.
Negara bertanggung jawab atas kokohnya fondasi iman masyarakatnya. Sehingga, umat tetap fokus pada visi sesungguhnya yaitu meraih ridha Allah SWT. semata. Bukan menjadikan materi sebagai orientasi hidup, melainkan hanya untuk bertahan agar mampu beribadah kepada sang khalik.
Hanya Islam yang mampu mengubah pemikiran umat, meski di tengah kemajuan teknologi sekalipun. Karena, individu yang terbentuk secara jemaah dalam Daulah Islam, menjadikan dakwah sebagai penguat akidah satu sama lain.
Begitu juga ketika menghadapi gempuran era digital, mereka tetap memanfaatkan teknologi informasi digital untuk berdakwah, mengingatkan satu sama lain dan membuat konten yang sifatnya positif dan memberikan pertahanan iman agar umat tidak lalai.
Sudah saatnya, kita mulai mengganti sistem kehidupan ini dengan sistem pemerintahan yang berdasarkan dengan hukum Allah. Karena, hanya hukum Allah lah yang sesuai dengan fitrah kita sebagai hamba-Nya. Pemikiran masyarakat tidak akan pernah akan berubah, selama sistem kapitalisme masih bercokol di bumi ini.
Seperti firman Allah SWT. dalam QS. Ar-Ra'du : 11 yang artinya, "Allah tidak akan mengubah suatu kaum, jika tidak mau mengubahnya sendiri". Tidak ada yang perlu kita pertahankan dengan sistem hari ini, sebab kerusakan sistemiknya sudah amat luas. Bahkan akidah umat sudah di ambang kehancuran, akibat sistem yang di anut negeri ini. Berjuang layaknya para pendahulu kita, agar semuanya hidup berkah dengan Islam kafah akan terwujud.
Jika bukan kita sendiri yang memgkaji tsaqafah Islam, "lalu siapa lagi yang akan mengubah hidup ini dengan Islam?". Tentu kita rindu dengan kesejahteraan yang telah Islam bangun selama kurang lebih 13 abad lamanya. Dan pastikan kita menjadi bagian dari para pejuang, bukan bagian dari pecundang. Karena balasan Allah itu tidak main-main yaitu surga-Nya.
Allahu a'lam bisshawab.
Oleh: Antika Rahmawati
Aktivis Dakwah
0 Komentar