Topswara.com -- Terkait fenomena perceraian yang marak terjadi bahkan mengumbar masalah rumah tangga di media sosial atau konferensi pers, Pengasuh Daurah Kitab At-Tanbih Tasqif.com Ustaz Utsman Zaid Asy-Sidany
mengatakan lihat dulu fatwanya, apakah termasuk hajat atau darurat.
mengatakan lihat dulu fatwanya, apakah termasuk hajat atau darurat.
“Lihat dulu apakah termasuk hajat atau darurat? Banyak fatwa kontemporer yang membolehkan dengan alasan hajat, tanpa merinci status wanita mu’tadah tersebut. Namun, jika jeli membaca fikih, tampak ketidaktepatan memberikan fatwa secara global dalam perkara yang butuh rincian,” terangnya dalam Channel Youtube Ngaji Subuh, Episode 1139 Kajian Fiqh: Hukum-Hukum Terkait Masa Iddah, Kamis (29/06/2023).
Ia mengatakan, dalam fikih klasik dikatakan seorang wanita yang dalam masa iddah boleh berbagi rasa dengan seorang wanita yang menjadi tetangganya (Hasyiyah al-Bajuri, 3/101). Jadi, jika medsos disetting hanya teman wanita, maka boleh.
“Jika sharing berita di-setting publik sehingga mengundang diskusi semua orang termasuk lelaki nonmahram, dari sisi esensi mirip dengan fakta keluar rumah dan bergaul dengan publik. Maka hukumnya mungkin saja mengikuti hukum keluar rumah,” imbuhnya.
Ia mencontohkan seperti, aktif di media sosial selama masa iddah. Fakta baru yang belum ada dalam kitab klasik maupun kontemporer. Takyif fiqh mengurai suatu bahasan tertentu dengan menggolongkan kepada pokok atau akar masalah apa dikembalikan.
“Pertama, foto, video, live streaming ketika status berbagi berita telah jelas, maka hukum berbagi foto, video dan live streaming juga jelas. Perlu diingat, ada iddah bagi wanita mu’tadah terutama tafajju bagi wanita mu’tadah karena wafat. Demikian juga masalah mencari teman atau berkomunikasi atau berdiskusi di media sosial,” tambahnya.
Kedua, berjualan termasuk ke ranah hajat yang dijelaskan pada pembahasan keluar rumah bagi wanita mu’tadah. Boleh dilakukan yang ditinggal meninggal dan talak ba'in tidak hamil. Jika termasuk hajat status talak raj’i wajib mendapat izin suami. Kemudian, jika ba'in dan sedang hamil atau iddah wafat, boleh jika darurat dan jika ba'in tetapi tidak hamil, boleh jika ada hajat.
Kemudian, ketiga, saling berkomentar dengan kaum laki-laki. Pada dasarnya wanita dan laki-laki tidak diperkenankan berinteraksi tanpa ada hajat syar’i, apalagi ketika berstatus mu’tadah. “Sebab makna menetap di rumah adalah untuk tafajju ketika suami wafat, masih milik suami dalam kasus talak raj’i, atau masih dalam perlindungan syara’," imbuhnya.
Namun, ketika talak ba'in sehingga tidak dapat dilamar. Bisa saja tidak mengikuti hukum keluar rumah. Sebab makna yang terdapat dalam konteks ini tidak dapat dipastikan sama dengan makna keluar rumah.
Definisi Iddah
Ia menjelaskan, definisi menurut Syafi’iyah masa iddah adalah muddatun tatarabbasu al-mar’atu. Waktu wanita menunggu diri mereka sendiri. Dalam rangka memastikan rahimnya kosong. Tafajju kepada suami dalam kondisi ditinggal meninggal, wujud bela sungkawa terhadap kematian suami, dan ta’abbud, beribadah kepada Allah SWT.
“Sebab-sebab uddah adalah alfurqah. Pertama, perpisahan dikarenakan kematian dan ditinggal hidup. Apabila ditinggal meninggal dalam keadaan hamil, masa iddah selama hamil berakhir ketika melahirkan dan tidak sedang hamil. Kemudian, apabila belum haidh, menopause dan masih subur maka masa iddahnya 4 bulan 10 hari,” bebernya.
Kedua, perpisahan dalam kondisi suami masih hidup karena talak, karena fasakh (pembatalan nikah). Baik karena li’an atau faktor lain yang dibatalkan oleh pengadilan. Baik karena talak maupun fasakh, bagi wanita dalam kondisi hamil, masa iddah hingga melahirkan.
“Tidak hamil, jika belum pernah disetubuhi, tidak ada masa iddah, jika sudah disetubuhi dan tidak hamil. Kemudian jika masih subur maka tiga kali quru’ (Syafi’iyah adalah suci, Hanafiah adalah haid), belum haid atau menopause, masa iddahnya tiga bulan,” terangnya.
Apabila seorang istri ditinggal meninggal maka melakukan ihdad, yakni tidak berhias meski di rumah, tidak memakai wewangian, tidak memakai baju bagus, tidak mengenakan perhiasan, serta melazimi atau menetapi rumah biasa bersama suami.
“Ihdad bagi wanita mu’tadah apabila talak raj’i yaitu menetap di tempat yang disediakan suami. Bisa di tempat dulu bersama suami, boleh juga tempat lain yang disediakan suami,” jelasnya.
Ia menekankan, istri wajib mendapatkan nafkah selama masa iddah. Tidak boleh keluar kecuali darurat dan seizin mantan suami. Tidak boleh dilamar lelaki baik secara sharih/gamblang maupun kiasan dan haram bagi wanita dalam masa iddah melakukan aktivitas yang tergolong menawarkan diri untuk dilamar baik secara lisan, tulisan, maupun isyarat.
“Landasan masa iddah adalah dalam surah At Thalaq ayat 1 yakni tidak boleh mengusir wanita mu’tadah juga larangan wanita mu’tadah untuk keluar rumah. Dalam hadis riwayat Jabir bin Abdillah, bibi beliau telah ditalak. Kemudian bibinya keluar dan bertemu dengan laki-laki karena akan menjual hasil panennya. Jabir menegur bibinya. Bibinya mengadukan perihal tersebut kepada Rasulullah akan tetapi Rasul mengizinkan,” tambahnya.
Ia menyimpulkan, dari dua dalil di atas bisa dipahami ada perbedaan kapan perempuan dalam masa iddah boleh keluar kapan tidak. Iddah thalaq terbagi dua yaitu thalaq ba'in, kondisi tidak hamil. Boleh di siang hari, bukan malam hari, jika ada hajat, dan tidak ada orang yang dapat membantu hajatnya. (Annajmu Tsaqib jilid 8 hal 337-338). Dan thalaq raj’i dan thalaq ba'in sedang hamil. Tidak boleh, kecuali ada darurat atau izin mantan suami.
“Iddah wafat ada dua, talak ba'in, kondisi tidak sedang hamil. Boleh di siang hari, bukan malam hari, jika ada hajat serta tidak ada orang yang dapat membantu hajatnya. Dan talak raj’i dan talak bain sedang hamil. Tidak boleh, kecuali ada darurat atas izin suami,” terangnya.
“Imam Al-Bajuri memberikan kaidah untuk memudahkan setiap perempuan yang dalam masa iddah yang tidak mendapatkan hak nafkah (talak ba'in) dan ditinggal meninggal serta tidak ada yang bisa membantu hajatnya, maka boleh keluar. Sedangkan wanita mu’tadah talak raj’i dan talak bain yang hamil, tidak boleh keluar kecuali seizin mantan suami atau karena keperluan darurat,” pungkasnya. []Sri Nova Sagita
0 Komentar