Topswara.com -- Peredaran Narkoba di dalam Lembaga Pemasyarakatan (lapas) bukanlah hal baru, hal ini sudah ada sejak lama dan sudah menjadi rahasia umum. Dan setiap lapas berbeda-beda cara mereka memainkan pengedaran narkoba.
Terbaru, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI Komisaris Jenderal Polisi Petrus Reinhard Golose menyebutkan banyak narapidana narkotika berusaha mengendalikan peredaran obat terlarang dari dalam lembaga pemasyarakatan, (Makassar.antaranews.com, 25/06/2023).
Sebenarnya, tidak heran jika narapidana (napi) di dalam lapas masih bisa bekerja, mengendalikan narkoba di luar lapas, karena di dalam lapas banyak transaksi untuk napi bisa nyaman. Narkoba di dalam lapas itu semua ada, bahkan mereka bisa bebas memakai narkoba karena tidak takut di tangkap polisi.
Sejatinya, Pengendaran narkoba di Indonesia tidak akan pernah bisa hilang atau berkurang karena bandar atau kurir yang tertangkap, di dalam lapas mereka di fasilitasi untuk bekerja mencari uang dengan mengendalikan narkoba di dalam lapas.
Jika diurut secara terstruktur, setiap lapas yang berkuasa adalah Kepala Lembaga Pemasyarakatan (KaLapas), yang kedua adalah Kepala Kesatuan Pengamanan Lapas (KPLP) atau biasa di kenal dengan Kepala Sipir.
Jadi apapun peraturan-peraturan yang keluar dari KaLapas pasti akan mempengaruhi keadaan yang terjadi di lapas. Mulai dari cara kerjanya, mencakup permainan narkobanya, atau apapun itu, semua tergantung pada KaLapas.
Meskipun di atas KaLapas masih ada yang namanya Kepala Kantor Wilayah (KaKanWil). Jadi ibarat Presiden, kalau Presidennya ganti pasti aturan akan berubah dan Negara pasti ada perubahan. Begitupun lapas, oleh karena itu lapas ibarat negara di dalam negara, karena di tempat itu seperti ada universe-nya sendiri.
Uang adalah segalanya di dalam lapas. Segalanya dapat dijadikan ladang bisnis. Memiliki uang dan keahlian tertentu pasti hidup, karena dengan uang siapapun dan apapun bebas di lakukan. Mulai dari yang paling bejat sampai yang paling enak sekalipun.
Perlu di ketahui bahwa setiap Lapas memiliki treatment/rules/culture yang berbeda-beda dari yang hancur sehancur-hancurnya sampai yang bagus, meskipun tidak ada satupun lapas yang benar-benar bagus seutuhnya, tidak sama semua lapas. Treatment-nya berbeda tetapi konsepnya sama.
Di dalam instansi lapas, terdapat sebuah perusahaan pada umumnya. Ada divisinya setiap petugas-petugas di dalam mulai dari :
Subseksi Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan (Bimkemaswat), yang mengontrol seluruh masalah integrasi urusan-urusan registrasi, remisi, sikap dan perilaku napi yang rajin dan malas, napi yang sering beribadah dan tidak, dan sebagainya sampai hal-hal yang kecil. Bisa di katakan divisi ini yang paling krusial untuk napi sendiri.
Administrasi Keamanan dan Tata Tertib (Minkamtib), yang mengontrol seluruh permasalahan mengenai napi yang membawa alat elektronik, napi yang menyeludupkan narkoba, dan sebagainya yang berurusan dengan titip-menitip dari pihak luar untuk napi.
KPLP, yang mengontrol seluruh napi dan paling sering bertatap muka dengan para napi.
Tata Usaha, yang mengontrol kebutuhan-kebutuhan sandang dan pangan yang ada di dalam lapas.
Bimbingan Kerja (BimKer), yang mengurus pelatihan-pelatihan kemandirian bagi para napi.
Nah, setiap divisi-divisi tersebut punya lahan masing-masing dalam mencari keuntungan. Di antara divisi-divisi ini yang paling banyak mendapatkan keuntungan adalah Bimkemaswat, karena merekalah yang mengurus semua integrasi dan hal-hal yang berbau pengurusan baik napi yang baru datang dari polsek, polres.
Contohnya Pembebasan Bersyarat dan pengurusan-pengurusan lainnya, napi berhak bebas atau tidaknya merekalah yang memutuskan.
Disetiap divisi ada Kepala Seksi-nya (Kasi) masing-masing. Setiap kasi inilah yang memegang peranan penting dalam berjalannya tugas mereka masing-masing. Jadi semua keuntungan yang mereka ambil dari napi-napi tersebut larinya ke kasi-kasi ini.
Napi yang banyak uang ibarat tabungan berjalan di lapas (bagi petugas). Narkoba bebas di edarkan disana begitu juga dengan masuknya Handphone ke dalam sel dapat di tebus dengan uang. Kedua barang ini mudah masuk karena di jembatani oleh petugas.
Tio Pakusadewo (mantan napi) mengatakan bahwa rata-rata napi di lapas itu orangnya cerdas-cerdas. Banyaknya penipuan via telepon, online/digital di Indonesia pelakunya berasal dari dalam penjara. Jadi, penjara itu bukanlah tempat yang akan memberi efek jerah bagi pelaku tindak kriminal.
Inilah gambaran ketika negara berada di bawah naungan sekularisme kapitalisme, yang menjadikan materi sebagai tujuan hidup. Ambisi manusia untuk mendapatkan materi, tega menjadi pengkhianat dan merusak bangsanya sendiri.
Hal ini terlihat pada oknum berseragam, bagaimana munafiknya mereka dengan mempermainkan hukum itu sendiri, disatu sisi rakyat harus patuh terhadap hukum namun disisi lain merekalah yang menjembatani rakyat untuk melakukan tindak kriminal.
Untuk menuntaskan kasus narkoba, umat memerlukan sistem hukum yang sudah terbukti ampuh memberikan efek jerah kepada para pelaku dan bisa mencegah masyarakat lainnya untuk berbuat demikian. Sistem hukum tersebut hanya bisa didapati dalam sistem hukum sanksi Islam (uqubat) yang di terapkan oleh negara khilafah.
Islam memandang narkoba merupakan zat yang diharamkan Allah. Keharaman ini karena dua alasan, pertama karena syariat telah mengharamkan segala zat yang memabukkan dan melemahkan akal. Sebagaimana hadis dari Ummu Salamah, ia berkata,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ كُلِّ مُسْكِرٍ وَمُفَتِّرٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah)” (HR. Abu Daud no. 3686 dan Ahmad 6: 309).
Jika khamr itu haram, maka demikian pula dengan mufattir atau narkoba. Yang dimaksud mufattir adalah zat yang menimbulkan rasa tenang atau rileks dan malas pada tubuh manusia. Kedua narkoba menimbulkan bahaya bagi manusia.
Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih tentang hukum asal benda yang berbahaya atau mudharat adalah haram hukumnya. Oleh sebab itu, Islam akan memberantas narkoba karena keharaman benda tersebut.
Maka siapapun baik yang mengonsumsi, mengedarkan, dan memproduksi narkoba mereka telah melakukan tindakan kemaksiatan oleh karenanya mereka akan mendapat sanksi.
Tidak ada toleransi sedikitpun mengenai hal ini. Sebab di dalam khilafah melakukan kemaksiatan artinya melakukan tindakan kriminal yang harus diberi hukuman. Nah dalam kasus kejahatan narkoba, diberi sanksi ta'zir.
Namun dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya, baik pengguna narkoba yang baru hukumannya berbeda dengan pengguna narkoba yang sudah lama.
Hukuman itu juga akan berbeda lagi, bagi para pengedar narkoba ataupun bagi para pemilik pabrik narkoba. Sistem sanksi dalam Islam inilah, yang fungsinya sebagai jawazir atau pencegahan agar orang lain tidak berbuat pelanggaran yang sama dan jawabir atau penebus dosa manusia di akhirat kelak.
Dan semua fungsi ini hanya akan terwujud jika diterapkan oleh negara khilafah yang akan menerapkan syariat secara keseluruhan.
Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan ummat dan generasi muda dari bahayanya narkoba adalah dengan mengenyahkan sistem sekularisme kapitalis dan menggantinya dengan sistem Islam. Sistem inilah yang akan mampu membersihkan Indonesia dari peredaran narkoba dan mampu menjadikan posisi Indonesia sebagai negara sehat.
Wallahu'alam bish shawwab.
Oleh: Rines Reso
Pemerhati Masalah Sosial
0 Komentar