Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Data Paspor Bocor Bukti Lemahnya Sistem Keamanan Negeri Ini


Topswara.com -- Bocor lagi, bocor lagi. Sepertinya tiada tahun tanpa kasus kebocoran yang melibatkan data penting penduduk Indonesia. Di duga 34 juta data paspor warga Indonesia bocor dan di perjualbelikan. Dan yang membocorkan adalah pelaku yang sama, Bjorka. 

Mirisnya Negaraku, data paspor saja bisa bocor. Dalam portal jual beli ini, sang pelaku memberikan sampel sebanyak 1 juta data dengan timestamp 2009-2020. 34 juta data dalam bentuk file berukuran 4GB ini di perjualbelikan dengan harga yang sangat murah sekitar 150 juta rupiah. 

Ahli keamanan siber menilai pemerintah memiliki strategi komunikasi yang buruk dalam menyampaikan persoalan kebocoran data yang sedang di hadapi. Sebelumnya, kementerian komunikasi dan informatika (Kominfo) mengaku sedang menelusuri adanya dugaan kebocoran data pribadi 34,9 juta penduduk Indonesia yang dikaitkan dengan data Paspor. 

Di kutip dari katadata.co.id, dugaan kebocoran ini diungkap oleh pengamat cyber security Teguh Aprianto di laman Twitternya. Dalam screenshoot yang ia bagikan terdapat post dengan nama " 34 million Indonesian paspors " yang di rilis oleh nama Bjorka. Data yang diduga bocor berupa nomor paspor, tanggal berlaku paspor, nama lengkap, tanggal lahir, jenis kelamin, tanggal paspor di cetak, dll. (Rabu, 05/07/2023)

Meski masih dugaan sebuah perusahaan keamanan siber mengidentifikasi data yang bocor tersebut sebagai "valid". Alasannya, mereka menemukan beberapa rincian yang bersifat rahasia atau hanya diketahui otoritas pemerintah. Validasi data ini diperkuat pengakuan pakar dari lembaga riset keamanan siber dan komunikasi CISSReC, Pratama Pershada. Namanya berada di salah satu baris data file yang di bagikan Bjorka.

Pada tahun-tahun sebelumnya juga pernah terjadi kebocoran data, semisal 91 juta data pengguna dan lebih dari tujuh juta data merchant Tokopedia dikabarkan dijual di situs gelap (dark web). Masih banyak kasus serupa lainnya.

Sejatinya ketika data sudah berhasil di bobol, maka itu menjadi sebuah aset atau barang berharga untuk di kapitalisasi. Tujuannya beragam, bisa ekonomi, politik, pertahanan, dan lainnya. Maka disinilah fenomena jual beli data marak dilakukan.

Indikasi tersebarnya data-data publik pun sudah kita rasakan. Bahkan sebagian besar dari kita pernah mengalami langsung misalnya tiba-tiba mendapat telepon atau pesan dari orang lain yang tidak kita kenal. 

Lantaran telah mengantongi data pribadi, maka mereka mudah untuk melakukan penipuan berupa menguras uang di ATM melalui aplikasi, memberikan tawaran produk, pinjaman, fasilitas dan lain sebagainya. Ini jelas mengganggu bahkan rawan dari sisi keamanan.

Pembobolan data jelas tindakan kejahatan. Jika kebocoran data sering dan berulang kali terjadi, sejatinya menunjukkan darurat sistem keamanan dalam negeri ini. Negara seolah gagap dalam menghadapi kasus pembobolan data publik. 

Tanggung jawab negara dalam melindungi warganya, dalam hal ini menyangkut keamanan data pribadi patut dipertanyakan. Mengapa regulasi dan perangkat negara seolah kedodoran dan tidak mampu mengatasi masalah ini?

Di sisi lain, anggaran negara yang digunakan untuk mencegah kasus kebocoran data lewat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga tinggi. Tahun ini, pagu anggaran kementerian mencapai 17,9 triliun.

Melindungi data pribadi sejatinya adalah melindungi warga negara. Maka negara tidak boleh pasif, tetapi harus progesif. Apalagi cepat puas karena sudah membuat pasal atau peraturan yang buktinya tidak mempan di lapangan.

Negara seharusnya belajar dari satu kesalahan kebocoran data, bukan sebaliknya. Data bocor lalu kecolongan berkali-kali. Bagaimana bisa sebuah negara dengan dana besar dengan sistem yang saling terhubung, serta infrastruktur digital yang mumpuni, kalah oleh perilaku dan “kejahatan” seorang peretas? Ini menunjukkan negara seperti tidak berdaya melawan individu. Agak menggelikan sebenarnya jika satu negara dibuat pusing oleh seorang peretas data. 

Kasus seperti ini akan terus berulang selama hukum buatan manusia yang dijadikan landasan bernegara. Padahal hakikatnya manusia adalah mahluk yang lemah maka pemikiran yang lahir darinya pun juga penuh dengan kelemahan. Tidak mampu memahami akar persoalan sehingga tidak menyelesaikan masalah.

Sudah seharusnya sistem lemah kapitalisme buatan manusia ini diganti dengan sistem yang benar yang berasal dari Yang Mahabenar, yaitu khilafah. 

Khilafah menjalankan tata pemerintahan berdasarkan pondasi akidah Islam. Hukum yang berlaku bukanlah hukum buatan manusia akan tetapi di dasarkan pada hukum Allah dari Al-Qur'an dan hadis.

Dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat khilafah akan membangun infrastruktur dan instrumen yang kuat dan unggul untuk menunjang keamanan data warga negaranya karena ini bentuk perlindungan harta dan jiwa rakyat.

Khilafah akan melahirkan media dan yang memiliki peran strategis dan penting dalam mengedukasi hukum syariat di tengah masyarakat. Tidak cukup di situ, khilafah memahami peta politik internasional strategis. 

Dengan demikian, tidak terjebak menggunakan teknologi dari asing dengan risiko dikendalikan oleh mereka. Khilafah akan berupaya sungguh-sungguh untuk melakukan inovasi teknologi dalam rangka mencegah kebocoran data untuk kepentingan imperialisme digital.

Hal ini tentu tak lepas dari penyiapan sumber daya manusia yang mumpuni oleh sistem pendidikan juga sistem ekonomi yang menopangnya, hingga bisa mendukung negara menjadi negara mandiri dan terdepan dalam teknologi. 

Visi politik negara pun penting dibenahi agar sesuai dengan kebijakan yang diambil kedepannya, termasuk dalam menjawab tantangan teknologi dan data ini.

Saat Romawi masih menjadi pihak yang menguasai teknologi peperangan, Rasulullah SAW mengutus beberapa sahabat untuk mempelajari teknologi perang tersebut. Ini dilakukan demi tujuan menjadi negara mandiri dan terdepan. Juga sesuai dengan perintah Allah dalam Al qur’an surat Al Anfal ayat 60 yang artinya,

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, sedang Allah mengetahuinya.”

Inilah yang seharusnya dilakukan negara, bukan dengan membuat undang-undang tambal sulam dalam menyelesaikan masalah yang ada. Akan tetapi, lebih jauh dari itu, keamanan preventif hingga sistemis harus diupayakan demi terwujudnya kemaslahatan rakyat. 

Wallahua’lam bishshawab.


Oleh: Rines Reso
Pemerhati Masalah Sosial
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar