Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Bukan Sekadar Seremoni, Anak Butuh Perlindungan Hakiki


Topswara.com -- Sekilas kita merasa gembira tatkala mendengar pernyataan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga yang memaparkan bahwa jumlah penerima penghargaan Kota Layak Anak 2023 kian bertambah, dalam hati kecil bergumam mungkin ini cerminan komitmen para peimpin daerah yang sudah berusaha mewujudkan pemenuhan hak-hak anak. Namun apakah benar demikian kenyataannya?

Hari Anak Nasional (HAN) 2023, merupakan peringatan ke 39 kali sejak pertama digagas di masa orde baru 19 juli 1984 lewat keputusan presiden no 44 tahun 1984. Kemen PPPA menetapkan beberapa sub tema yang bisa digunakan instansi terkait semisal sekolah dan lainnya dalam Buku Pedoman Hari Anak Nasional Tahun 2023. Penetapan sub tema ini bertujuan untuk mewujudkan Indonesia layak anak 2030 dan Indonesia Generasi Emas 2045 (liputan6.com 23 juli 2023).

Kini setelah 39 tahun berlalu, melewati tahun ke tahun, berpuluh kali seremoni Hari Anak Nasional. Sudahkah ada penyelesaian masalah kompleks yang membelenggu anak Indonesia?

Perhatian serius mengenai kondisi dan pemenuhan hak anak-anak sudah seharusnya diberikan oleh negara. Hanya saja jika perhatian itu hanya diwujudkan melalui sekadar peringatan-peringatan semacam selebrasi dan seremonial serta program-program yang tidak bisa menyelesaikan persoalan dengan tuntas. 

Tentunya itu tidak cukup dikatakan bentuk perhatian optimal kepada nasib anak-anak. Perayaan meriah yang berulang setiap tahun dengan slogan-slogan yang menjanjikan namun tidak memenuhi harapan hanya akan menambah prihatin kondisi anak pada kenyataanya.

Kita tidak bisa menutup mata, sampai hari ini stunting masih jadi ancaman nyata bagi anak termasuk di Indonesia, faktanya sejak dalam kandungan anak-anak Indonesia sudah dihadapkan pada tidak terpenuhinya gizi di 1000 hari kehidupan pertama mereka. 

Angka stunting yang di klaim turun dibanding tahun 2021 namun masih terbilang tinggi yakni 21,6 persen (SSGI/ Survei Status Gizi Indonesia) tahun 2022, begitupun dengan angka kekerasan terhadap anak yang juga tinggi dan masih mengalami tren peningkatan hingga dilaporkan bahwa 4 dari 100 anak laki-laki perkotaan dan 3 dari 100 anak perempuan di desa serta 8 dari 100 anak perempuan baik di desa maupun kota mereka pernah mengalami tindak kekerasan seksual di masa hidupnya. (Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja/ SNPHAR 2021). (katadata.co.id). 

Kasus kekerasan baik seksual maupun fisik di negeri ini pun semakin membuat kita bergidik ngeri. Bagaimana tidak, kasus kekerasan seksual anak menempati posisi pertama dengan 4.280 kasus. Disusul dengan kasus kekerasan fisik hingga mencapai 3.053 kasus (medcom.id 4 juni 2023).

Belum lagi jika menilik tentang hak anak untuk mendapatkan pendidikan. Bisa mengecap pendidikan apalagi hingga level pendidikan tinggi sepertinya masih menjadi mimpi bagi mayoritas anak di negeri ini. 

Angka putus sekolah di tahun ajaran 2022- 2023 masih saja tinggi hingga menembus angka 76.834 kasus. Tercatat 40.623 siswa SD berhenti bersekolah, SMP 13.716 siswa, SMA 10.091 siswa, dan SMK sebanyak 12.404 siswa. (viva, 27 juni 2023).

Mayoritas kasus putus sekolah di Indonesia dipicu faktor ekonomi. Keterbatasan materi dan kesempatan menyekolahkan anak karena tekanan ekonomi yang dibawah atau diatas garis kemiskinan tetapi dengan penghasilan minim dan dipaksa untuk di cukup-cukup kan menjadikan masyarakat kewalahan dalam memenuhi kebutuhan termasuk pemenuhan pendidikan anak.
Semua terjadi karena apa?

Mari kita berpikir dan merenung, setelah melewati puluhan tahun Hari Anak Nasional sudahkah semua hak anak terjamin pemenuhannya? Terjamin kah kebutuhan asasi mereka? Sudah amankah lingkungan hidup mereka? Bahagia kah mereka menjalani hari-harinya?

Anak-anak sejatinya bukan sekadar aset bagi sebuah negara. Sesungguhnya mereka adalah pengisi masa depan generasi. Jika untuk hak asasinya saja tidak sanggup dipenuhi, akan seperti apa nantinya mereka di masa yang akan datang? tentunya anak yang sakit akibat berbagai luka dan keterbatasan akan menjadi generasi lemah, bahkan terpuruk terlindas keadaan.

Sistem kapitalisme yang hari ini tegak dan menaungi kehidupan menjadikan negara minim dalam menjaga warganya termasuk anak-anak. Regulasi UU Perlindungan Anak belum mampu melindungi anak dari tindakan kriminal dan kejahatan. Senyum polos mereka tersandra bengisnya sistem yang menjadikan kehidupan serba sulit.

Keadaan pelik yang menimpa anak ini tentu tidak akan terjadi dalam negri yang menjadikan aturan dan sistem Islam sebagai pegangan dan naungannya. Islam memberikan perhatian dan perlindungan yang besar terhadap anak-anak.

Aspek-asep baik berupa pisik dan psikis, intelektualitas, moral dan ketercukupan ekonomi serta yang lainnya betul-betul diperhatikan negara agar bisa diperoleh oleh anak. Senyum mereka terkembang indah karena terjamin dan terlindungi dalam kehidupan. Tidak hanya dunia tetapi berlanjut hingga akhirat. 

Ada tiga pilar penyokong terlaksananya kehidupan Islam dlm masyarakat yang telah diseru syariat untuk menjaga dan menjamin hak- hak anak. Pilar pertama adalah keluarga, keluarga yang terdiri dari ayah sebagai qawwam serta ibu sebagai madrasah pertama dan utama saling bersinergi dalam mengasuh, mendidik, mencukupi kebutuhan lahir dan batin anak serta menjaga mereka dengan dasar iman dan takwa kepada Allah SWT.

Pilar kedua adalah masyarakat tempat anak tinggal, masyarakat menjalankan peran untuk menyediakan lingkungan kondusif bagi tumbuh kembang anak. Masyarakat juga berperan sebagai pengontrol anak dan aktif mengawasi mereka agar terlindungi dari kemaksiatan dan kejahatan. 

Penerapan sistem sosial Islam dengan karakteristik masyarakat yang senantiasa berbuat makruf, mencegah kemungkaran dan selalu menghidupkan dakwah akan menjadi ring ke-2 dalam benteng pelindung anak.

Pilar ketiga adalah negara sebagai pengurus sentral dan utama. Negara berkewajiban memenuhi kebutuhan asasi rakyatnya termasuk juga anak- anak yang meliputi sandang, pangan, papan, kesehatan, serta keamanan. 

Negara Islam akan menerapkan sistem pendidikan yang berkualitas dan bebas biaya untuk mencetak generasi unggul yang berkepribadian Islam dan berakhlak mulia. Sistem sanksi Islam yang tegas dengan sifatnya zawajir dan jawabir (pencegah dan penebus dosa) akan menjadikan masyarakat jera dan menjauhi tindak pelanggaran hukum dan kejahatan.

Ketika semua pilar berfungsi sebagai mana mestinya maka anak pun akan terlindungi, terjaga dan tercukupi semua kebutuhannya. Terlaksananya seluruh syariat Allah oleh negara akan menjadikan kehidupan masyarakat termasuk juga anak-anak mendapat limpahan berkah.

Wallahu 'alam bishawab.


Oleh: Sely Nuramelia 
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar