Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Suramnya Masa Depan Pangan dalam Genggaman Kapitalisme


Topswara.com -- Pangan merupakan salah satu sektor utama yang mendukung kualitas kehidupan. Pangan yang halal, thoyyib, aman dan berkualitas, tentu menjadi dambaan setiap masyarakat. Namun sayang, kini bahan pangan berkualitas menjadi bagian kehidupan yang begitu sulit didapatkan.

Sulitnya Pangan di Tanah Loh Jinawi
Ironis. Satu kata yang menggambarkan keadaan negeri kita. Indonesia, negeri gemah ripah loh jinawi. Pertanian dan perkebunan di posisi khatulistiwa, seharusnya menghasilkan produk pangan istimewa. Namun, faktanya tak demikian. Badan Pangan Nasional (Bapan) menyebutkan ada 74 kabupaten/kota di Indonesia (14%), mengalami keadaan rentan rawan pangan (CNNIndonesia.com, 21/6/2023). 

Data tersebut diambil dari Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan atau Food, 2022. Sementara sisanya, yaitu 86% terkategori pangan baik. Sekretaris Utama Bapan, Sarwo Edhy, mengungkapkan bahwa masalah kerawanan pangan adalah masalah kompleks, dinamis dan lintas sektor. Keadaan ini bisa disebabkan karena produksi pangan lebih rendah daripada kebutuhan pangan nasional, tingginya prevalensi balita stunting, terbatasnya akses air bersih dan tingginya angka kemiskinan di daerah tersebut.

Sarwo pun menegaskan bahwa pemerintah daerah dan pemerintah pusat harus berkolaborasi untuk menuntaskan masalah rawan pangan di negeri ini. Fakta di lapang menunjukkan bahwa angka kerawanan pangan tak berkurang sejak 2021 hingga 2023. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah gagal dalam menuntaskan masalah kerawanan pangan. Bapanas yang telah dibentuk pun hanya berfungsi sebagai pembuat regulasi yang tak mampu tuntaskan masalah pangan terintegrasi. Hal ini menunjukkan bahwa masalah kerawanan pangan tak mampu dituntaskan karena solusi yang ada tak mampu menuntaskan akar masalah. Sementara urusan pangan tetap ada pada keputusan operator, yaitu Bulog dan pihak swasta.

Parahnya lagi, regulasi tersebut disusun dalam konsep demokrasi kapitalisme neoliberal, yang memposisikan negara hanya sebatas regulator. Dalam konsepnya, sistem rusak ini telah memberikan wewenang yang luas kepada swasta untuk berbisnis dan investasi. Termasuk dalam sektor pangan. Wajar adanya, saat pemenuhan pangan masyarakat pun menjadi ajang bisnis dan meraup keuntungan sebesar-besarnya bagi kalangan korporasi.

Sementara rakyat harus mengeluarkan biaya besar dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Bahkan hingga kini, korporasi adalah bagian utama yang menguasai alur produksi dan distribusi pangan nasional. Negara sebagai pembuat kebijakan pun sangat menggantungkan nasib pangan nasional pada keran impor, dengan alasan stabilitas harga atau hasil produksi pangan yang jumlahnya di bawah standar kebutuhan nasional. Negara pun tak mendukung petani lokal untuk mengelola lahan produksi secara optimal. Akhirnya, semua fakta ini menggadaikan nasib pangan seluruh rakyat. Memprihatinkan.

Islam, Adil dan Menyejahterakan

Berbeda dengan paradigma Islam. Islam memiliki konsep pengaturan yang adil dan mensejahterakan. Kebijakan-kebijakan yang ditetapkan negara senantiasa mengacu pada kebutuhan seluruh lapisan masyarakat. Pada sektor pangan, negara bersistem Islam dibawah kepemimpinan seorang Khalifah, menetapkan bahwa kebutuhan pangan adalah kebutuhan primer yang harus terpenuhi.

Negara adalah bagian terpenting yang memenuhi kebutuhan pangan tersebut. Mulai dari penyiapan lahan, berbagai mekanisme yang dapat meningkatkan produksi pangan nasional, pengawasan distribusinya hingga proses pengolahan dan riset teknologinya. Semuanya dalam pengawasan negara. Karena institusi Khilafah sangat menyadari bahwa ketersediaan pangan adalah salah satu hal urgent yang dibutuhkan seluruh rakyat.

Setiap kebijakan yang ditetapkan pun senantiasa berorientasi pada kebutuhan rakyat. Kebijakan yang ditetapkan senantiasa bersumber pada sumber hukum yang berasal dari Allah Azza wa Jalla, Sang Pencipta Alam Semesta. Pemimpin pun senantiasa taat pada syariat karena sistem Islam menetapkan ketegasan pada setiap pelanggaran yang dilakukan. Tak hanya itu, pemimpin yang terpilih dalam menjaga kepentingan rakyat adalah pemimpin yang penuh iman dan takwa. Sehingga amanah dalam kepengurusannya.

Rasululullah SAW. bersabda, "Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin." (HR. Muslim).

Kaum muslimin selayaknya tak meragukan pengaturan Islam. Karena hanya konsep Islam-lah yang mampu menyajikan solusi berkeadilan dalam memenuhi seluruh kepentingan rakyat. Tak ada pilihan lain.
Wallahu a'lam bisshowwab.[]

Oleh: Yuke Octavianty
Aktivis Muslimah dari Forum Literasi Muslimah Bogor

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar