Topswara.com -- Sungguh nahas, dua bocah di Nagari Singgalang. Sebut saja AF (13 tahun) dan RG (15 tahun) seharusnya mereka bisa menikmati masa remaja dengan bahagia. Kini mereka harus menanggung rasa sakit dan malu tak terperi setelah keduanya menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh ME (39 tahun).
Kelakuan ME ini sungguh menjijikkan, dia melampiaskan hasrat dan nafsu berahi tersebut bukan pada yang seharusnya melainkan terhadap dua bocah lelaki di bawah umur. Parahnya lagi, ini sudah berlangsung sejak tahun 2021 lalu hingga maret 2023.
Beruntung, kasus ini segera ditangani pihak aparat. Hal ini terungkap berkat laporan salah seorang teman korban yang melaporkan aksi bejat ME kepada gurunya. (www.harianhaluan.com, 01/06/2023)
ME hanyalah segelintir laki-laki yang dilaporkan oleh warga. Di luar sana masih banyak para predator seks anak yang tidak ditangkap dan masih berkeliaran bebas.
Kasus pencabulan anak yang terjadi di sumatra Barat terus berulang-seperti penyakit kambuhan. Bahkan dengan rentang waktu yang berdekatan.
Bicara data, angka kekerasan seksual terhadap anak di Sumatra Barat (Sumbar) sangat mengkawatirkan. Anggota Komisi IV DPRD Sumbar, Evi Yandri Rj Budiman mengatakan hingga Oktober 2022, laporan kekerasan yang masuk ke instansi terkait sudah mencapai 300 kasus lebih. (sumbar.antaranews.com, 16/11/2022)
Lonjakan kasus ini harus ditangani segera. Negara wajib melindungi warganya. Persoalan mendasar kekerasan terhadap anak ini sesungguhnya terjadi karena penerapan sekularisme dalam setiap aspek kehidupan.
Pertama, sanksi hukum yang ada dianggap belum mampu menjadi solusi dan efek jera bagi pelaku. Hukuman seharusnya tidak cukup sekadar pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak lima miliar rupiah.
Ancaman hukuman tersebut bagi pelaku, dari banyak kasus tidak terbukti ampuh di lapangan. Apalagi jika pelakunya orang penting dan masyarakat tidak mengawal dengan ketat. Hanya dengan modus "suap" kasus pun menguap tanpa penyelesaian secara hukum. Hal ini menjadikannya tidak adanya efek jera bagi pelaku maupun orang lain yang berniat untuk melakukan kejahatan serupa.
Kedua, masifnya tayangan berbau pornografi-pornoaksi ini membuktikan buruknya pengaturan media masa. Sehingga banyak pelaku justru terinspirasi dari tontonan tersebut.
Ketiga, kurikulum pendidikan yang sekular melahirkan generasi yang abai terhadap agamanya-tidak peduli halal dan haram-bahkan tidak takut neraka, apalagi merindukan surga.
Keempat, kondisi ini diperparah dengan mencokolnya paham liberalisme di masyarakat, di mana mereka merasa bebas berbuat apa saja tanpa peduli terhadap syariat. Akibatnya, munculnya beragam tindak kejahatan bahkan menyasar anak-anak.
Kelima, kita juga harus menyadari peran ninik mamak sebagai pengayom masyarakat yang sudah mulai mengendur. Apalagi dengan gempuran
budaya asing yang melanda Sumbar.
Mirisnya lagi persentase LGBT yang makin meningkat di Sumbar bahkan, menempati posisi ketiga se-Indonesia. Hal ini makin menggerus nilai kearifan lokal Minangkabau yang kental dengan Islam sebagai identitasnya.
Oleh karena itu, kita butuh solusi konkret untuk memutus rantai kejahatan, kembali pada Islam layaknya "Adat Basandi Syara' . Syara' Basandi Kitabullah." Sejatinya dengan menerapkan Islam kafah secara sistematik.
Mengganti sistem sekularisme dengan menerapkan sistem Islam di setiap lini kehidupan, baik sektor pendidikan, pergaulan, ekonomi dan lainnya berasaskan akidah Islam.
Hal ini akan melahirkan keimanan dan ketakwaan setiap individunya sehingga taat pada syariat dan takut untuk bermaksiat.
Termasuk regulasi terkait media massa yang diatur untuk mencegah adanya konten pornografi-pornoaksi. Pemblokiran situs porno juga harus ditangani oleh negara, negara harus memfilter apa pun yang bisa merusak generasi baik tsaqafah maupun budaya-budaya asing dalam bentuk apa pun sehingga tidak ada lagi stimulan yang bisa mendorong terjadinya kekerasan seksual.
Jika terjadi kasus, seperti pelaku sodomi-penyuka sesama jenis. Maka negara akan memberikan sangsi tegas berupa ta`zir (dapat berupa hukuman mati). Hal itu bertujuan bukan saja buat pelaku tetapi menjadi contoh agar tidak ada yang melakukan hal serupa dikemudian hari.
Tentunya dengan melaksanakan semua sistem tersebut melalui penerapan Islam kafah dalam wadah khilafah akan mencegah terjadinya kekerasan seksual, termasuk terhadap anak.
Wallahualam.
Oleh: Rahmi Alnadra
Pegiat Media dan Literasi
0 Komentar