Topswara.com -- Iftitáh
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi seorang anak. Sebagai lingkungan pertama dan utama dalam pembentukan kepribadian anak, keluarga terutama orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan anak. Pembinaan dan pendidikan yang diterima anak pertama kali yaitu dari orang tua dalam keluarga.
Orang tua terdiri dari ayah dan bunda. Peran bunda dalam pendidikan anak sudah lazim dikenal. Sejumlah majalah maupun buku yang membahas tentang pendidikan anak sebagian besar ditujukan kepada kaum bunda. Studi tentang pendidikan dan perkembangan anak telah mengupas peranan bunda secara luas dan mendalam, sementara peran ayah seakan diabaikan bahkan nyaris terlupakan..
Tanggung jawab dan kesibukan ayah sebagai pencari nafkah sering dihubungkan sebagai penyebab sedikitnya keterlibatan ayah dalam pendidikan anak. Tanggung jawab ayah di sektor publik membuat ayah tidak memiliki waktu yang cukup untuk bersama-sama dengan anak-anak, mengikuti perkembangan dan mendidik mereka. Sebaliknya, bunda bertanggung jawab dengan tugas-tugas domestik, termasuk mendidik anak. Maka hidup subur dalam masyarakat bahwa tugas mendidik anak adalah merupakan tugas bunda semata.
Idealnya ayah dan bunda harus mengambil peranan yang saling melengkapi dalam kehidupan rumah tangga dan perkawinannya, termasuk didalamnya berperan sebagai model yang lengkap bagi anak-anak dalam menjalani kehidupan. Orang tua terdiri dari ayah dan bunda. Keduanya harus sama-sama mengambil peran dalam pendidikan anaknya.
Terdapat figur-figur ayah teladan dalam al-Qur’an, seperti Nabi Ibrahim, Ya’kub, Nuh dan lain lain. Hal ini bisa menjadi isyarat bahwa menurut al-Qur’an, ayah memiliki peran penting dalam pendidikan dan perkembangan anak. Tulisan ini membahas tentang figur-figur ayah teladan dalam al-Qur’an dan bagaimana keterlibatan mereka dalam pendidikan anak.
Urgensi Peran Ayah dalam Pendidikan Anak
Sebagaimana bunda, ayah merupakan bagian dari parenting. Idealnya, ayah dan bunda harus saling melengkapi dalam mendidik anak. Keduanya harus sama-sama mengambil peran dalam pendidikan anaknya.
Dikalangan pakar pendidikan memberikan beberapa hasil penelitian tentang dampak keterlibatan ayah dalam pengasuhan, yaitu:
1. Pengaruh pada perkembangan kognitif
Anak menunjukkan kemampuan kognitif yang lebih tinggi, mampu memecahkan masalah secara lebih baik.. juga mempunyai sikap yang lebih baik terhadap sekolah, lebih senang bersekolah, dan lebih sedikit yang mengalami problem perilaku di sekolah.
2. Pengaruh pada perkembangan emosional
Anak lebih dapat menyesuaikan diri ketika menghadapi situasi yang asing, lebih tahan ketika menghadapi situasi yang penuh tekanan, lebih mempunyai rasa ingin tahu untuk mengeksplorasi lingkungan, dapat beradaptasi dan bersosialisasi secara lebih dewasa pada orang-orang asing, lebih dapat mengatur emosi, lebih puas dengan kehidupan dengan berbagai situasi dan kondisinya.
3. Pengaruh pada perkembangan sosial
Anak mempunyai hubungan yang positif dengan teman sebaya, menyenangkan, minim konflik, lebih banyak saling membantu, mempunyai kualitas pertemanan yang lebih positif, lebih toleran, dapat bersosialisasi dengan baik, dalam jagka panjang menjadi orang dewasa yang sukses, dan berhasil dalam pernikahan..
4. Pengaruh pada penurunan perkembangan anak yang negatif
Keterlibatan ayah melindungi anak dari perilaku liar dan menyimpang. Rendahnya penggunaan obat-obat terlarang di masa remaja, perilaku membolos, mencuri, minum minuman keras, dan berbohong.
Keterlibatan ayah dalam perkembangan anak juga berpengaruh terhadap kesehatan fisik anak. Sejumlah penelitian menyatakan anak-anak yang tidak tinggal bersama ayah, sebagian besar mengalami masalah kesehatan.
Figur Ayah Teladan dalam Al-Qur'an
Ayah adalah seorang pemimpin dalam keluarga dan dia bertanggung jawab untuk memelihara keluarganya, termasuk istri dan terutama anaknya dari api neraka (QS. At-Tahrim : 6). tanggung jawab mendidik anak-anaknya sebagai salah satu bentuk memelihara mereka dari api neraka. Tidak hanya memberi petunjuk secara umum tentang tanggung jawab ayah terhadap anaknya, yaitu memelihara mereka dari api neraka, al-Quran juga memberikan contoh dengan menampilkan kisah figur-figur ayah yang berperan dalam mendidik anaknya. Figur -figur tersebut antara lain :
1. Nabi Ibrahim as.
Kisah Ibrahim sebagai seorang ayah terdapat dalam surat ash-Shaffat ayat 100-102 :
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ⊙ فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ⊙ فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ⊙
َ"Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang saleh. Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat santun. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. "فانظر ماذا ترى" Maka pikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, laksanakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; in-syá Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".
Terdapat pelajaran yang bisa diambil dari peran Ibrahim as. sebagai seorang ayah:
1. Ibrahim adalah seorang figur ayah yang penuh kasih sayang kepada anaknya.
2. Ibrahim adalah seorang figur ayah yang interaktif-dialogis, bukan otoriter.
3. Ibrahim adalah seorang ayah yang bersedia meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan anaknya.
4. Ibrahim adalah seorang ayah yang menikmati masa-masa bersama dengan anaknya.
5. Ibrahim adalah sosok seorang ayah yang mengajarkan dan memberi keteladanan kepada anaknya, terutama tentang kepasrahan, ketaatan, dan kesempurnaan cinta kepada Allah.
6. Ibrahim adalah sosok ayah yang paling banyak mendo'akan anak-anak-nya.
2. Nabi Syua'ib as.
Nabi Syu'aib yang dikenal Syaikh Madyan sebagai figur ayah teladan terdapat dalam surat Qashash ayat 26-27:
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ ۖ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ⊙ قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَىٰ أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ ۖ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ ۖ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ ۚ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ⊙
"Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". Berkatalah Dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun, maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu. Maka aku tidak hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang- orang yang baik".
Ayah dari dua orang perempuan pada ayat di atas menurut para mufassir adalah Nabi Syu’aib. Rupanya salah seorang anak perempuan tersebut kagum kepada Nabi Musa; karena kuat dan bisa dipercaya, dan ia meminta ayahnya untuk mempekerjakan Musa.
Dalam ayat ini tidak ada dialog berupa nasehat dari Nabi Syu’aib kepada anaknya, akan tetapi sebaliknya dari anak perempuan kepada ayahnya. Al-Qur’an mengisahkan kedekatan seorang ayah dengan anak perempuannya. Seorang anak perempuan tidak takut dan demikian pula sebaliknya, seorang ayah bisa merasakan keinginan hati anaknya. Hal ini mungkin terjadi jika anak perempuan merasakan kasih sayang ayahnya dan dia tahu ayahnya sangat mengerti dan peduli dengan kebutuhan dan keinginannya.
Al-Qur’an mendeskripsikan Nabi Syua’ib sebagai seorang ayah yang memahami perasaan yang tersembunyi dibalik kata-kata yang diucapkan anak perempuan.
3. Nabi Ya’qub as.
Peran Nabi Ya’qub sebagai figur ayah teladan diuraikan dalam surat Yusuf. Ya’qub merupakan sosok ayah yang sangat lengkap ceritanya dalam al-Qur’an. Satu surat dalam al-Qur’an, surat Yusuf, menguraikan interaksi Ya’qub dengan anak-anaknya.
Terdapat pelajaran yang bisa diambil dalam peran Ya’qub sebagai seorang ayah:
1. Ya’qub adalah seorang figur ayah yang penuh kasih sayang kepada anaknya.
2. Ya’qub adalah seorang ayah yang sangat sabar dalam mendidik anaknya meskipun anak telah melakukan suatu kesalahan yang sangat besar.
3. Ya’qub adalah seorang ayah yang mampu mengendalikan kemarahannya dalam menghadapi perilaku anak-anaknya.
4. Ya’qub adalah seorang ayah yang mampu memberi kepercayaan kepada anak-anaknya.
5. Ya’qub adalah seorang ayah yang memberikan nasehat dan teladan bagi anak-anaknya.
6. Ya’qub tetap mendidik anak-anaknya meskipun mereka telah dewasa yang mungkin sudah mandiri dan memiliki kehidupan sendiri, bahkan Yusuf telah menjadi penguasa Mesir.
Ya’qub tidak berhenti mendidik anak-anaknya hingga ajal menjemputnya.
4. Nabi Nuh as.
Nabi Nuh as. adalah contoh seorang ayah teladan yang memiliki anak yang tidak beriman kepada Allah sebagaimana yang terdapat dalam surat Hud ayat 42-43:
وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ وَنَادَىٰ نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ ارْكَبْ مَعَنَا وَلَا تَكُنْ مَعَ الْكَافِرِينَ ⊙ قَالَ سَآوِي إِلَىٰ جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ ۚ قَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلَّا مَنْ رَحِمَ ۚ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ⊙
"Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir." Anaknya menjawab: "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!" Nuh berkata: "tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) yang Maha Penyayang". Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. Al-Qur’an menginformasikan (QS. al-Ankabut, 29:14).
Nabi Nuh as. hidup di tengah kaumnya berdakwah selama 950 tahun. Dakwah yang sangat lama tersebut tidak membuat kaumnya beriman kepada Allah. Kezaliman mereka tidak berhenti bahkan malah semakin menjadi-jadi, menghina Nabi Nuh dan mencapai puncaknya sehingga mereka memohon agar siksa segera dijatuhkan. Kaum Nabi Nuh sangat keras kepala sehingga waktu yang sangat lama tidak cukup melunakkan hati mereka untuk menerima kebenaran. --“ومآ آمن معه إلا قليل"-- "Dan tidak beriman bersamanya kecuali sedikit".
Anak Nabi Nuh, dikenal dengan nama Kan’an, termasuk salah satu yang tidak bisa menerima kebenaran yang dibawa oleh Nabi Nuh. Lingkungan masyarakat merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pendidikan. Dari sisi ini, bisa diperkirakan kenapa Nabi Nuh tidak berhasil mendidik Kan’an. Nabi Nuh meminta Kan’an menjauhi lingkungan orang-orang kafir “janganlah engkau berada bersama orang-orang yang kafir” --"ولا تكن مع الكافرين"-- Sebagai seorang ayah, Nuh as. tidak pernah bosan mendidik anaknya sampai ajal menjemput anaknya. Meskipun anaknya durhaka dan memiliki perilaku yang tidak sesuai dengan harapan Nabi Nuh, ia tidak pernah meninggalkan anaknya tersebut. Kasih sayangnya tidak luntur. Nuh tetap memanggil anaknya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang “ya bunayya”.
6. Luqman al-Hakim
Peran Luqman sebagai figur ayah teladan diungkapkan dalam surat Luqman ayat 13-19. Terdapat beberapa pelajaran yang dapat diteladani dari Luqman sebagai ayah:
1. Luqman mendidik dengan penuh kasih sayang.
2. Luqman mendidik dan menasehati anaknya tidak hanya sekali tetapi berkesinambungan dan terus menerus.
3. Setiap nasehat dan pesan yang diberikan oleh Lukman diiringi dengan argument. (a) Bersyukurlah kepada Allah; siapa yang bersyukur, sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri. (b) Jangan menyekutukan Allah; hal itu adalah kezaliman yang besar. (c) Berbuat baiklah dan bersyukur kepada orang tua; ibunya telah mengandung dan menyusuinya. (d) Laksanakanlah shalat, amar makruf nahi mungkar dan sabar; hal itu merupakan perkara yang penting. (e) Jangan sombong; Allah tidak menyukai orang sombong.
Sinergi Peran Rumah dan Sekolah Dalam Pembentukan Generasi Khoiru Ummah
Konsep pendidikan Khoiru Ummah adalah Rumah-Sekolah dan Sekolah-Rumah. Keduanya harus terwujud sebagai wadah dan madrasah untuk membina dan mendidik anak dan keluarga, meraih cita dan harapan hasanah fid-dunya wal-akhirah. Maka Rumah dan Sekolah harus menjalin sinergi dalam melahirkan generasi Khoiru Ummah, yaitu:
1. Rumah dan Sekolah membangun kebersamaan untuk anak
2. Kehadiran Guru di Sekolah serta Ayah dan Bunda di Rumah untuk Anak.
3. Sekolah dan Rumah memberi Nasehat dan Keteladanan kepada Anak.
4. Sekolah dan keluarga bertanggungjawab terhadap pendidikan Anak.
5. Guru di Sekolah serta Ayah dan Bunda di Rumah adalah Guru Pertama dan Utama bagi anak. Sekolah dan Rumah berkewajiban menanamkan nilai-nilai pendidikan dan membentuk kepribadian anak. Sekolah dan Rumah bertanggungjawab mengantarkan anak sesuai dengan tujuan pencipta-Nya, yaitu menjadi: a). Hamba yang shalih (adz-Dzariat :56); b). Pemimpin di muka bumi (Al-Baqarah: 30); c) Ulul al-bab; (Ali Imran: 190); d). Hamalatul Qur'an (al-Isra: 17); e). Qurrota a'yun (al-furqan : 74); dan f). Khoiru Ummah (Ali Imran: 110).
6. Selalu mendo'akan yang terbaik buat anak. Do'a menjadi anak yang shalih dan shalihah; do'a menetapi shalat; dan sebagainya.
Ikhtitám
Al-Qur’an melalui figur-figur ayah teladan yang dikisahkannya; yaitu Nabi Ibrahim, Nabi Syu'aib, Nabi Nuh, Nabi Ya’kub dan Lukman, menggambarkan bahwa ayah terlibat secara langsung dalam pendidikan anak-anaknya. Pemahaman komprehensif terhadap peran Ayah dalam Al-Qur'an diharapkan dapat mengubah paradigma pemahaman masyarakat sehingga tugas mendidik anak tidak lagi dianggap hanya Bunda saja, tetapi juga Ayah. Dengan demikian, diharapkan Ayah dan Bunda di Rumah serta Guru di Sekolah dapat membangun sinergi dalam mendidik anak-anak kita dalam upaya melahirkan generasi khoiru ummah. Wallahul musta'an ila sabilir Rahman.
Oleh: Ustaz Amiruddin A. Fikri
Aktivis Muslim
0 Komentar