Topswara.com -- Tidak jarang timbul rasa bersalah dalam hati orang tua, penyesalan, dan perasaan gagal dalam mendidik anaknya. Hal ini wajar, karena perilaku dan perangai anak memang bergantung besar pada pola orang tua dalam mengasuh dan membentuk karakter si anak.
Anak adalah peniru yang ulung, sebagai orang terdekatnya, ia menjadikan kedua orang tuanya sebagai salah satu model dalam bertindak.
Bagaimana cara keduanya dalam mengekspresikan emosi, mengendalikan situasi, dan menghadapi masalah, menjadi sekian hal yang akan ditiru dengan baik oleh anak.
Maka dari itu, dibutuhkan pola asuh yang layak supaya anak terdidik menjadi generasi yang baik. Hal ini sudah banyak disosialisasikan, meskipun prakteknya belum terlalu signifikan dalam membuahkan hasil.
Berbicara soal pola asuh, tentu kita tidak bisa menekankan bahwa ini adalah peran dan tanggung jawab orang tua semata. Terlebih lagi di dalam tatanan hidup yang serba sekuler dan liberal saat ini, sangat sulit untuk menanamkan pola pengasuhan terbaik pada setiap orang tua.
Katakan saja misalkan, seseorang bertekad untuk bersekolah sampai jenjang magister, dengan tujuan ingin memberikan pendidikan terbaik bagi anaknya kelak.
Lalu ketika sampai di perguruan tinggi, ia dihadapkan dengan tantangan sekulerisasi, dididik untuk menjadi seorang yang demokrat dan moderat, mengabaikan nilai-nilai agama, dan menjadi korban dari kapitalisasi pendidikan demi cuan belaka. Buyarlah tujuan awalnya, ia justru terjebak dalam jurang Barat, terdidik menjadi salah satu dari kader-kader bisnis dan korporat mereka.
Oleh karena itu, peng-upgrade-an pola asuh saja belum cukup. Dibutuhkan adanya peran negara dalam menyediakan sistem pendidikan yang benar, mengutamakan nilai-nilai Islam, dan berorientasi pada kemajuan peradaban. Mengapa? Karena sejatinya, para orang tua yang ada merupakan output dari sistem pendidikan suatu negara.
Hanya negara yang memiliki wewenang dalam menetukan kurikulum dan mekanisme Pendidikan. Jika sistem pendidikan sekarang saja orientasinya hanya keuntungan, maka tidak heran jika keluarannya pun amatir dalam mendidik buah hatinya sendiri.
Krisis moral, materialistis, dan hedonis menjadi persoalan sehari-hari, terus berulang dan tak akan ada hentinya.
Upgrade Sistem dan Kurikulum Pendidikan
Lalu, seperti apakah sistem pendidikan yang benar itu? Islam telah mencetak generasi penerus peradaban yang cemerlang, taat, dan berakhlak mulia.
Apapun latar belakang mereka mulai dari cendekiawan, ulama, ahli medis, panglima perang, juga pejabat pemerintahan, semuanya memiliki level keimanan yang tinggi dan budi pekerti yang luhur.
Dari keberhasilan inilah dapat kita ambil kesimpulan bahwa hanya Islam-lah yang memiliki sistem pendidikan terbaik dan metode terlayak dalam mendidik generasi.
Dalam Islam, hal utama dan pertama yang harus dilakukan dalam mendidik para penerus bangsa adalah menanamkan akidah Islam dengan kuat pada setiap individu.
Hal ini tentu menjadi kewajiban bagi orang tua, serta dijalankan dalam lingkup terkecil pertumbuhan anak, yakni keluarga. Ketika pondasi akidah telah kokoh, maka seiring berjalannya waktu anak akan paham terhadap konsekuensi syarak sebagai satu-satunya standar dalam berperilaku.
Begitupun dalam lingkup sekolah dan perguruan tinggi, setip pengajar akan dibekali dengan prinsip-prinsip syarak yang mampu menguatkan peran mereka dalam membentuk generasi yang shalih.
Muhammad SAW Role Mode
Di samping itu, Allah juga telah mengutus Rasulullah Muhammad SAW sebagai figur terbaik dalam mendidik generasi. Melalui peran ayah bagi putri-putrinya, beliau mampu mencontohkan ketegasan dan kasih sayangnya di saat yang bersamaan. Metode beliau adalah metode terbaik dan harus kita teladani, karena berpacu pada dasar ketauhidan kepada Allah dan hukum-Nya.
Dalam riwayat Bukhari dan Muslim di kitab shahihain kedunya, diceritakan bahwa Rasulullah pernah menyampaikan dalam khutbahnya, “Wahai manusia, sesungguhnya manusia sebelum kalian telah binasa disebabkan jika orang bangsawan di antara kalian mencuri, mereka membiarkannya, akan tetapi jika yang mencuri itu orang lemah mereka menegakkan hukuman atasnya. Demi Allah, seandanya Fathimah, putri Muhammad mencuri, pasti akan kupotong tangannya”. Begitulah Rasulullah bersikap tegas, sekalipun kepada putri bungsunya yang amat beliau cintai.
Lantas apakah sistem pendidikan ala Islam dapat diberdayakan di tengah masyarakat saat ini? Tentu saja bisa. Jika masyarakat bersedia menerima Islam secara keseluruhan, bukan hanya mengambilnya secara parsial sebgai solusi.
Sistem pendidikan Islam akan bertahan dan berkembang di dalam naungan sebuah institusi yang menerapkan Islam sebagai asas negaranya, dan mengadopsi hukum syara’ sebagi undang-undangnya. Institusi inilah yang kita sebut sebagi daulah Islam, yang dalam prakteknya selama 13 abad mampu membawa 2/3 dunia kepada kegemilanga dan kesejahteraan.
Institusi ini pula yang kita butuhkan, kita rindukan, dan akan terus kita perjuangkan eksistensinya lewat jalan dakwah. Hanya dengan khilafah kita bisa memberikan pola asuh terbaik bagi anak, memberantas segala macam tindak kekerasan, serta mencetak pemuda-pemuda hebat penerus peradaban.
Wallahu a’lam bisshawwab.
Oleh: Zahira F.
Aktivis Muslimah
0 Komentar