Topswara.com -- Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan kebijakan impor beras tersebut terlihat dilakukan tanpa persiapan yang matang. Pasalnya, El Nino merupakan kondisi yang sudah bisa diperkirakan tahun sebelumnya. Dia mengatakan, pengadaan beras Bulog seharusnya sudah ditingkatkan sejak tahun lalu. Pemerintah juga seharusnya bisa menambah produksi sejak jauh hari dengan meningkatkan kualitas benih dan bantuan pupuk. "Kebijakan impor beras dalam jumlah besar menunjukkan jika pemerintah panik menghadapi El Nino, padahal seharusnya bisa disiapkan sejak tahun lalu.
Petani, Tak Menjadi Tuan di Negeri Sendiri
Impor beras yang di lakukan pemerintah, di anggap merusak psikologis petani terlebih dilakukan saat-saat panen raya, daerah yang melakukan panen raya padi baru-baru ini di antaranya Cirebon, Tabanan Bali, Mojokerto, Kendari, hingga Lhokseumawe Aceh. Bahkan Bulog Sub Divre Regional (divre) Lhokseumawe, menyerap beras milik petani sebanyak 650 ton usai panen raya di wilayah kerjanya.
Keputusan impor itu menyakitkan petani, Kebijakan impor saat petani panen raya adalah bukti nyata bahwa kebijakan yang di ambil pemerintah tanpa pertimbangan matang apalagi memperhatikan nasib petani. Kebijakan impor juga menunjukkan negara gagal memanfaatkan lahan pertanian yang luas di negeri ini untuk membangun ketahanan pangan bahkan di saat terjadi kekeringan akibat El Nino. Kendati demikian jika hal ini terus berlanjut maka akan memberi efek kepada banyak petani yang kapok menanam padi lagi karena kebijakan beras terlalu diintervensi.
Jika di telaah, Pertanian ini di rancang supaya Indonesia tidak bertani. Cara merusak yang paling jitu adalah impor yang di belakangnya ada politik. Politik terjahatnya adalah membuat para petani pemilik tanah beralih profesi karena telah kehilangan kepercayaan dirinya sebab tidak di dukung oleh negara untuk memproduksi beras dalam negeri dan matinya minat generasi muda untuk menjadi petani sebab rugi. Hal ini menyebabkan di masa depan, pertanian-pertanian ini akan mendatangkan investor asing yang besar-besar yang akan membeli tanah milik petani tersebut. Setelah di beli maka tanah itu akan di garap prosesnya dengan menggunakan teknologi yang canggih dan sangat modern, hingga hasilnya akan sangat memuaskan dan dapat memikat rakyat untuk membelinya. Walhasil anak dalam negeri hanya akan menjadi buruh tani. Inilah gambaran pemerintah yang abai terhadap pengurusan pangan rakyatnya dan kesejahteraan para petani lokal.
Islam Menyejahterakan Petani
Islam mewajibkan negara untuk mengurus rakyat dengan baik dalam menjamin kesejahteraannya. Untuk menjamin pasokan beras terpenuhi ketika menghadapi El Nino, negara akan memastikan semua lahan pertanian atau sawah benar-benar tergarap maksimal. Untuk itu, Negara wajib membuat kebijakan yang memperhatikan sumber air sebagai salah satu kebutuhan pokok yang sangat berkaitan dengan keberlangsungan hidup manusia yakni dengan menjaga daur air dan segala aspek untuk menjaga keberlangsungannya, baik di hutan, iklim, sungai, dan danau.
Negara akan menerapkan tiga mekanisme pengaturan tanah, yaitu menghidupkan tanah mati, kewajiban mengelola tanah oleh pemiliknya, serta larangan untuk menyewakan lahan pertanian.
Ketiga aturan ini meniscayakan tidak ada lahan pertanian yang menganggur. Khalifah Umar ra. pernah berkata, “Orang yang memagari tanah, tidak berhak lagi (atas tanah tersebut) setelah (menelantarkannya) selama tiga tahun.”
Kedua, terkait lahan pertanian, khususnya sawah yang telah beralih fungsi, negara semaksimal mungkin berupaya mengembalikannya kepada fungsi utamanya. Ini karena tanggung jawab yang melekat pada kepemilikan tanah dan pengelolaannya adalah harus memperhatikan produksi pertanian, serta keberlangsungan dan peningkatan produktivitasnya. Walhasil, ketika karakter tanah cocok untuk budi daya padi, tidak dibenarkan beralih fungsi ke pemanfaatan lainnya.
Ketiga, untuk optimalisasi pengelolaan tanah, negara akan mendukung para petani dengan penyediaan alat, mesin, dan sarana pertanian dengan mudah dan harga terjangkau. Penyediaan semua kebutuhan pertanian tentu memperhatikan jumlah, pemerataan, dan kualitas.
Dengan sistem politik ekonomi Islam, ketahanan pangan akan terwujud karena Khilafah benar-benar berperan sebagai penjamin dan penanggung jawab pangan rakyat melalui penerapan aturan Islam.
Semua praktik distorsi harga akan tereliminasi karena berjalannya pengawasan negara sehingga harga tidak mudah bergejolak. Kondisi perekonomian para petani pun akan terangkat karena negara hadir mengurusi mereka dibawah naungan daulah khilafah. Wallahu’alam bishawab.[]
Oleh: Rines Reso
Pemerhati Masalah Sosial
0 Komentar