Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kebijakan Ekspor Pasir Laut Membahayakan Kedaulatan Negara?


Topswara.com -- Pembukaan ekspor pasir laut memicu kontroversi, setelah dilarang selama dua puluh tahun. Presiden Jokowi, melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, memberi izin ekspor pasir laut kembali. 

Dengan alasan, bukan pasir laut yang akan ditambang, tetapi sedimentasi, yang justru akan menjaga kelestarian ekosistem dan menguntungkan alur pelayaran, juga akan menjaga keamanan pantai dari penambangan ilegal.

Ekspor pasir laut dianggap menguntungkan, padahal sesungguhnya merugikan ekosistem laut, bahkan dapat membahayakan kehidupan rakyat.

Penambangan pasir laut akan mengakibatkan dampak kerusakan, di antaranya pertama, akan menyebabkan abrasi besar-besaran yang dapat menenggelamkan pulau yang menjadi kawasan pertambangan. 

Kedua, ekosistem akan terganggu karena pengerukan pasir dan pencemaran yang ditimbulkannya. Hal tersebut akan terancamnya biota laut, seperti ikan dan terumbu karang yang makin berkurang populasinya bahkan terancam punah. 

Ketiga, biota laut akan rusak yang akan berdampak pada nafkah para nelayan. Selanjutnya, keadaan ini akan makin mencekik ekonomi masyarakat nelayan. Jumlah angka kemiskinan menjadi bertambah. 

Keempat, akan mengancam kepentingan dalam negeri dan hanya menguntungkan asing. Ancaman kedaulatan negara akan dipertaruhkan.

Dalam sistem kapitalisme demokrasi, kedaulatan ada di tangan rakyat. Faktanya, rakyat tidak berdaya ketika penguasa atau wakil rakyat mengesahkan aturan yang merugikan dan merampas hak-hak mereka. 

Negara juga harus tunduk pada kepentingan kapital dengan dalih pemasukan untuk negara. Sedangkan, jutaan rakyat menderita karena kebijakan tersebut. Aturan dibuat karena ada kepentingan para pembuatnya. 

Hal ini dapat berpotensi jadi lapak baru praktik korupsi. Tugas negara hanya sebagai regulator, dan menjadi ajang kongkalikong pengusaha dan penguasa. Hasilnya rakyat lagi yang jadi korban.

Dalam Islam, pantai termasuk dalam kepemilikan umum. Semua individu rakyat boleh memanfaatkan pantai semisal untuk wisata, penelitian, ataupun untuk lahan usaha seperti nelayan. 

Berdasarkan hadis, para sahabat pernah mengajukan kepada Rasulullah SAW. untuk membangun tempat tinggal untuk beliau di Mina. Namun, Rasulullah SAW. bersabda, "Tidak perlu. Mina adalah tempat singgah bagi siapa saja yang datang lebih dulu." (HR at-Tirmidzi).

Maka, segala kebijakan yang menyebabkan terhalangnya hak warga dari mengambil manfaat kepemilikan umum, semisal pantai adalah haram. 

Pemberian izin atas kepemilikan umum untuk dikelola oleh swasta atau asing adalah kebijakan batil dan zalim. 

Rasulullah SAW. telah melarang para sahabat untuk duduk-duduk di jalan umum karena akan menghalangi hak pemakai jalan. Sabda beliau, "Janganlah kalian duduk-duduk di jalan-jalan (umum)." (HR al-Bukhari).

Rasulullah SAW. telah tegas melarang orang untuk sekadar duduk-duduk di jalan-jalan umum karena menghalangi orang yang melintas. Apalagi pemberian izin pertambangan kepada swasta dan asing yang bukan saja menghalangi hak warga, tetapi juga sangat merusak lingkungan. Hal ini sangat patut untuk dibatalkan.

Selain merampas kepemilikan umum dan melimpahkannya pada swasta atau asing, pembukaan pertambangan pasir laut juga terbukti telah menyebabkan kerugian baik bagi lingkungan maupun pada ekonomi warga. Negara wajib mencegah atas bahaya tersebut. 

Islam secara tegas mengharamkan segala hal yang menimbulkan bahaya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW., "Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain." (HR Malik).

Syariat Islam mewajibkan negara untuk mencegah hal-hal yang menimbulkan bahaya seperti pencemaran lingkungan, pengrusakan alam, hilangnya mata pencaharian warga, dan sebagainya. 

Penguasa dalam Islam adalah pelindung rakyat bukan pelayan swasta atau asing. Berdasarkan sabda Rasulullah saw., "Sungguh Imam (pemimpin) itu (laksana) perisai. Di belakang dia orang-orang berperang dan kepada dirinya mereka berlindung. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Sejatinya, Indonesia memiliki sumber lain yang mampu memberikan keuntungan jauh lebih besar dibandingkan dengan ekspor pasir laut melalui pengelolaan SDA secara mandiri. Sayangnya, hari ini SDA dikelola oleh swasta dan asing.

Islam memberikan solusi tentang sumber pemasukan negara, salah satunya dengan mengelola SDA. Hasil pengelolaan ini akan dikembalikan kepada rakyat dengan memberikan pelayanan pendidikan, kesehatan dan keamanan secara murah bahkan gratis. Hanya kembali kepada sistem Islam, negara kuat berdaulat.

Wallahualam bissawab.


Oleh: Naina Yanyan
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar