Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Karut Marut Pendirian Tempat Ibadah di Sistem Sekuler

Topswara.com -- Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai keberagaman, baik suku, budaya, dan agama. Bahkan di Indonesia sendiri mengakui bahwa ada enam agama, ada Konghucu, Budha, Hindu, Islam, Protestan dan Katolik. Begitu juga dengan keberagaman budaya, baik itu adat istiadat, rumah adat, tarian daerah, upacara adat dan alat musik daerah, semua itu adalah bentuk kekayaan keberagaman yang ada di Indonesia.

Namun, yang masih menjadi sebuah perbedaan yakni toleransi beragama yang sulit dibedakan antara menghargai dan menerima, bahkan kerancuan dalam toleransi beragama sering disalah artikan sebagai sikap mengikuti budaya ajaran lain yang dilarang dalam ajaran Islam.Toleransi beragama adalah sikap menghargai dan menerima bukan malah mengikuti.

Pemerintah dalam keputusan yang dikeluarkan dalam Negeri dan Menteri Agama No.8 dan 9 Tahun 2006 tentang FKUB dan pendirian rumah adat. Seperti yang disampaikan Menag Yaqut Cholil Qoumas yang berencana menyederhanakan aturan syarat pendirian rumah adat yang cukup mendapatkan rekomendasi dari Kemenag saja.

Juru bicara Kementerian Agama, Anna Hasbie menyebut kajian terhadap Persatuan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 9 dan nomor 8 Tahun 2006 sudah mulai digalakkan, hal ini dilakukan memuat tugas kepala daerah dalam memelihara kerukunan umat beragama, pemberdayaan FKUB dan pendirian rumah ibadah tersebut dianggap "sudah tidak sesuai dengan situasi sekarang". Di mana masih ada umat beragama yang kesulitan mendirikan rumah ibadah, karena tidak mendapatkan rekomendasi dari FKUB (Forum Kerukunan umat Beragama) di daerah masing-masing. Intinya tujuan Perpres ini mempermudah pendirian rumah ibadah," ujar Anna Hasbie kepada BBC News Indonesia, Selasa (06/06/2023).

Dalam Perpres ini sikap Menag Yaqut yang terkesan ingin menghilangkan peran FKUB dalam UU dengan payung HAM menunjukkan bahwa gagap nya negara dalam menyelesaikan konflik horizontal yang terjadi dibeberapa wilayah Indonesia. Beberapa kasus sepanjang 2007- 2022 telah terjadi konflik berupa 140 perusakan dan 90 penolakan rumah ibadah. Semua mengacu karena adanya lembaga FKUB yang dianggap menghalangi pendirian rumah ibadah.

Dengan menghilangkan lembaga FKUB Menag berharap agar kemajemukan masyarakat dapat terjalin dengan sempurna, seperti dalam UU konstitusi pasal 28 Ayat 1 UUD 1945 yang berisi tentang kebebasan memeluk agama dan beribadat menurut agamanya masing-masing.

Namun, yang buat geleng-geleng kepala adalah akibat konflik pendirian rumah ibadat, sebagian pihak kerap membenturkan umat Islam sebagai umat yang intoleran yang tidak dapat menghargai pemeluk agama lain. Padahal disekian kasus konflik terjadi akibat persyaratan administrasi yang dipersulit.

Kegagapan ini menunjukkan bahwa negara gagal dalam menjaga kerukunan beragama. Ironisnya kegagalan ini teralihkan dengan agama mayoritas (Islam) yang mendiskriminasi pihak minoritas. Sehingga acap kali Islam menjadi pihak tertuduh, sebaliknya umat Islam justru merasakan diskriminasi dan mendapatkan tuduhan miring. Sebut saja kebijakan deradikalisasi yang menuding umat Islam " radikal dan intoleran". Begitu juga dengan mengeluarkan larangan membicarakan politik di masjid, begitu juga dengan kebijakan sertifikasi penyeragaman teks khotbah. Semua itu bertujuan untuk mengebiri ajaran Islam.

Mewujudkan kerukunan beragama tidak hanya cukup mengeluarkan Perpres, melainkan beralih kepada sistem Islam. Karena segala persoalan muncul akibat penerapan sistem yang rusak. Lihat saja banyaknya kriminalitas terjadi bukan hanya antar umat beragama melainkan antar umat manusia, begitu juga dengan hukum yang berlaku seperti hukum tajam kebawah dan tumpul keatas, kesenjangan sosial, semua itu terjadi karena penerapan sistem yang bukan berasal dari Islam melainkan sistem yang lemah karena buatan manusia.

Peradaban Islam yang agung telah memberikan gambaran secara historis. Islam bukan hanya sekadar agama melainkan sebuah institusi negara yang pernah memimpin dunia 13 abad, dan meliputi 2/3 dunia yang semua penduduknya bukan muslim saja melainkan ada Nasrani dan Yahudi.

Islam sangat menjunjung keberagaman dengan menghapuskan pluralitas, begitu juga Islam berhasil menciptakan rasa aman, kesetaraan, keadilan dan kesejahteraan tak terkecuali non muslim. Begitu juga Islam memiliki aturan terkait pembangunan rumah ibadat non muslim, yaitu dengan dibolehkan dibangun dipemukiman mereka. Tidak boleh bercampur baur antara masjid dan gereja,hal ini dalam rangka penjagaan negara terhadap akidah umat Islam sekaligus sebagai syiar Islam.

Pluralitas atau masyarakat majemuk merupakan Rahmad Allah swt, dan merupakan sunntatullah atau ketetapan Allah (Allah berfirman): Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (Al-Hujurat: 13). Wallahu a'lam bishowwab.

Oleh: Wakini
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar