Topswara.com -- Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyoroti pernyataan Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng) Irjen Agus Nugroho kasus pemerkosaan terhadap anak baru gede (ABG) berusia 15 di Parigi Moutong (Parimo).
Dia menilai pernyataan Agus yang menyebut kasus tersebut bukan tindak pidana pemerkosaan tidak sensitif terhadap gender. Bahkan, menurut Bambang, pertanyaan Irjen Agus Nugroho layak dipertanyakan, apakah Kapolda sebagai pimpinan penegak hukum di wilayah Sulteng memahami Undang-undang (UU) 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau TPKS.
Kapolda juga harus bisa menjelaskan perbedaan antara perkosaan dengan pasal 4 ayat 2 (c) persetubuhan terhadap Anak, perbuatan cabul terhadap Anak, dan atau eksploitasi seksual terhadap anak (Republika, 02/06/2023).
Belum lagi di sepanjang tahun 2022 lalu saja, tercatat oleh KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) ada 54 anak yang berhadapan dengan hukum dikarenakan berbagai kasus kejahatan dan kriminalitas yang mereka lakukan (Republika, 28/2/2023).
Ibarat fenomena gunung es, kasus kejahatan oleh anak yang tidak tercatat, tentunya jauh lebih besar dikarenakan anggapan masyarakat bahwa anak-anak dibawah umur adalah bagian dari masyarakat yang kebal hukum.
Fakta ini menambah daftar panjang kasus kejahatan yang dilakukan anak-anak dan yang menimpa anak-anak pula. Tentu saja, berulangnya kasus kejahatan anak dari hari ke hari ini mengundang tanya yang sulit terjawab. Jika kepribadian anak-anak generasi muda ini sedemikian buruknya, bagaimana nasib bangsa ini ke depannya?
Sungguh memprihatinkan, itulah kesan yang menggambarkan keadaan anak-anak zaman sekarang. Di tengah semakin baiknya kemajuan teknologi dan informasi, kondisi mereka ternyata tidaklah baik-baik saja.
Adik-adik, murid-murid, atau bisa jadi anak-anak kita sendiri saat ini berada di tengah ancaman tindak kejahatan dan kriminalitas. Padahal masa depan suatu peradaban dapat tergambarkan dari generasi mudanya. Karena yang akan memimpin peradaban dan membawa perubahan suatu bangsa ke depannya adalah anak-anak muda yang dididik.
Lalu bagaimana nasib bangsa ini apabila generasi nya mendapatkan perlakuan yang kurang berpihak kepada mereka.
Banyak kasus-kasus yang menimpa para generasi, ambil contoh saja tindak pemerkosaan, pembullyan dan pembunuhan. Semakin hari kasus semakin menjadi seperti tak bisa dibendung lagi.
Semua ini tidak jauh dari buah sekulerisme yaitu suatu sistem yang memisahkan kehidupan dunia dengan akhirat. Artinya dalam menjalani kehidupan ini hukum syara tidak boleh ikut andil atau ikut campur.
Sehingga hidup benar-benar bebas tanpa batas aturan dari Allah SWT. Agama dipandang sempit hanya mengatur masalah ibadah saja, tetapi tidak dengan masalah sosial, pergaulan, pendidikan, ekonomi, dan lain-lain. Sehingga sangat wajar apabila muncul berbagai macam kasus di setiap sektor nya termasuk sektor pada anak anak.
Berbagai faktor penyebab kekerasan yang melanda anak-anak atau generasi saat ini tidaklah muncul begitu saja. Sistem kehidupan masyarakat saat ini yang berasaskan pemisahan agama dari kehidupan atau sistem sekularisme adalah akar masalahnya.
Asas ini melahirkan paham liberalisme yang mengagung-agungkan kebebasan, baik kebebasan berakidah, berpendapat, berkepemilikan dan bertingkah laku hingga aturan-aturan agama pun makin dipinggirkan. Tidaklah heran jika dari sistem yang rusak ini melahirkan generasi-generasi yang juga rusak.
Berbeda dengan sistem sekularisme kapitalisme, sistem Islam menjadikan akidah Islam sebagai asas utama, wahyu Allah sebagai pijakannya, serta memiliki aturan yang sangat rinci dan sempurna.
Islam mengatur bahwa upaya pencegahan terjadinya tindak kejahatan bisa terwujud oleh 3 (tiga) pilar, yaitu; ketakwaan individu dan keluarga, kontrol masyarakat dan jaminan oleh negara.
Ketakwaan individu dan keluarga akan senantiasa mendorong pelakunya untuk senantiasa terikat pada aturan Islam secara keseluruhan. Aturan inilah yang akan membentengi individu umat dari melakukan kemaksiatan maupun kejahatan.
Ketakwaan individu dan keluarga ini kemudian akan dikuatkan oleh kontrol di masyarakat berupa kebiasaan beramar makruf nahi mungkar dan menjauhi segala bentuk kemungkaran yang dapat memicu terjadinya tindak kejahatan.
Kedua pilar tersebut akan lebih sempurna lagi fungsinya jika ada kekuatan sebuah negara yang menjamin diterapkannya aturan Islam secara keseluruhan.
Karena negaralah yang berkuasa menentukan sistem pendidikan, sistem hukum, sistem ekonomi, dan sistem politik yang saling berkaitan erat dalam upaya mencegah rusaknya generasi. Sehingga kita akan bisa mencetak sebuah generasi yang luar biasa.
Inilah cara Islam dalam mencegah dan mengatasi tindak kejahatan di tengah-tengah masyarakat termasuk kejahatan yang dilakukan oleh para remaja dan menimpa remaja pula. Sudah seharusnya negeri ini meninggalkan sistem kapitalisme dengan segala idenya yang rusak dan beralih kepada sistem Islam.
Wallahu a'lam bishawab.
Oleh: Japti Ardiani
Sahabat Topswara
0 Komentar