Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Inilah Sikap Toleransi yang Dicontohkan Rasulullah


Topswara.com -- Ustaz Abu Zeeshan memaparkan sikap toleransi yang dicontohkan Rasulullah SAW.

“Inilah kemudian sikap toleransi yang telah diperlihatkan/dicontohkan oleh Baginda Rasulullah SAW,” tuturnya dalam rubrik Teman Berbuka, di kanal YouTube Sultan Channel, Jumat (7/4/2023).

Ustaz memaparkan bagaimana Rasulullah memperlihatkan sikap toleransi pada peristiwa Fathul Makkah (penaklukan Makkah). Pada tahun ke delapan Hijriyah, Rasul bersama 10.000 kaum Muslimin bergerak ke Makkah untuk melakukan Fathul Makkah. Setelah mendapatkan kemenangan, Rasulullah bersama kaum Muslimin akhirnya memasuki wilayah Makkah. Namun, Rasulullah mendapati penduduk Makkah dalam keadaan ketakutan.

“Mereka ingat betul apa yang telah mereka lakukan kepada Rasulullah dan kaum Muslimin. Mereka telah menyiksa kaum Muslimin. Mereka telah memboikot kaum Muslimin. Bahkan mereka telah mengusir kaum Muslimin keluar dari Makkah. Sehingga kemudian mereka sangat khawatir apa yang telah mereka lakukan itu akan dibalas oleh Rasulullah SAW,” ulasnya.

Selanjutnya ia menerangkan bahwa apa yang dilakukan Rasulullah ternyata tidak seperti yang dibayangkan orang-orang kafir penduduk Makkah. Rasul berkata kepada penduduk Makkah, ‘Siapa saja yang memasuki masjid maka dia aman. Siapa saja yang memasuki rumah Abu Sufyan maka dia aman. Siapa saja yang memasuki rumahnya dan menutup pintunya, mereka pun aman’. 

“Begitulah Rasulullah SAW tidak membalas kejahatan mereka. Rasul lebih memilih untuk memaafkan mereka. Dan mereka pun tidak dipaksa untuk masuk Islam. Siapa saja yang dengan keridhaan mereka masuk Islam, itu diterima. Siapa saja yang mereka tetap tidak mau masuk Islam, itu pun tidak dipaksa,” urainya.

Lebih jauh ustaz menerangkan toleransi dalam Islam. Ia memberikan contoh sikap toleransi yang ditunjukkan oleh Sultan Muhammad Al Fatih ketika menaklukkan Konstantinopel. Ia mengungkapkan, ketika kota Konstantinopel telah jatuh ke tangan kaum Muslimin, kemudian Sultan Muhammad Al Fatih memasuki kota Konstantinopel, didapati penduduk Konstantinopel itu telah berkumpul di gereja Aya Sophia. Mereka nampak ketakutan, cemas, karena khawatir akan dizalimi, akan dirampas hak-hak mereka.  

“Karena memang begitulah yang biasanya terjadi. Ketika satu negeri ditaklukkan, maka penguasa yang telah menaklukkan negeri itu, akan mengambil apa pun yang bisa diambil. Mereka akan berbuat sewenang-wenang, bahkan melanggar hak-hak penduduk setempat,” paparnya.

Ustaz Abu Zeeshan mengungkapkan, ternyata perlakuan Muhammad Al Fatih kepada penduduk Konstantinopel yang telah ditaklukkannya, tidak seperti perlakuan penguasa-penguasa pada umumnya. Muhammad Al Fatih berkata kepada penduduk Konstantinopel, “Jangan khawatir, jangan takut. Sesungguhnya kalian aman. Silahkan kalian pulang ke rumah masing-masing dengan jaminan keamanan dari Sultan.” Mereka dibiarkan untuk tetap memeluk agama mereka, tidak dipaksa untuk masuk Islam. Bahkan, Sultan Muhammad Al Fatih mengangkat seorang pendeta dari kalangan mereka untuk mengurusi urusan agama mereka.

“Penduduk Konstantinopel kemudian merasa bahwa ternyata mereka lebih merasakan kebebasan untuk bisa menjalankan ajaran agama mereka, lebih baik pada saat dipimpin, pada saat dikuasai oleh Sultan Muhammad Al Fatih, dibandingkan ketika mereka dikuasai oleh penguasa Bizantium,” ujarnya.

Kemudian Ustaz memaparkan kondisi sebaliknya, ketika negeri Muslim jatuh ke tangan kaum kafir. Ia menerangkan apa yang terjadi pada kaum Muslimin di Andalusia, ketika Andalusia jatuh ke tangan Raja Ferdinand dan istrinya, Ratu Isabella. Penduduk Muslim Andalusia hanya diberikan dua pilihan. Pertama, mereka dipersilahkan untuk pergi meninggalkan Andalusia. 

“Pilihan ini pun ternyata tidak mudah, karena dari 140.000 kaum Muslimin yang berusaha untuk meninggalkan Andalusia, hanya seperempatnya saja yang berhasil keluar dari Andalusia. Mereka bisa sampai ke wilayah Afrika Tengah. Sisanya kemudian meninggal terbunuh, atau mungkin tepatnya dibunuh, oleh penguasa dari Raja Ferdinand,” ungkapnya. 

Kedua, mereka diperbolehkan untuk tetap tinggal di Andalusia, dengan syarat harus meninggalkan seluruh atribut keislaman. Mereka dilarang melaksanakan shalat. Masjid-masjid ditutup. Siapa saja yang di rumahnya didapati menyimpan mushaf Al-Qur'an, bisa ditangkap, disiksa, bahkan dibunuh di jalanan. Nama-nama Arab bahkan harus diganti.  

“Kemudian kebijakannya berubah. Kebijakan untuk mereka yang masih tinggal di Andalusia kemudian berubah menjadi dua pilihan. Pertama, mereka dipaksa untuk murtad. Kedua, mereka akan dibunuh. Yang kemudian akhirnya hampir seluruh penduduk Muslim Andalusia itu akhirnya meninggal dunia. Seorang orientalis Perancis bahkan menyebutkan, lebih dari 3 juta penduduk Muslim Andalusia dibunuh oleh raja Ferdinand,” ulasnya.

Ustaz menekankan, begitulah yang dilakukan penguasa kafir terhadap kaum Muslimin di Andalusia. Padahal diketahui, kaum Muslimin masuk ke Andalusia dalam keadaan damai. Selama kurang lebih 8 abad kaum Muslimin memperbaiki Andalusia, membangun Andalusia, menjadikan Andalusia sebagai pusat ilmu di dunia saat itu. Bahkan ilmu Andalusia kemudian menjadi cikal bakal kebangkitan Eropa. 

“Tapi apa yang dilakukan oleh Eropa untuk membalas kebaikan kaum Muslimin? Mereka membalasnya dengan perbuatan yang keji, perbuatan yang kejam, perbuatan yang intoleran,” ujarnya.

Maka, tuduhan bahwa peradaban Islam akan bersikap intoleran, adalah tuduhan yang tidak ada landasannya. Menghalangi upaya jamaah Islam yang bercita-cita mewujudkan kembali peradaban Islam, karena dituduh akan mengambil hak-hak non-Muslim, berbuat zalim terhadap non-Muslim, adalah pernyataan ahistoris. 

“Fakta sejarah ini kemudian kita bisa tahu, siapa sebenarnya yang toleran, dan siapa sebenarnya yang intoleran. Ketika fakta sejarah ini disampaikan kepada mereka-mereka yang memang membenci Islam, namun tetap saja mereka berpendapat bahwa Islamlah yang intoleransi, maka ingatlah firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala, yang artinya, “Telah nampak jelas (nampak nyata), kebencian dari mulut-mulut mereka, dan kebencian yang ada di dada mereka itu sesungguhnya jauh lebih besar',” tuturnya.

Selanjutnya Ustaz berpesan kepada para pejuang Islam yang berusaha untuk menegakkan kembali peradaban Islam, untuk bersemangat, istiqamah, dan sabar dalam perjuangan.

“Adapun bagi kita, bagi Anda, yang saat ini berada dalam sebuah jamaah, barisan kaum Muslimin yang berusaha untuk menegakkan kembali peradaban Islam, maka tetaplah semangat, tetaplah berjuang, tetaplah bersabar, karena sesungguhnya ketika peradaban Islam itu tegak kembali, yang akan merasakan kebaikan dari peradaban Islam itu tidak hanya kaum Muslimin, tapi peradaban Islam itu akan dirasakan kebaikannya juga oleh seluruh umat manusia, termasuk non-Muslim,” pungkasnya. [] Binti Muzayyanah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar