Topswara.com -- Setelah dua dekade, pemerintah kembali membuka perizinan penambangan dan ekspor pasir laut dengan aturan baru dalam sebuah Peraturan Pemerintah. Pada 15 Mei lalu, pemerintah mengumumkan Peraturan Pemerintah nomor 26 Tahun 2023 mengenai pengelolaan sedimentasi di laut dan memuat persyaratan perizinan perusahaan yang dapat melakukan penambangan (detik.com 1/6/2023).
Tujuan peraturan tersebut di klaim untuk menjaga kesehatan ekosistem laut. Wahyu Muryadi, juru bicara Kementerian Kelautan dan Perikanan, menyatakan proyek pengelolaan sedimentasi ini digadang akan mendatangkan dua manfaat utama, yakni penyehatan lingkungan dan biota laut juga mengahantarkan pada peningkatan pendapatan Negara (tempo.co 10/6/2023).
Atas hal ini, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan ke depannya akan dibentuk tim kajian yang terdiri dari Kementrian Lingkungan Hidup, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementrian Perhubungan, Pusat Hidro-Oseanografi, para akademisi, hingga LSM lingkungan seperti WALHI dan Green Peace.
Ia menambahkan dengan aturan tersebut proses pengerukan sedimentasi di laut akan diatur secara tegas oleh pemerintah hingga tidak ada pengerukan secara ilegal (cnbcindonesia.com 2/6/2023).
Meski dianggap menguntungkan namun sesungguhnya kebijakan tersebut dapat merugikan ekosistem laut yang pada akhirnya akan membahayakan kehidupan masyarakat. Adalah hal yang wajar jika dicetuskannya aturan ini menimbulkan polemik baru.
Hal tersebut menuai banyak kritik di tengah masyararat. Salah satunya ialah dari Mantan Mentri Kelautan dan Perikanan, Ibu Susi Pudjiastuti mengutarakan keingainan beliau perizinan tersebut baiknya di batalkan karna dapat memberikan dampak serius akan kerusakan lingkungan ditengah kondisi iklim di Indonesia yang tidak baik-baik saja (detik.com 29/5/2023).
Di kemudian hari, dampak lain yang dapat ditimbulkan dengan adanya aktivitas penambangan pasir ialah timbulnya turbulensi yang menyebabkan peningkatan kadar padatan tersuspensi di dasar perairan laut, hal ini kedepannya dapat mengakibatkan banjir rob. Energi gelombang atau ombak juga akan semakin tinggi ketika menerjang pesisir pantai.
Aktivitas penambangan pasir laut juga akan mengundang konflik sosial antara masyarakat yang menjaga lingkungan dan para penambang pasir laut. Kebijakan ini dipastikan hanya akan menguntungkan para pemilik modal.
Sungguh sayang, aktivitas penambangan pasir yang membawa efek negatif bagi alam dan masyarakat ini justru dilegalkan. Tidak heran jika timbul anggapan bahwa dibalik kembalinya aturan ekspor pasir tersebut terdapat pihak yang menunggangi pemerintah.
Kembalinya kebijakan tersebut menunjukkan potret bahwasanya Negara dalam cengkraman kapitalisme mengutamakan perihal ekonomi tanpa mempertimbangkan masalah lingkungan yang serius.
Tatanan ini juga menjadikan tersandranya peran negara yang hanya berposisi sebagai regulator, yakni pihak yang membuat aturan sedangkan pihak lain yang akan meraup keuntungan lebih besar.nSistem kapitalisme menjadikan penguasa lebih pro terhadap pemilik modal.
Padahal kekayaan SDA Indonesia sangatlah berlimpah baik dari segi maritim dan agrarisnya, bahkan hasil tambang yang terkandung di dalam buminya. Namun sayang seribu sayang, kekayaan yang Allah karuniakan tersebut justru dinikmati asing, bukan rakyat pribumi.
Islam yang merupakan agama sekaligus ideologi yang di bawah manusia mulia Rasulullah SAW sejatinya telah memberikan tuntunan bagi negara tentang sumber pemasukan negara.
Di mana salah satunya terkait dengan pengelolaan Sumber Daya Alam. SDA ialah ciptaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala untuk digunakan manusia dalam kehidupannya, dalam hal ini negara haruslah hadir sebagai pengelola agar seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan pemanfaatan SDA tersebut dalam kemudahan sarana dan prasarana berkehidupan.
Maka peran penguasa di dalam sistem Islam sangatlah penting untuk menjaga kekayaan alam negerinya, dalam segi pengelolaan, dan pendistribusian.
Jikalau pun penguasa ingin mengekspor Sumber Daya Alam yang ada maka harus memastikan kebutuhan masyarakat dalam negeri tidak terancam dan melakukan transaksi penjualan bukan kepada kaum kafir harbi.
Aspek inilah yang juga harus diperhatikan di dalam Islam. Maka aktivitas menjual Sumber Daya Alam bukan semata atas pertimbangan untung rugi sebagaimana sistem kapitalisme saat ini.
Wallahua’lam bissawab.
Oleh: Agustin Pratiwi
Aktivis Muslimah
0 Komentar