Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Baby Blues Butuh Solusi Tiga Pilar


Topswara.com -- Setiap ibu yang telah melahirkan bayi kedunia pastilah berbagia, karena lengkap sudah fitrahnya sebagai wanita. Namun banyak fakta berbicara lain, pasca melahirkan seorang ibu akan sangat lelah karena proses melahirkan yang menguras tenaga maupun psikis yang luar biasa. 

Maka wajarlah bila proses melahirkan itu merupakan perjuangan jihadnya seorang ibu dimana Allah memberikan predikat pahala syahid apabila ibu meninggal saat melahirkan bayi.

Selain lelah luar biasa, ada kalanya seorang ibu berada dalam kondisi lingkungan sekitar yang tidak bisa memberikan support bagi dirinya yang sedang dalam kondisi lemah dan butuh bantuan dalam masa pemulihan maupun perawatan bayi yang baru lahir. Kondisi ini apabila tidak mampu diatasi oleh ibu akan mengantarkan pada apa yang disebut baby blues.  

Baby blues adalah kondisi, gangguan mental dan masalah psikologis yang dialami oleh ibu setelah melahirkan. Kondisi ini biasanya meliputi gangguan tidur dan konsentrasi, berkurangnya nafsu makan, perasaan cemas dan sedih hingga menangis tanpa sebab, serta perasaan sensitif dan mudah tersinggung.

Pada tataran baby blues yang parah, seorang ibu bisa sampai membuang dan atau membunuh bayinya sendiri sebagaimana kasus-kasus yang berseliweran di berita media tanah air. Hal biasanya ini terjadi pada kondisi rumah yang kurang harmonis baik itu KDRT mupun ketiadaan sosok suami dalam menjalankan fungsi serta pendampingannya. 

Fakta miris yang terjadi di tanah air adalah dalam data laporan Indonesia National Adlescent Mental Health Survey (I-NAMHS) 2023. Kemudian, hasil penelitian Andrianti (2020) terungkap, 32 persen ibu hamil mengalami depresi dan 27 persen depresi pasca melahirkan. 

Selain itu, penelitian skala nasional menunjukkan 50-70 persen ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues. Angka ini tertinggi ketiga di Asia. 

Masih dari situs yang sama, praktisi kedokteran komunitas dari Health Collaborative Center dan FKUI, Ray Wagiu Basrowi menegaskan pendekatan edukasi publik di tingkat komunitas sangat strategis penelitian yang dilakukan pada populasi ibu menyusui di Indonesia selama pandemi menunjukkan enam dari 10 ibu menyusui tidak bahagia akibat kurang suportifnya sistem pendukung di keluarga dan masyarakat. Intervensi edukasi publik di komunitas telah memiliki sejumlah bukti ilmiah yang kuat sehingga tingkat keberhasilan bisa lebih besar dan terukur. (www.ameera.republika.co.id, 28/05/2023)

Tingginya angka ibu yang mengalami baby blues harus segera diatasi karena ini menyangkut nasib generasi suatu bangsa. Jangan sampai bayi-bayi yang tidak berdosa ini mengalami dampak buruk akibat banyaknya ibu yang frustasi saat kelahiran mereka. 

Berbicara solusi, sungguh sia-sia bila masih mengharapkan sistem kapitalisme saat ini untuk memberikan solusi terhadap permasalahan ini, karena masalah ini hadir justru karena akibat diterapkannya sistem yang jauh menjauhkan manusia dari fitrah kemanusiaannya. 

Sistem kapitalisme yang bernafaskan akidah sekularisme telah membuat manusia jauh bahkan tak mengenal keberadaan dari Penciptanya. Padahal justru itulah benteng utama manusia untuk melakukan dan tidak melakukan perbuatan tercela. 

Sebanyak apapun masalah yang membelenggu manusia, bila manusia mempunyai keimanan yang kuat dia akan mampu bersabar terhadap kondisi yang ada seraya memasrahkan urusan yang dihadapinya kepada Allah.

Perkara iman memang utama, tidak hanya bagi seorang ibu yang menghadapi situasi sulit pasca melahirkan tapi juga seluruh umat manusia. Fakta membuktikan, tanpa mengenal iman, negara maju bisa mempunyai angka bunuh diri yang tinggi sebagaimana di Jepang atau AS yang mempunyai kota Zombie karena maraknya pecandu narkoba di negara bagian tersebut.

Negara yang menerapkan asas Aqidah Islam sajalah yang akan mampu menyemaikan iman ini keseluruh masyarakat penduduknya. Selain keimanan individu, ada dua pilar lagi yang menjadi solusi persoalan ini, yaitu kontrol masyarakat dan peran negara. 

Sebagaimana pernyataan Ray Wagiu Basrowi diatas bahwa intervensi edukasi publik di komunitas telah memiliki keberhasilan lebih besar dan terukur. Nah, itu artinya ibu harus memiliki komunitas yang baik sehingga mampu mengedukasi dirinya. 

Edukasi yang baik tidak akan diperoleh pada masyarakat yang rusak baik interaksi maupun akhlaknya sebagaimana yang terjadi pada sebagian besar masyarakat kapitalisme saat ini. Banyak masyarakat yang tak peduli satu sama lain atau malah bersitegang dan tidak rukun karena berbagai persoalan hidup. 

Berbeda dengan masyarakat yang dibentuk oleh aqidah Islam dimata ikatan di antara individu adalah keimanan kepada Allah. Banyak urusan yang selesai karena aturan Islam yang diterapkan atas mereka sehingga suasana yang tercipta kondusif sesuai fitrah manusia untuk hidup termasuk melahirkan dan membesarkan anak-anak.

Tidak bisa dipungkiri lagi, terbentuknya ibu yang bertaqwa dan situasi masyarakat kondusif anti stres bagi ibu hanya tercipta bila negara menerapkan Islam dalam segala sendi kehidupan, tidak hanya secara spiritual semata seperti saat ini.


Oleh: Ratna Mufidah, SE.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar