Topswara.com -- Beban pekerjaan rumah tangga itu tidaklah ringan. Banyak perempuan yang akhirnya memilih terus berkarir setelah mencoba resign dan menjadi ibu rumah tangga.
Sebabnya, mereka merasa beban kerja sebagai ibu rumah tangga jauh lebih berat. Terutama mengurus anak adalah pekerjaan yang menguras tenaga dan emosi. Di kantor ada rekan kerja atau staf yang membantu pekerjaan di kantor. Di rumah?
Namun ada saja suami yang berpikir pekerjaan sebagai istri dan ibu rumah tangga itu pekerjaan sepele. Apa susahnya, pikir suami, bangun tidur masak, siapkan pakaian kerja suami dan seragam sekolah anak-anak, setelah semua berangkat tak ada pekerjaan lagi di rumah. Benar, begitu?
Kenyataannya seorang istri bukan saja bekerja di pagi hari, tetapi nyaris sepanjang hari hingga petang. Bukan saja butuh enerji ekstra, tetapi juga pikiran yang ekstra. Karena seorang istri selain mengurus rumah, memasak, dan mengurus anak, juga perencana keuangan dan seringkali harus ambil keputusan.
Hampir semua ibu rumah tangga bekerja secara multitasking. Saat anak sakit, maka yang paling terkuras perasaan dan pemikirannya adalah seorang ibu, barulah sang ayah.
Saat tahun ajaran baru tiba, yang paling banyak curahkan effort untuk sekolah anak adalah ibu. Mulai dari mencari sekolah, memikirkan biaya, memulai pendaftaran, lalu urusan bayar-bayar. Bapak hanya tinggal transfer, sedangkan detilnya ada di otak dan tangan ibu. Dan terus seperti itu setiap kali anak masuk sekolah sampai lulus kuliah.
Suami terbaik itu adalah mereka yang hadir untuk bersahabat dengan istri untuk melawan depresi. Kenyatannya, tidak jarang suami justru menjadi pembawa depresi. Bukan membantu, malah bikin rancu. Bukannya meringankan beban, malah jadi beban. Bukannya menghibur malah buat perasaan makin hancur.
Padahal, seperti sudah ditulis di bagian pertama, depresinya istri berdampak luas dalam kehidupan rumah tangga; komunikasi macet, sering konflik, malas berhubungan intim, anak-anak pun ikut merasakan tertekan. Pada kondisi ekstrim, seperti yang banyak terjadi belakangan ini, nekat melakukan bunuh diri bahkan membunuh anak-anak mereka.
Nabi SAW. ingatkan kaum lelaki bahwa setangguh-tangguhnya perempuan mereka adalah kaca. Lebih rapuh ketimbang kaum pria. Butuh penjaga untuk memelihara mereka dari tekanan yang bisa membuat retak atau pecah hati mereka. Sabda Nabi:
اِرْفَقْ بِالْقَوارِيْرِ
“Lembutlah kepada gelas-gelas kaca (maksudnya para wanita)” (HR. Al-Bukhari).
Nah, para suami punya peran penting membantu istri melewati depresi. Itu berarti menyelamatkan kehidupan bersama dalam rumah tangga. Bukankah sebaik-baik suami adalah mereka yang baik pada istrinya?
Ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk menjauhkan depresi dari istri:
Pertama, meringankan kesibukan mereka di rumah. Bisa mulai dari membantu sejumlah pekerjaan rumah, mengajak anak bermain, dan sebagainya. Aisyah menceritakan apa yang dilakukan Rasulullah SAW saat berada di rumah:
كَانَ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesibukan membantu istrinya, dan jika tiba waktu shalat maka beliaupun pergi shalat” (HR Bukhari).
Apa yang dilakukan Nabi selain menunjukkan kasih sayang pada keluarga beliau, juga menunjukkan kelembutan dan kerendahan hatinya (tawadhu) dimana seorang utusan Allah mau turun tangan membantu pekerjaan istri-istrinya. Anda, para suami, selain mendapatkan pahala, juga membantu istri menghadapi depresi dan menambah kasih sayang di antara keluarga.
Di antara cara meringankan tugas istri juga dengan membelikan mesin cuci, mempekerjakan asisten rumah tangga, juga mengajari anak-anak yang sudah cukup umur untuk bisa mengurus keperluan mereka sendiri.
Kedua, respek dan friendly pada istri. Tidak ada orang yang tidak senang mendapat penghargaan, termasuk istri. Respeklah pada pekerjaan istri di rumah saat ia merapihkan rumah, memasak, mengasuh anak, baik lewat pujian maupun sikap menghargai apa yang ia sudah lakukan.
Sikap menghargai istri akan mendorong munculnya hormon-hormon yang memberikan rasa bahagia yakni endorfin, dopamin, serotonin dan oksitoksin. Ini akan memberikan rasa senang sehingga jauh dari stress.
Inilah bagian dari menjalankan perintah Allah yakni bersahabat dengan istri secara ma’ruf. FirmanNya:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” (TQS. an-Nisa [4]: 19).
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ini: “Yakni perbaguslah ucapan kalian kepada mereka, dan perbaguslah perbuatan kalian dan keadaan kalian sesuai kemampuan kalian, sebagaimana kalian menyukai hal itu dari mereka.”
Respek dan friendly pada istri bukan saja membantu istri menghadapi beban pekerjaan di rumah, tapi juga menyehatkan diri suami, dan menguatkan kualitas hubungan keluarga.
Ketiga, memberinya me-time. Bukan hanya suami, tetapi istri juga membutuhkan rihlah. Inilah me-time. Sayidina Ali bin Abi Thalib ra berpesan, “Hiburlah hati karena bila tidak dihibur ia akan menjadi keras.” Wajar dong kalau suami memberi istri kesempatan untuk melepas capek; apakah sekedar kumpul dengan saudara-saudaranya, atau mungkin kawan-kawan sekolah atau kuliahnya, dan sebagainya. Selama itu aktivitas yang sehat, aman dan Islami, berikanlah kesempatan istri untuk mengumpulkan lagi enerji kehidupannya.
Keempat, beri dukungan di saat sulit. Jangan kurangi perhatian dan dukungan saat istri sedang down mentalnya. Tunjukkan cinta dan persahabatan yang tulus padanya, bahwa Anda tetap berada di sisinya ketika kondisi sedang memburuk. Pahami apa yang ia butuhkan dan beri motivasi untuk tetap semangat dalam hidup.
Kelima, perbanyak taqarrub pada Allah. Dekatkan diri pada Allah di saat hidup terasa sempit. Salah satunya adalah dengan berdoa karena doa adalah senjata orang beriman, dan Allah amat suka pada hambaNya yang senantiasa berdoa.
Dalam kondisi ini perbanyaklah berdoa dan beramal salih agar Allah berkenan memberikan pertolongan dan menguatkan lagi mental istri. Di antara doa yang diajarkan Rasulullah adalah:
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحُزْنِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesusahan/kegelisahan dan kesedihan, aku berlindung kepada-Mu dari lemah/ketidakmampuan dan kemalasan, aku berlindung kepada-Mu dari sifat penakut dan kikir/pelit, dan aku berlindung kepada-Mu dari lilitan hutang dan penguasaan (kesewenang-wenangan) orang.” (HR. Abu Daud).
Oleh: Ustaz Iwan Januar
Direktur Siyasah Institute
Sumber : iwanjanuar.com
0 Komentar