Topswara.com -- Pengangguran merupakan salah satu masalah besar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dan tak kunjung usai. Pengangguran muncul ketika jumlah pencari kerja yang ada secara relatif atau absolut lebih banyak dibandingkan lowongan kerja yang tersedia sehingga sebagian pencari kerja tidak dapat diserap oleh pasar kerja.
Data BPS menunjukkan terdapat 937.176 orang pencari kerja pada 2022. Sedangkan total lowongan kerja yang tersedia tidak menyentuh seperempat dari total pencari kerja (katadata.co.id, 20/05/2023).
Ketimpangan ini turut menyumbang angka pengangguran yang cukup besar di negeri ini. Tingginya angka pengangguran tentu berpengaruh terhadap kesejahteraan rakyat.
Karena itu, kondisi ini juga menunjukan bahwa negara gagal mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Bahkan pengangguran semakin menjadi-jadi dengan kebijakan yang mempermudah tenaga kerja asing masuk dan ikut bersaing di negeri ini.
Sebagai implementasi dari sistem ekonomi neoliberal yang diterapkan di negeri ini. Sebagaimana dipahami, bahwa bekerja adalah kunci utama bagi masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan pokoknya seperti pangan, sandang, dan papan.
Sementara itu dalam sistem kapitalisme biaya layanan kesehatan dan pendidikan harus ditanggung sendiri oleh masyarakat. Oleh sebab itu, pendapatan dari bekerja juga digunakan untuk menanggung kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut.
Maka bisa dibayangkan seandainya para pencari nafkah yakni ayah dalam sebuah keluarga menjadi pengangguran, maka isteri dan anak-anaknya akan hidup merana.
Bukan hanya hidup dalam kelaparan, tetapi mereka juga hidup dalam kebodohan dan rentan terhadap penyakit. Mirisnya, kondisi ini terjadi di negeri yang dianugrahi oleh Allah SWT kekayaan alam yang melimpah ruah. Di sadari atau tidak, penerapan sistem kapitalismelah sumber persoalan tingginya angka pengangguran di negeri ini.
Sistem kapitalisme merupakan sistem buatan manusia yang menghilangkan kewajiban negara sebagai pengatur urusan rakyat. Rakyat dibiarkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri tanpa ada jaminan dari negara.
Seperti penyediaan lapangan pekerjaan yang luas, pemberian pendidikan terbaik, pemberian pelatihan kemampuan bekerja dan lain-lain secara gratis.
Sistem ini telah menjadikan negara bertindak sebagai regulator yang menjadikan hampir seluruh aspek kehidupan dikuasai oleh para korporat (pemilik modal). Alhasil, para pemilik modal dapat mengembangkan kekayaannya dengan melakukan usaha yang mendatangkan untung besar.
Para kapitalis dengan modalnya yang besar dilegalkan oleh negara mengelola sumber daya alam yang sejatinya milik rakyat. Sementara negara hanya menarik pajak dari mereka.
Kalaupun para pemilik modal tersebut membutuhkan tenaga para pekerja tersebut hanya digaji dengan upah minimum dan sering kali tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.
Sebab, pekerjaan yang disediakan hanya sebagai buruh atau pekerja kasar. Dengan demikian, sistem kapitalisme telah nyata menyumbang persoalan pengangguran di negeri ini.
Berbeda dengan penerapan dalam sistem pemerintahan Islam, yakni khilafah. Dalam sistem pemerintahan Islam negara memiliki visi menjamin pemenuhan seluruh kebutuhan primer warga negaranya.
Selain itu, rakyat diberikan akses demi memenuhi kebutuhan sekunder dan jaminan ketersediaan kebutuhan pokok bagi kalangan yang kurang mampu.
Khilafah akan menjalankan mekanisme praktis dalam upaya pemerataan ekonomi dan kesejahteraan hingga menumpas pengangguran yaitu melalui penerapan sistem ekonomi Islam.
Sistem ekonomi Islam tegak di atas prinsip kepemilikan yang khas, yang membagi antara kepemilikan negara, kepemilikan umum, dan kepemilikan individu. SDA yang melimpah dan tidak terbatas jumlahnya ditetapkan sebagai kepemilikan umum (milik rakyat) karena itu diharamkan untuk dikuasai oleh individu bahkan oleh negara sebagaimana yang terjadi pada sistem saat ini.
Allah Subhanahu wa ta'ala pemegang kedaulatan tertinggi alias sumber hukum memang telah menetapkannya sebagai milik umum. Adapun negara diperintah syariat untuk mengelolanya dan menggunakan hasilnya sebagai modal untuk menyejahterakan rakyat.
Khususnya melalui jaminan pemenuhan hak kolektif rakyat, yaitu kesehatan, pendidikan, keamanan, layanan infrastruktur dan fasilitas umum lainya. Sehingga tercipta lingkungan hidup yang layak, kondusif, dan lain-lain. Dari sini saja kita dapat melihat betapa negara dalam sistem Islam punya sumber pemasukan keuangan yang demikian besarnya.
Terlebih Allah menganugrahkan wilayah negeri muslim memiliki sumber kekayaan yang melimpah. Belum lagi sumber kekayaan milik umum berupa padang gembalaan dan perairan yang potensi pengembangannya juga sangat luar biasa.
Khilafah juga akan meningkatkan etos kerja dan produktivitas kerja masyarakatnya yang mampu bekerja. Dalam hal ini, khilafah menjamin ayah atau para wali untuk mendapatkan pekerjaan layak yang memungkinkan bagi mereka memperoleh harta untuk menafkahi keluarga yang ditanggungnya. Tentu saja mutlak diperlukan pemberian pendidikan keterampilan kerja sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Di samping itu, lapangan pekerjaan juga disediakan seluas-luasnya oleh negara. Pengelolaan SDA secara mandiri oleh negara, otomatis akan membuka lapangan kerja di banyak lini mulai dari tenaga ahli hingga tenaga terampil.
Ini sekaligus akan menghapuskan pengangguran, apalagi jika pengelolaan dilakukan di semua jenis SDA. Demikianlah solusi Islam dalam mencegah dan mengatasi masalah pengangguran. Semoga umat makin sadar bahwa kebaikan sistem Islam ini yang akan terwujud melalui tegaknya institusi khilafah Islam.
Dengan demikian permasalahan pengangguran di Indonesia hanya akan bisa terselesaikan jika solusi yang diambil sesuai dengan akar permasalahan yang ada. Ketersediaan lapangan pekerjaan merupakan hal urgen yang harus tersolusikan.
Namun hal tersebut akan sulit diwujudkan jika pemimpin negeri hanya sekedar obral janji dan tidak memberikan solusi pasti. Terlebih ketika kondisi pemerintah Indonesia yang dilingkupi sistem neo-liberal maka semua kebijakan sangat terikat dengan hegemoni global.
Hal ini pula, yang menjadikan pemerintah tidak bisa menolak ketika ada gempuran tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia. Tersebab hal tersebut adalah konsekuensi dari perjanjian perdagangan bebas dunia (WTO).
Maka, untuk benar-benar bisa keluar dari permasalahan pengangguran maka Indonesia juga harus berani keluar dari pengaruh ideologi neo-liberal. Sudah selayaknya, jika negeri yang mayoritas penduduknya muslim ini mengambil solusi dari aturan yang berasal dari Tuhan penguasa Alam. Aturan tersebut adalah syariat Islam yang bersumber dari ideologi Islam.
Di dalam pemerintahan Islam, pemimpin berkewajiban memberikan pekerjaan kepada mereka yang membutuhkan sebagai realisasi politik ekonomi Islam. Pemimpin harus bisa memastikan bahwa setiap kepala keluarga memiliki pekerjaan yang layak sehingga bisa menafkahi keluarga mereka.
Rasulullah SAW. bersabda, “Imam adalah pemelihara urusan rakyat, ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya.” (HR Bukhari Muslim).
Mekanisme dalam mengatasi pengangguran dan menciptakan lapangan kerja dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu mekanisme individu dan ekonomi sosial. Dalam mekanisme individu, seorang pemimpin harus memberikan pemahaman kepada individu, terutama melalui sistem pendidikan, tentang wajibnya bekerja dan kedudukan orang-orang yang bekerja di hadapan Allah SWT.
Selain itu, juga memastikan bahwa yang wajib untuk bekerja adalah laki-laki bukan wanita. Ketika individu tidak bekerja, misal karena malas atau tidak memiliki keahlian dan modal, maka imam wajib memaksa individu bekerja.
Sekaligus, menjamin ketersediaan sarana pendidikan dan pemberian modal agar mereka bisa memulai usaha.
Sebagaimana Umar r.a yang dengan tegas memerintahkan orang-orang yang hanya berdiam diri di masjid tidak bekerja atas nama tawakal. Umar berkata, “Kalian adalah orang-orang yang malas bekerja, padahal kalian tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan perak.”
Lalu beliau mengusir mereka dari masjid dan memberi mereka setakar biji-bijian. Sedangkan mekanisme sosial dan ekonomi. Islam akan membuka secara lebar investasi untuk sektor riil seperti di bidang pertanian, kelautan, tambang, ataupun perdagangan.
Sedangkan untuk menstabilkan iklim investasi dan usaha, seorang pemimpin negara akan menciptakan iklim yang mendorong masyarakat untuk membuka usaha melalui birokrasi sederhana, penghapusan pajak, dan melindungi industri dari persaingan yang tidak sehat. Sedang penyerapan tenaga kerja di lapangan maka fokus untuk tenaga kerja laki-laki. Hal ini dikarenakan wanita tidak diwajibkan bekerja.
Tugas utamanya adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Kondisi inilah yang akan menghilangkan persaingan antara tenaga kerja laki-laki dan wanita. Demikianlah mekanisme Islam untuk menuntaskan pengangguran.
Konsep tersebut hanya bisa dilaksanakan jika tata aturan Islam diambil secara utuh dari tataran individu hingga negara. Hanya dengan pengaturan Islam, pengangguran akan teratasi secara tuntas bukan sekedar tambal sulam sebagaimana solusi yang ditawarkan oleh rezim yang mengemban neo-liberal seperti saat ini.
Wallahu a'lam bi shawab.
Oleh: Tri Setiawati, S.Si
Sahabat Topswara
0 Komentar