Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

PHK Marak, di Mana Negara Berpihak?


Topswara.com -- Krisis ekonomi yang menghantam pasar global kembali membawa gelombang PHK yang mengancam para buruh, baik di negeri ini hingga mancanegara. 

Dalam 5 bulan, sebanyak 168.243 orang menganggur karena di-PHK raksasa teknologi global yang berpusat di Amerika Serikat. Dilansir dari cnbcindonesia.com, Apple Inc diam-diam telah melakukan pemecatan bahkan tanpa menunggu kontrak pegawai habis sampai 15 bulan. Alasannya ialalah PHK menjadi alternatif untuk memangkas biaya perusahaan (5/5/2023). 

Platform pencari lowongan kerja, LinkedIn juga melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada 716 karyawannya dan menutup aplikasi InCareer miliknya di China (kompas.com 9/5/2023).

Di Indonesia, pengusaha industri furnitur juga tengah melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK sebesar 10-20 persen dikarenakan merosotnya permintaan imbas inflasi tinggi yang terjadi di sejumlah negara tujuan ekspor (katadata.co.id 9/5/2023). 

Senada dengan hal tersebut, Sekretaris Jenderal Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Emelia Yanti Siahaan mengungkapkan bahwa PT Panarub Industry yang menjadi mitra produksi sepatu Adidas di Indonesia telah melakukan pemotongan upah pekerja serta memberhentikan ribuan pekerja secara sepihak sejak pandemi Covid-19 dan kabar resesi global (detik.com 9/5/2023). 

BPJS Ketenagakerjaan melaporkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan atau JKT tahun ini melonjak dari Rp.150 juta dalam periode yang sama pada tahun lalu menjadi Rp.35,6 miliar per Februari 2023. Deputi bidang komunikasi BPJamsostek, Oni Marbun, menilai hal tersebut dikarenakan tingginya angka PHK yang terjadi dalam satu tahun terakhir di sektor teknologi hingga industri manufaktur (kumparan.com 9/4/2023). 

Meningkatnya angka PKH tentu akan berdampak pada bertambahnya daftar pengangguran. Rakyat yang minim bahkan tidak memiliki pendapatan berpengaruh pada turunnya permintaan barang dan jasa serta melambatnya perputaran roda perekonomian di semua sektor.

Masalah ini sejatinya disebabkan oleh penerapan sistem kapitalisme yang hanya berpihak pada pemilik modal atau korporasi. Kebijakan pemerintah yang bertumpu pada asas untung rugi mengakibatkan makin maraknya fenomena PHK dan pengangguran. 

Sistem ini telah menyandera peran penting negara dan menjadikan negara bergantung pada para investor asing hingga tidak bisa secara mandiri memberikan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya.

Posisi negara dalam sistem kapitalisme sekuler hanya sebagai regulator yang pada akhirnya meniscayakan kekayaan alam yang dimiliki negeri hanya dirasakan oleh para konglomerat. 

Dalam sektor ekonomi non real sistem ini meniscayakan investasi spekulatif melalui kredit perbankan hingga jual beli surat berharga seperti saham dan obligasi yang rentan menyebabkan inflasi dan meroketnya harga aset menjadikan nilai produksi dan investasi menurun di sektor riil. 

Kondisi ini sangat memungkinkan berakibat terjadinya resesi bahkan kebangkrutan perusahaan, oleh karenanya PHK besar-besaran pun menjadi pilihan untuk menyelamatkan aset perusahaan tanpa memperdulikan nasib pekerja.

Sungguh nahas nasib pekerja dalam sistem kapitalisme, mereka dipandang sebagai bagian dari biaya produksi yang mana direkrut dan di PHK sesuai kepentingan pengusaha. Hal tersebut bahkan diperparah setelah pemerintah memberlakukan Undang-Undang Omnibus Law. 

Alih-alih menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan perlindungan bagi tenaga kerja, nyatanya kebijakan tersebut kian menambah derita para buruh dan hanya menguntungkan pemilik modal. 

Dalam salah satu bulir di Pasal 40 Ayat 2 PP 35/2021 disebutkan bahwa penetapan pesangon bisa lebih kecil yakni 0,5 kali dari upah bagi pekerja atau buruh yang terkena PHK. Deretan fakta telah menunjukkan bahwa sistem kapitalisme sekuler telah gagal dalam memberikan Kesejahteraan rakyat pun menyebabkan disfungsi peran penting negara.

Dalam pandangan Islam, negara berkewajiban menjadi pengurus urusan rakyat secara keseluruhan dalam aspek kehidupan, termasuk menyoal menyediakan lapangan kerja. 

Negara harus memastikan para pencari nafkah dapat bekerja. Jika seorang kepala keluarga malas, maka negara wajib memaksanya, jika tak memiliki keahlian atau modal maka negara wajib menyediakan sarana dan prasarananya agar seorang kepala keluarga dapat melaksanakan kewajibannya memberikan nafkah atau dengan memberikan modal untuk melangsungkan usaha yang didapatkan dari sistem keuangan baitul mal. 

Sedangkan bagi orang cacat, lemah ataupun lanjut usia, yang mana ia tidak memungkinkan untuk bekerja, maka negara harus menyediakan santunan dalam menjamin pemenuhan kebutuhan pokok mereka.

Terkait pengelolaan dalam bidang ekonomi, pemerintahan Islam atau khilafah akan mengeluarkan kebijakan untuk meningkatkan dan mendatangkan investasi yang halal yang dapat dikembangkan di sektor riil.

Seperti sektor pertanian, kehutanan, kelautan, maupun perdagangan yang kesemuanya dilakukan oleh negara secara mandiri tanpa campur tangan pihak swasta. Kemandirian dalam pengelolaan proyek-proyek ini akan dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar.

Khilafah akan menjalankan strategi dalam koordinasi antara sistem pendidikan dengan potensi ekonomi di suatu wilayah, yang mana kemudian akan membuka peluang liniernya sarapan lulusan pendidikan dengan kebutuhan masyarakat. 

Khilafah juga akan menutup celah berkembangnya sektor non real yang tidak sesuai syariat Islam. Oleh karena itu, badai PHK dan pengangguran sistemik yang terjadi hanya dapat diselesaikan dengan menerapkan sistem Islam. 

Wallahu’alam bissawab.


Oleh: Agustin Pratiwi
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar