Topswara.com -- Tindak pidana korupsi kembali terjadi, kali ini semakin meluas. Seolah sudah jadi tradisi, hal semacam ini selalu dimanfaatkan penguasa untuk meraup keuntungan.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, menyampaikan tentang Kejaksaan Agung yang menetapkan Direktur PT. Waskita Karya Persero yakni Destiawan Soewardjono menjadi tersangka kasus korupsi.
Beliau diduga melakukan korupsi penyimpangan fasilitas pembiayaan. Erick menyatakan bahwa kementrian BUMN sangat menghormati proses hukum yang berlaku. Pernyataannya dikeluarkan dalam keterangan resminya di Jakarta, Sabtu, 29/4 lalu.
Erick juga menghimbau kepada seluruh perusahaan BUMN yang lain, agar kasus korupsi ini tidak terjadi di lingkungan yang lain. Kepala Pusat Penerangan Hukum Ketut Sumeda, memberikan keterangan bahwa tersangka tengah di tahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari sejak 28 April 2023 hingga 17 Mei 2023. (cnnindonesia.com, 29/4/2023)
Destiawan selaku tersangka, di duga telah melakukan pelanggaran hukum dengan menyetujui pencairan dana Supply Chain Financing. Ia mencairkan dana tersebut, dengan menggunakan dokumen pendukung yang di duga adalah dokumen palsu.
Hal itu juga digunakan untuk membayar hutang perusahaan dan membayar proyek-proyek fiktif. Di akses dari katadata.co.id, mencatat Destiawan sebagai orang yang memiliki kekayaan bersih yang cukup fantastis senilai 26,97 milyar di akhir Desember 2021. (katadata.co.id, 29/4)
Korupsi ini, memang bukan lagi hal baru dalam sistem kapitalisme. Sebab, materi dan manfaat adalah hal yang sangat di agungkan dalam teori pemikiran kapitalisme.
Dari mulai standar hidup yang serba mengedepankan kemewahan di atas segalanya, hingga membutakan pikiran ke arah yang melanggar rambu-rambu syariat. Tidak hanya melanggar syariat, tetapi merugikan berbagai pihak.
Kekuatan hukum kapitalisme yang lemah, mudah di suap, menjadikan kasus korupsi ini sukar dimusnahkan. Seperti yang saat ini terjadi, meski negara mempunyai badan pemberantas korupsi, namun kasus suap ini tidak menghilang sampai ke akarnya malah 'mati satu tumbuh seribu'.
Berbagai cara apapun jika hukum yang di adopsi tidak sesuai dengan tindakan yang diperbuat, maka, akan banyak lagi tikus-tikus berdasi yang beralih menjadi lintah darat.
Himbauan atau edukasi apapun tidak akan berpengaruh apapun, selama sistem pemerintah yang menaungi masih di pegang oleh kapitalisme. Ketidak tegasan sikap pemerintah dan badan hukum, tidak akan mampu mengatasi penyakit korupsi di negerinya. Karena hal itu sudah menjadi tradisi di era demokrasi, jadi, korupsi sangat mustahil teratasi.
Masa Hukuman Diamputasi
Jika hukuman yang dijalani oleh tersangka korupsi hanya berselang beberapa minggu, "lantas apa jaminan tersangka tidak akan melakukan hal yang sama?" jelas ada penerapan hukum yang tidak sesuai dengan perbuatan si pelaku. Kasus korupsi seharusnya di tindak dengan hukuman yang membuat pelakunya jera, sebab kadar pencurian yang dilakukannya juga melebihi batas wajar.
Hukuman yang di buat seringan mungkin untuk pelaku korupsi, tidak tepat dan jelas ini adalah mengamputasi hukum sanksi. Sedangkan ketika kita lihat hukuman bagi pencuri yang kadarnya ringan, hanya mencuri barang-barang yang tidak seberapa namun harus mendekam dalam sel tahanan bertahun-tahun. "Di mana keadilan hukum yang dahulu pernah diterapkan?" kapitalisme behasil mengamputasi sanksi hukum dengan sesuka hati para penguasa dan kapitalis.
Kapitalisme telah melahirkan sikap hedonis, sehingga para pejabat negara tidak henti-hentinya berbuat curang. Halal dan haram bukan lagi menjadi pijakan pempin negara, melainkan hanya manfaat semata.
Sehingga dalam bertindakpun, semua bisa di utak-atik termasuk dalam memberikan kebijakan. Dan output yang di hasilkan oleh pemimpin saat ini, kemiskinan di mana-mana, kejahatan semakin marak, moral individu yang hancur dan korupsi yang selalu tumbuh di manapun.
Tidak ada lagi yang mampu kita harapkan dalam situasi hari ini, karena semua berjalan hanya sebatas mengedepankan nafsu duniawi. Kita dijauhkan dari hukum yang sesungguhnya yakni syariat Islam.
Sehingga, kebijakan untuk pencuri sekelas korupsi ini masih tergolong ringan. 'Tajam ke bawah, tumpul ke atas', hukum demokrasi begitu terlihat jelas hanya memihak pada pihak yang sudah melakukan kesalahan fatal.
Keadilan diamputasi dan kerusakan yang amat kronis di lingkungan pemerintah, menjadikan demokrasi gagal menangani berbagai kasus termasuk sekelas korupsi. Kapitalisme tak lagi mampu berdiri, sebab bobroknya kebijakan yang kini terjadi berulang kali. Sebab, jika kapitalisme mampu memberantas perilaku korupsi, maka seharusnya tidak ada lagi uang negara yang dicuri.
Islam Melahirkan Pemimpin Amanah
Dalam Islam, pemimpin negara di haruskan memiliki karakter amanah serta takut pada Allah Azzawajalla. Karena kepemimpinan dalam Islam, merupakan pertanggungjawaban. Maka, khalifah wajib tunduk kepada hukum Allah kemudian melaksanakan hukum syariat tersebut untuk dirinya sendiri maupun pada rakyatnya.
Islam mampu, menjadikan setiap individunya taat dan tidak ada satupun kaum muslim melakukan tindak kriminal apapun termasuk mencuri apalagi korupsi. Sebab, dakwah dan ukhuwah dalam daulah Islam sangatlah kuat sehingga akidah Islam menancap kokoh di dada mereka.
Tidak heran, Islam mampu meraih masa keemasan selama kurang lebih 13 abad lamanya memimpin dunia. Karena berbagai persoalan mudah di berantas, ketaatan antar sesama umat terjaga, sehingga kriminalitas terminimalisir. Kalaupun ada yang melakukan, maka pelakunya langsung diadili sesuai dengan ketentuan hukum syariat.
Rasulullah dan para pendahulu yang lainnya, telah memberikan teladan. Sebut saja ketika perang uhud, saat itu Rasulullah memerintahkan pasukan kavaleri (pasukan panah) yang berada di atas bukit agar tidak turun untuk mengambil ghanimah (harta rampasan perang). Tetapi, mereka tidak mengindahkan kata-kata Rasul, mereka tetap turun mengambil harta rampasan tersebut hingga mencurigai Rasulullah akan menggelapkan gharimah tersebut.
Kemudian beliau bersabda, "kalian pasti mnegira bahwa kami akan ghulul, korupsi pada harta rampasan tersebut dan tidak membaginya pada kalian!" sabda beliau dibarengi turunnya surah Ali-Imran ayat 161. Yang artinya,"Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barangsiapa berkhianat, niscaya pada hari kiamat ia akan membawa apa yang ia khianati itu. Lalu, setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa dilakukannya dan ia tidak dizalimi".
Pada masa kepemimpinan Rasulullah, mencuri sehelai kain saja maka sudah termasuk korupsi. Lalu, "bagaimana dengan mengambil uang yang jumlahnya tidak sedikit namun hukumannya terlalu ringan?".
Selain Rasulullah, para khalifah setelah Rasul pun memberikan sanksi yang sesuai dengan hukum syariat. Begitupun seterusnya, ketika masa Khalifah Umar bin Khattab yang menyita seluruh harta yang di korupsi dan di serahkan ke baitul maal.
Kemudian, Umar juga melarang pejabat turut campur dalam mengelola baitul maal. Sebab, keuangan yang ada di baitul maal, akan di gunakan untuk kepentingan umat. Dan Harun Ar-Rasyid selaku khalifah pada masa bani Abbasiyah juga menindak tegas pelaku korupsi, sekalipun itu merupakan orang terdekatnya. Ia juga tak segan memberikan hukuman yang sesuai dengan apa yang diperbuat oleh pelaku.
Begitupun seterusnya, sampai akhirnya Islam di ambang keruntuhan pun negara masih mengutamakan kesejahteraan rakyat. Namun, saat kekhilafahan Bani Utsmani negara mengalami masalah keuangan negara. Kemudian, sistem kehidupan tergantikan dengan kapitalisme yang amat bengis, semenjak itu umat kehilangan sang pengurus sekaligus pelindung.
Maka, yang harus kita lakukan adalah mengembalikan lagi kehidupan Islam di muka bumi. Saling menguatkan ukhuwah, bergabung dengan jemaah serta mengkaji Islam agar mampu mengubah pemikiran umat menjadi mustanir. Agar kesejahteraan tercipta dan bumi ini menjadi berkah dengan diterapkannya hukum syarak di kehidupan sehari-hari dan di ranah negara.
Sisakan waktu kita untuk mempelajari Islam ideologis lewat majelis ilmu, sehingga kita tidak mudah terbawa arus sekulerisme. Umat butuh pelindung, umat butuh kesejahteraan yang hakiki, bukan hanya sekedar omong kosong belaka. Yang perlu kita ingat, bahwa ketika kita menolong agama Allah, maka Allah juga akan menolong kita.
Allahu a'lam bisshawab.
Oleh: Antika Rahmawati
Aktivis Dakwah
0 Komentar