Topswara.com -- Konflik di tanah Papua masih belum menemui titik damai, bahkan gerakan KKB semakin gencar melakukan aksi kekerasan serta teror yang meresahkan warga akibat gerakan separatis yang banyak memakan korban.
Meskipun saat ini TNI mampu mengklaim bahwa pihak KKB berada dalam posisi terjepit. Di sinyalir dari adanya anggota KKB tewas tertembak saat penyerangan di Mugi-Man, Nduga, Papua, pada Sabtu, 15 April lalu, yang dilakukan saat prajurit TNI melakukan misi penyelamatan pilot pesawat Susi Air Philips Mark Martens. (cnn.Indonesia).
Namun, pada kenyataannya jumlah korban yang tewas terbunuh akibat serangan KKB semakin bertambah. Kebijakan yang diambil masih belum mampu menangani konflik ini secara keseluruhan, gugurnya 5 prajurit TNI yang tergabung dalam 36 prajurit bertugas menyisir wilayah Papua menambah catatan korban dari konflik yang terjadi. (Kompas TV)
Upaya pembebasan pilot pesawat Susi Air Mark Martens dari sanderaan gerakan KKB nyatanya berimbas pada kriminalisasi dan penyiksaan yang dilakukan KKB terhadap masyarakat sipil Papua hal ini pula yang meluncurkan desakan dari para mahasiswa Papua yang ada di wilayah Jakarta, Depok dan Bekasi (Jadebek), yang di sampaikan oleh koordinator Himpunan Mahasiswa Papua Rudy Kogoya pada Kamis, 20/04/2023. Supaya pemerintah dapat melakukan dialog damai terkait semakin memanasnya situasi konflik di Papua. (kompas.com).
Peran negara dalam proses penanganan konflik di Papua masih dinilai pasif. Tindakan yang diambil juga belum mampu menyentuh akar permasalahan.
Perlu dikulik lebih dalam alasan mengapa KKB semakin gencar melakukan gerakan separatis tersebut. Bak istilah 'tidak ada asap jika tidak ada api'. Pihak Papua pasti memiliki alasan tersendiri mengapa mereka memilih untuk melepaskan diri dari NKRI.
Beberapa faktor yang mungkin menjadi alasan Papua ingin melepaskan diri dari NKRI diantaranya; kesenjangan sosial yang terjadi di tanah Papua yang sampai saat ini belum ada tindakan lebih lanjut.
Sudah menjadi rahasia umum, nyatanya sistem demokrasi telah gagal memberantas kesenjangan sosial di daerah yang masyarakatnya minoritas. Masyarakat Papua kerap kali menjadi objek rasisme, diskriminasi, bahkan kemiskinan dan pengangguran di tanah Papua juga terbilang tinggi.
Padahal, seperti yang kita tahu wilayah Papua itu kaya dengan sumber daya alam yang melimpah, namun semua itu tidak berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat Papua. Ekonomi dan politik yang rendah, kemiskinan masih menyelimuti tanah Papua. Harga sembako di Papua terbilang mahal, dikarenakan biaya angkut logistik yang mahal.
Sumber daya alam yang ada di Papua, di eksploitasi hanya untuk kepentingan segelintir orang yang telah melanggar hak ekonomi di Papua. Tindakan kapitalisasi ini makin menindas masyarakat Papua. Karena mereka tidak mendapatkan keuntungan kecuali sedikit saja.
Pelayanan negara yang belum sesuai. Pendidikan di wilayah timur Indonesia ini masih tertinggal jauh dari wilayah Indonesia yang lainnya. Infrastruktur yang kurang memadai, menjadi penghalang untuk anak-anak belajar ke sekolah.
Juga pelayanan kesehatan yang kurang mumpuni, semakin memupuk kebencian masyarakat Papua dengan kebijakan yang diterapkan oleh negara.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa persoalan utama Papua adalah adanya ketidakadilan yang kemudian menghasilkan separatisme eksploitasi serta keterlibatan asing.
Kelemahan negara terlihat jelas dalam penanganan guna mencegah terjadinya disintegrasi wilayah. Perpanjangan tangan para kapitalis memupuk kesengsaraan yang di alami oleh masyarakat Papua.
Konflik ini akan terus berlanjut jika tidak ada kebijakan yang menyentuh akar permasalahan.
Kesejahteraan rakyat Papua tidak akan terealisasi dengan sistem negara yang saat ini di emban. Sistem kapitalisme hanya condong pada oligarki tanpa memikirkan kesengsaraan masyarakat dampak dari keserakahan mereka.
Tidak hanya itu, kesenjangan sosial juga akan tetap berlanjut selagi tidak ada sistem yang mampu menjamin keadilan serta keamanan secara menyeluruh tanpa cacat sedikitpun.
Seperti halnya penerapan sistem Islam yang menjadikan hukum Allah sebagai acuan, mencegah terjadinya konflik dalam tubuh negara dengan periayahan yang efektif. Di tambah lagi banyak korban yang kehilangan nyawa baik masyarakat sipil maupun kalangan militer. Sudah tentu Islam memandang hal ini dengan pandangan yang serius.
Hal ini jelas sudah mengganggu keamanan negara, maka harus di tangani atas dasar konsep politik perang, dengan menyerahkan permasalahan ke struktur yang mengurus urusan jihad dan politik luar negeri.
Negara Islam juga memberikan keamanan serta keadilan kepada seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang agama, ras, suku, warna kulit maupun yang lainnya. Mewujudkan kesejahteraan di seluruh wilayah negara, yang berada dalam naungan khilafah islamiah.
Sistem kenegaraan yang menjadikan hukum Allah sebagai acuan menjalankan kehidupan bernegara. Serta menjadikan hukum syarak sebagai penentu kebijakan. Dengan demikian konflik negara akan tertangani dengan baik, sehingga mampu memutuskan tali kebencian antar wilayah negara.
Oleh: Olga Febrina
Pelajar dan Aktivis Dakwah
0 Komentar