Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Jalan Rusak bukan Perkara Sederhana dalam Islam


Topswara.com -- Bima Yudho Saputro, konten kreator TikTok asal Lampung tengah viral karena aksinya mengkritik pemerintah Lampung dengan sebutan ‘Lampung Dajjal’. 

Salah satu hal yang ia kritik dari wilayah itu adalah banyaknya jalan yang rusak, bahkan ada jalanan yang rusak selama 32 tahun. Menindaklanjuti hal tersebut banyak pihak yang berkomentar dan turun tangan, termasuk Presiden RI, Joko Widodo.

Pada Jum’at, 5 Mei 2023 lalu, Presiden Jokowi mengunjungi Lampung guna menindaklanjuti berita viral di media sosial terkait jalan rusak yang tak pernah dijamah oleh pemerintah Lampung. 

Terkait turunnya Presiden Joko Widodo di Lampung, membuat heboh para netizen. Banyak di antaranya yang menyampaikan aspirasi, mengabarkan kondisi jalan di wilayah mereka yang juga tidak baik-baik saja. 

Apakah perbaikan jalan serta kerusakan infrastruktur masyarakat harus menunggu viral terlebih dahulu? Padahal kerusakan infrastruktur adalah tanggung jawab para penguasa. Persoalan jalan, baik jalan nasional, jalan provinsi, maupun jalan kabupaten dan desa adalah amanah pemerintah sebagai pengelola urusan rakyat. 

Pemerintah seharusnya bertanggung jawab terhadap keluhan dan masalah yang dihadapi oleh masyarakat terutama permasalahan transportasi yang menjadi pusat aktivitas atau kegiatan masyarakat, baik kegiatan sosial maupun ekonomi. Bahkan bila perlu aksi nyata dilakukan tanpa menunggu komplain.

Infrastruktur Tanggung Jawab Pemerintah 

Anggaran yang dikucurkan pemerintah pusat sebesar 800 miliar membawa angin segar bagi masyarakat, khususnya Lampung. Bagaimana tidak, sebanyak 15 ruas jalanan di Lampung yang disinyalir mengalami rusak parah dan menghambat aktivitas masyarakat setempat akan segera diatasi. 

Juru Bicara Kementerian PUPR, Endra S Atmawidjaja, mengatakan pihaknya memang bisa mengambil alih perbaikan jalan dari pemerintah daerah jika wilayah tersebut menyatakan tak mampu. Hal itu sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 tahun 2023 tentang Percepatan Peningkatan Konektivitas Jalan Daerah. 

Persoalan ini menunjukkan abainya pemerintah terhadap kenyamanan masyarakat pada pembangunan infrastruktur yang dinilai sangat kurang. Berbeda sekali dengan ingar-bingar pembangunan mega proyek yang luar biasa dibangun oleh pemerintah untuk Ibu Kota Nusantara (IKN) yang sementara ini digadang-gadang akan segera dibuka. 

Padahal banyak sekali wilayah, provinsi, kabupaten maupun daerah terpencil yang sangat membutuhkan uluran tangan dari pemerintah untuk pembangunan infrastruktur, seperti halnya jalanan di Lampung yang disinyalir sudah 32 tahun rusak.

Ini adalah bukti abainya pemerintah terkait amanahnya sebagai raa'in (pemelihara) yang menjadi penanggung jawab urusan masyarakat. Terlebih fasilitas yang notabenenya mendukung perekonomian dan sosial masyarakat yang harusnya menjadi akomodasi yang nyaman bagi masyarakat setempat.

Apakah pemerintah bertindak hanya karena beritanya viral saja? Jika bukan karena video dari Bima dan didukung oleh netizen, tentu jalanan yang ada di Lampung tidak akan terekspos. 

Watak pemerintah dalam sistem sekularisme kapitalisme menilai segala sesuatu berdasarkan materi, apakah menguntungkan pihaknya atau tidak. Berita yang viral ini akhirnya menjadi ajang unjuk gigi pemerintah untuk mengambil hati masyarakat demi kepentingan, entah itu kepentingan ekonomi atau politik.

Proyek manis muka yang hanya bertarget pada capaian materi semata tidak akan mungkin maksimal dalam pengerjaannya. Sekularisme kapitalisme memberi sekat pada pengurusan urusan bernegara, yakni menjadikan negara hanya sebagai pelindung secara global. 

Tidak mendetil pada setiap urusan dan kebutuhan rakyat. Mayoritas urusan umat yang lebih serius dan membutuhkan uluran tangan justru seringkali tidak terekspos, karena dinilai kalah produktif dibanding isu lainnya.

Negara Sebagai Pengurus Urusan Umat

Pemerintah dalam hal ini negara haruslah peduli dengan kondisi masyarakat karena mereka adalah pengurus urusan umat. Artinya negara berkewajiban memenuhi kebutuhan masyarakat, baik pada keamanan, pendidikan maupun kesehatan. 

Salah satunya adalah pada infrastruktur yang layak dan menjamin kemananan rakyat itu sendiri. Bukan karena pencitraan diri pada masyarakat dikarenakan beritanya yang viral atau karena kepentingan politik. 

Islam memandang kekuasaan seperti negara dan pemerintahan memiliki peranan penting dalam hal amanah. Amanah yang diembannya adalah amanah dari Allah SWT yang kelak di akhirat akan dipertanggung jawabkan, maka harus ditunaikan sebaik-baiknya. 

Dalam Islam, penguasa ibarat penggembala dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya. Penguasa dalam Islam disebut sebagai khalifah, yang bertanggung jawab melayani rakyat, memenuhi kebutuhan pokoknya termasuk membangun fasilitas-fasilitas dan infrastruktur lainnya untuk memudahkan kehidupan masyarakat agar mencapai kualitas hidup yang lebih baik. 

Seperti kisah sahabat Rasulullah ketika menjadi khalifah (pemimpin) umat. Khalifah Umar bin Khattab ra. dikenal sebagai pemimpin yang sangat peduli pada rakyatnya. Beliau tidak mencari citra di tengah masyarakatnya, juga tidak semena-mena kepada mereka. 

Segala kepentingan hanya untuk rakyatnya supaya mereka hidup sejahtera dan tidak merasa kesulitan. 

Suatu hari Umar bin Khattab pernah berkata ketika melihat sebuah jalan yang rusak, "Seandainya seekor keledai terperosok ke sungai di Kota Baghdad, niscaya Umar akan dimintai pertanggungjawaban dan ditanya, ‘Mengapa engkau tidak meratakan jalan untuknya?’." Ucapan itu adalah ketakutan Umar bin Khattab akan pertanggung jawabannya kelak di hadapan Allah SWT sebagai pemimpin rakyatnya.

Kemudian rakyat berhak untuk menyampaikan pendapat atau aspirasinya dalam hal pengurusan negara, bahkan wajib melakukan muhasabah pada pemerintah. Hal itu juga dapat dilakukan oleh representasi rakyat yang terhimpun dalam majelis umat yang secara aktif memperhatikan permasalahan-permasalahan umat yang terjadi dan menyampaikannya kepada khalifah. 

Dengan demikian, setiap permasalahan segera teratasi tanpa berlarut-larut apalagi memakan waktu puluhan tahun atau menunggu beritanya viral terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar mengurangi adanya potensi kerugian atau bahaya keselamatan masyarakat. Pun meringankan hisab penguasa itu sendiri di yaumil akhir.

Wallahu 'alam.


Oleh: Rifatun Mahmuda, S.Pd.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar