Topswara.com -- Sekian waktu Yusuf dalam paksaan wanita itu, dalam ruangan itu. Sampai ayat berikut menggambarkan keadaan hati Yusuf,
وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلَا أَنْ رَأَى بُرْهَانَ رَبِّهِ كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” (Qs. Yusuf: 24)
Tidak hanya wanita itu yang tertarik. Yusuf pun mulai tergoda. Bagaimana tidak; cantik, istri penguasa tertinggi, aman karena hanya mereka berdua, tidak ada yang berani masuk ke kamar itu.
Tetapi lihatlah kalimat ayat di atas. Yusuf mampu menolak semua syahwat yang mulai meninggi itu. Padahal jelas bukan hal sederhana, memadamkan syahwat yang mulai membara. Tidak nasehat mampu memadamkannya, tidak pula ayat dibaca sekalipun.
Tetapi Yusuf mampu. Ayat di atas menyebutkan bahwa Yusuf tiba-tiba melihat (بُرْهَانَ رَبِّهِ / tanda (dari) Tuhannya). Ya, ayat kekuasaan Allah hadir. Yusuf jelas melihatnya. Dan inilah yang membuatnya mampu berkata: Tidak!
Hanya, pertanyaannya adalah apa ayat Allah yang hadir dan mampu memadamkannya.
Berikut penjelasan Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya, “Adapun petunjuk yang dilihatnya, ada beberapa pendapat. Dari Ibnu Abbas, Mujahid, Said bin Jubair, Muhammad bin Sirin, al Hasan, Qotadah, Abu Shalih, adh Dhahhak, Muhammad bin Ishaq dan yang lainnya berkata: Dia melihat wajah ayahnya Ya’qub alaihis salam sedang menggigit jarinya dengan mulutnya. Dikatakan darinya juga dalam riwayat lain: (Ya’qub) memukul dada Yusuf.”
Syekh Amin Asy Syinqithi dalam tafsirnya Adhwaul Bayan, mengumpulkan pendapat para ulama tentang hal ini. “Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim dan Abusy Syekh meriwayatkan dari al Hasan radhiallahu anhu dalam firman Nya {لَوْلا أَنْ رَأى بُرْهَانَ رَبِّهِ} berkata : Dia melihat Ya’qub sedang menggigit jari-jarinya sambil berkata: Yusuf! Yusuf!
Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, Abusy Syekh meriwayatkan dari Qotadah radhiallahu anhu dalam ayat tersebut berkata : Dia melihat tanda kekuasaan Robb nya, yang dengannya Allah jauhkan ia dari maksiat; telah disampaikan kepada kami bahwa muncul wajah Ya’qub yang sedang menggigit kedua jarinya sambil berkata: Yusuf! Apakah kamu mau mengerjakan amalnya orang-orang bodoh, padahal kamu telah tercatat sebagai salah satu Nabi! Maka itulah petunjuk dan Allah mencabut setiap syahwat yang ada di setiap persendiannya.
Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, Abusy Syekh meriwayatkan dari Muhammad bin Sirin radhiallahu anhu pada firmanNya: {لَوْلا أَنْ رَأى بُرْهَانَ رَبِّهِ } berkata: Ya’qub alaihis salam terlihat sedang menggigit kedua jarinya sambil berkata: Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim Khalilur Rahman (Kekasih Allah yang Maha Rahman), namamu tercatat di antara para Nabi, sementara kamu sekarang melakukan perbuatan orang-orang bodoh!”
Ternyata yang ayat Allah yang hadir adalah:
Wajah sang ayah; Ya’qub alaihis salam.
Ya’qub yang berteriak : Yusuf! Yusuf!
Kemudian teguran dan nasehat sang ayah:
Yusuf! Apakah kamu mau mengerjakan amalnya orang-orang bodoh, padahal kamu telah tercatat sebagai di antara para Nabi!
Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim Khalilur Rahman (Kekasih Allah yang Maha Rahman), namamu tercatat di antara para Nabi, sementara kamu sekarang melakukan perbuatan orang-orang bodoh!
Sungguh dahsyat. Saat seseorang terdesak dengan masalah besar. Seperti Yusuf yang terdesak oleh dosa besar. Saat ia sendiri dan menduga kesempatan itu terbuka lebar tanpa ada yang mengetahuinya. Maka ayat Allah yang pernah menghentikan syahwat dalam sejarah hidup Yusuf adalah bayangan wajah ayah dan nasehatnya.
Pasti Yusuf mempunyai kenangan yang dalam dengan ayahnya; Ya’qub di masa lalu sebelum mereka dipisahkan. Walau peristiwa itu sudah bertahun-tahun yang lalu. Tetapi Yusuf mempunyai kenangan kerinduan dan kebanggaan terhadap sang ayah.
Saat-saat sulit itu telah menghadirkan wajah ayah hadir lengkap dengan ekspresinya. Ya’qub mengekspresikan kekecewaan dan kemarahan dengan menggigit jari-jarinya. Dan Yusuf sangat paham ekspresi ayahnya itu. Karena Yusuf sangat mungkin pernah melihatnya dan terbiasa, sehingga ia bisa memahaminya dengan baik.
Tidak cukup itu, ayahnya meneriakkan namanya: Yusuf! Yusuf!
Suara ketegasan ayah yang menggugah anak dari keterlarutan dalam dunia kesalahan. Getar pita suara ayah itu mampu menggetarkan hati anak. Karena memang ini ayah yang berwibawa.
Nasehat pun menyusul. Mengingatkan bahwa hal tersebut merupakan amal orang-orang bodoh yang tidak terbimbing wahyu. Padahal Yusuf adalah calon orang besar, tercatat di antara para Nabi.
Nasab kebesaran itupun disebutkan. Bahwa Yusuf membawa nasab orang-orang mulia dan besar di muka bumi ini. Ayahnya adalah Ya’qub. Kakeknya adalah Ishaq. Dan buyutnya adalah Ibrahim, khalilur rahman. Alaihimus salam.
Allahu Akbar…
Allahu Akbar…
Para ayah, kini mana wajahmu. Wajah yang membanggakan. Wajah ramah. Wajah penuh wibawa. Wajah sarat nasehat.
Para ayah harus menyediakan waktu untuk memperlihatkan itu semua di hadapan anak-anaknya. Dalam interaksi harian dan kebersamaan.
Kemudian, mana nasehat para ayah. Bisa jadi, sang anak berpaling saat dinasehati hari ini. Tetapi jangan hentikan. Teruslah menasehati. Belajarlah bagaimana Al-Qur'an dan Rasul mengajarkan cara menasehati. Terus dan terus. Jangan berhenti.
Karena suatu saat anak-anak yang terus tumbuh besar itu akan berterimakasih. Saat untaian kalimat itu terukir di dinding yang ada di hadapannya. Saat masalah besar menjepit. Saat itu, mereka akan mendoakan para ayah. Nasehati tentang nilai kebaikan. Agar mereka terus menjaganya.
Nasehati tentang keburukan, dosa dan kesia-siaan. Agar mereka terus menjauhinya. Dan nasehati tentang kebesaran. Hembuskan terus di hati mereka, bahwa kelak mereka adalah orang-orang besar yang Allah kirimkan untuk manusia.
Sampaikan bahwa mereka adalah keturunan orang-orang mulia dan hebat. Sampaikan apa kebesaran dan kehebatan keluarga ini. Pesankan bahwa mereka membawa nasab kebesaran dan kemuliaan itu.
Jangan pernah lelah ya, ayah. Karena engkaulah, ayat Allah untuk anak-anakmu di bumi ini[]
Oleh: Ustaz Budi Ashari, Lc.
Pakar Parenting Islam
0 Komentar