Topswara.com -- Mencari nafkah adalah kewajiban bagi kepala keluarga untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya. Namun, mencari pekerjaan saat ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Yang terjadi malah pengangguran yang makin meluas.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), masih ada sebanyak 7,99 juta pengangguran per Februari 2023, setara dengan 5,45 persen dari sebanyak 146,62 juta orang angkatan kerja. Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Edy Mahmud mengatakan tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2023 ini turun dari data Agustus 2022 yang sebanyak 8,42 juta orang atau 5, 86 persen.
Pengangguran berdasarkan jenis kelamin, terbanyak ada pada laki-laki sebesar 5,83 persen dan 4,86 persen pada perempuan. Sedangkan, pengangguran berdasarkan wilayah, lebih tinggi di perkotaan dibandingkan di pedesaan. Pengangguran di perkotaan tercatat sebanyak 7,11 persen dan di pedesaan hanya 3,42 persen. (CNN Indonesia, 5/5/2023).
Berdasarkan jenjang pendidikan, jumlah pengangguran dari tamatan SMK masih tertinggi dibandingkan tamatan jenjang pendidikan lainnya, yaitu 9,8 persen. Hal ini karena lulusan SMK dianggap belum bisa memenuhi kebutuhan industri. (Kumparan, 6/5/2023).
Kapitalisme Akar Masalah Pengangguran
Sejatinya, maraknya pengangguran menunjukkan bahwa pemerintah telah gagal dalam menciptakan lapangan kerja bagi rakyatnya. Kondisi ini juga menunjukkan gagalnya pemerintah dalam menyejahterakan rakyatnya.
Hal ini disebabkan diterapkannya sistem kapitalisme yang mengandalkan swasta dalam penciptaan lapangan kerja. Jika industri dikuasai swasta, maka yang menjadi fokus utama adalah keuntungan perusahaan bukan kesejahteraan pekerja.
Pengusaha akan menekan upah pekerja bahkan PHK akan terus dilakukan agar keuntungan makin melimpah. Belum lagi TKA yang didatangkan oleh perusahaan swasta tersebut menyebabkan warga makin sempit dalam mencari pekerjaan.
Angka pengangguran dari tamatan SMK yang masih tinggi menggambarkan adanya kesalahan rancangan pendidikan dalam kaitannya dengan program pembangunan.
Pendidikan saat ini harus disesuaikan dengan permintaan industri, lulusannya hanya untuk memenuhi kebutuhan industri saja. Menjadikan mereka tidak mampu mandiri menciptakan industri sendiri dan berinovasi. Walhasil, lulusannya banyak yang tidak terserap lapangan kerja karena keterbatasan industri.
Rancangan pendidikan seperti ini seumpama sedang memenjarakan anak bangsa untuk terus menjadi budak murah tanpa mendapat kesempatan untuk memiliki visi tinggi dengan menciptakan industri baru dan inovatif. Artinya, kurikulum pendidikan yang masif digencarkan saat ini menjadi alat penjajah untuk makin menancapkan hegemoninya di negeri ini.
Islam Solusi Atasi Pengangguran
Persoalan pengangguran dalam sistem Islam akan tuntas dengan model pembangunan yang menyejahterakan. Negara dalam sistem Islam menjadi penanggung jawab dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW., "Seorang Imam (kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya." (HR Bukhari, 844).
Dalam sistem Islam, industri dibangun berdasarkan kemaslahatan umat sehingga negara wajib menjadi pengendainya. Perbedaan kapitalisme dengan Islam yaitu dalam memandang kepemilikan. Dalam kapitalisme kepemilikan alat industri, termasuk SDA adalah hak dari semua manusia.
Swasta bebas memiliki, memproduksi, ataupun mengembangkannya tanpa adanya batasan. Sedangkan dalam Islam, kepemilikan dibatasi. SDA yang melimpah dan dibutuhkan umat tidak boleh dikuasai swasta. Industri dikelola oleh negara, dengan begitu akan sangat membantu dalam penyerapan tenaga kerja.
Pendidikan dalam Islam mengarah pada dua kualifikasi penting, yaitu terbentuknya kepribadian Islam yang kuat dan memiliki keterampilan untuk berkarya. Fasilitas pendidikan yang berkualitas disediakan oleh negara untuk seluruh rakyatnya.
Khatimah
Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan kerja yang memadai sebagai salah satu mekanisme untuk mewujudkan kesejahteraan umat.
Islam juga merancang sistem pendidikan yang tepat, sehingga tidak ada lulusan yang tidak termanfaatkan.
Lebih dari itu, Islam memiliki model pembangunan yang menyejahterakan umat. Saatnya kembali pada sistem Islam yang diterapkan secara menyeluruh yang akan mendatangkan rahmat dan berkah bagi semesta alam.
Wallahualam bissawab.
Oleh: Naina Yanyan
Aktivis Muslimah
0 Komentar