Topswara.com -- Ratusan buruh yang tergabung dalam serikat buruh bersama partai buruh akan melakukan unjuk rasa di depan gedung DPR RI, hari selasa tanggal 11 April 2023. Aksi ini merupakan kelanjutan dari aksi sebelumnya pada tanggal 4 April 2023. Ini merupakan bentuk perlawanan buruh atas Peraturan Undang-Undang Cipta Kerja.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, aksi yang akan dilakukan setiap hari selasa ini akan melibatkan 500 hingga 1000 orang buruh yang berasal dari Jabodetabek.
Isu utama yang akan diangkat dalam aksi ini adalah tolak Omnibus Law UU No.6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Ada sembilan isu yang dipersoalkan dalam UU Cipta Kerja yang berkaitan dengan buruh, mulai dari upah murah, outsourcing seumur hidup untuk semua jenis pekerjaan, pesangon rendah, phk dipermudah, istirahat panjang dua bulan dihapus, perempuan yang mengambil cuti haid dan melahirkan tidak ada kepastian mendapatkan upah, jam kerja yang ditambah sehingga tingkat kelelahan dan kematian buruh akan meningkat, dan persoalan lainnya yang pasti sangat merugikan buruh (cnnindoneia.com,8/4/2023).
Di tengah aksi penolakan terhadap UU Omnibus Law yang gencar disuarakan para buruh, baru-baru ini pemerintah kembali mengeluarkan Permenaker 5/2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Beroientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Namun aturan ini diberikan terbatas pada lima industri di sektor padat karya antara lain industri tekstil dan pakaian jadi, industri alas kaki, industri kulit dan barang kulit, industri furnitur, dan industri mainan anak.
Sebagian besar serikat pekerja/buruh di sektor industri padat karya juga menyatakan menolak permenker 5/2023. Mereka menyebut bahwa sebelum ada peraturan ini pun, praktik pemotongan upah sudah kerap terjadi di industri padat karya.
Permenaker ini hanya akan menjadi tambahan justifikasi dan karpet merah bagi para pengusaha untuk merampas hak-hak buruh dengan memotong upah.
Kementerian Ketenagakerjaan berdalih bahwa Permenaker 5/2023 dikeluarkan untuk mencegah terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Alasan ini sebenarnya dirasa kurang tepat jika dilihat dari sisi kacamata hukum ketenagakejaan, karena seharusnya pemerintah protektif terhadap buruh, bukan justru mengorbankannya dan meringankan beban pengusaha.
Padahal masih banyak pilihan kebijakan lain yang bisa diambil pemerintah untuk bisa meringankan beban pengusaha dan mencegah PHK seperti memberikan insentif pengurangan pajak terhadap pengusaha berupa pengurangan biaya produksi seperti tarif energi, listrik, maupun pengaturan tarif pembelian impor bahan baku material yang pasti lebih menguntungkan bagi pengusaha.
UU Omnibus Law dan Permenaker ini akan mendorong kembali terciptanya rezim upah murah di kalangan para pekerja. Undang-undang ini secara tidak langsung melegalkan perbudakan modern dalam wujud izin outsourcing. Padahal menurut Said Iqbal, Indonesia sudah menjadi negara terkaya nomor tujuh dunia tapi upahnya lebih rendah dari upah Vietnam dan Malaysia.
Undang-undang atau hukum ketenagakerjaan, seharusnya hadir untuk melindungi dan memastikan hak-hak dasar buruh terpenuhi seperti upah yang layak dan adil, jam kerja yang wajar, serta melindungi buruh dan eksploitasi dan dikriminasi.
Tetapi di sisi lain, perusahaan akan tetap mendapat manfaat dari hukum ketenagakerjaan tersebut karena aturan dan kesejahteraan bagi buruh akan menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan berdampak aman bagi keberlangsungan perusahaan
Dan fungsi selanjutnya hukum ketenagakerjaan, yaitu mencegah konflik dan perselisihan hubungan kerja antara perusahaan dan buruh sehingga sama-sama tidak merasa ada di pihak yang dirugikan.
Buruh adalah pihak yang berada di posisi yang lemah dalam sebuah hubungan kerja yang sering kali tidak mempunyai pilihan selain menerima kondisi apapun yang diberlakukan perusahaan.
Maka di sini diperlukan peran pemerintah untuk menjadi regulator antar kedua belah pihak. Namun belakangan ini, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah cenderung bergerak ke arah pengusaha atau pemilik modal (kapitalis).
Memang persoalan buruh di sistem kapitalisme sangat rumit. Urusan pekerjaan bisa ditarik kepada urusan rumah tangga, kelayakan hidup dan lainnya. Hal ini karena negara tidak menjamin kebutuhan dasar masyarakat berupa sandang, pangan, dan papan.
Selain itu, pemerintah juga lepas tangan akan kebutuhan dasar masyarakat lainnya seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan yang merupakan hak mutlak rakyat. Sehingga buruh harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup yang banyak dengan upah yang kadang tidak layak
Pangkal dari keterpurukan hukum di negeri ini sebenarnya dari diterapkannya sekularisme (pemisahan antara agama dan kehidupan). Manusia mengambil alih hak-hak Allah dalam membuat hukum dan mengklaim bahwa kedaulatan di tangan rakyat, sehingga rakyatlah yang menentukan hitam-putih, baik-buruk, benar-salah, halal-haram.
Padahal faktanya, tidaklah demikian. Demokrasi nyaris didominasi oleh kekuatan para pemilik modal. Merekalah yang selalu 'merampas' kedaulatan rakyat yang akhirnya kedaulatan di tangan rakyat hanyalah jargon semata. Pemilik modal selalu ada di pihak yang untung dan rakyat di pihak yang buntung. kalaupun untung, itu hanya sedikit saja.
Inilah yang membedakan dengan sistem Islam. Dengan jaminan kebutuhan dasar dari negara, maka hidup buruh akan terasa ringan. Sistem pengupahan menurut pada ahli fiqih di dalam Islam didasarkan pada manfaat yang diberikan pekerja kepada pemberi kerja, baik manfaat itu lebih besar dari kebutuhan hidup atau lebih rendah dari kebutuhan hidup buruh tersebut.
Upah buruh juga tidak didasarkan pada nilai kebutuhan dasar buruh atau yang dikenal dengan istilah upah minimum, baik provinsi, kabupaten/kota, dan sektoral. Alasannya, pemenuhan kebutuhan dasar adalah tanggung jawab negara atas rakyatnya dan bukan tanggung jawab pengusaha.
Kedaulatan dalam Islam sepenuhnya ada di tangan syarak, maka khalifah tidak bisa membuat, menentang atau mengubah hukum sesuai dengan keinginannya.
Berkubang dalam sistem demokrasi, tidak akan menghasilkan hidup yang baik. Tidak ada pilihan selain menerapkan sistem Islam dalam naungan Khilafah yang jelas membawa kedamaian di seluruh permukaan bumi.
Wallaahu 'Alam bis shawab.
Oleh: Mia Kusmiati
Aktivis Muslimah
0 Komentar