Topswara.com -- Menjelang tahun politik, beberapa tokoh banyak yang menghendaki keterlibatan perempuan dalam politik dan memantaskan diri untuk duduk dalam posisi wakil rakyat. Dengan menduduki posisi tersebut, akan ada harapan untuk memberikan kebaikan pada nasib perempuan. Benarkah ini akan terwujud?
Seperti yang diungkapkan oleh Asisten Deputi Bidang Partisipasi Lembaga Profesi dan Dunia Usaha Kementerian PPPA Eko Novi Ariyanti, berharap dengan adanya G20 Empower mampu memberikan akses perempuan menjadi pemimpin di tingkat manajerial semakin terbuka.
G20 Empower merupakan satu-satunya aliansi yang terdiri atas pemerintah dan sektor swasta yang bertujuan untuk mengakselerasi kepemimpinan dan pemberdayaan perempuan di negara-negara G20 (CNN Indonesia, 3/6/2022)
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Diah Pitaloka yang mengatakan lompatan perempuan dalam kontribusinya memajukan ekonomi dan negara melalui politik terus memiliki kemajuan selama 100-200 tahun terakhir.
Terlebih, Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi mengatakan perempuan di Indonesia terus menunjukkan perannya yang adaptif hingga berkontribusi bagi perkembangan zaman (CNBC Indonesia, 25/3/2023)
Keterlibatan perempuan untuk menjadi pemimpin terus digaungkan supaya perempuan memiliki peran dan status yang sama dengan laki-laki. Dengan dalih memperjuangkan nasib perempuan dari keterpurukan dengan menjamin hak-hak perempuan.
Tidak dapat dimungkiri, perempuan memang harus cerdas dan memiliki kesadaran politik tanpa melihat latar belakangnya. Seorang perempuan, disisi lain sebagai seorang ibu juga memiliki peran yang mulai sebagai guru pertama bagi anak-anaknya.
Sehingga di tangannya lah akan mengantarkan pada generasi yang cerdas juga. Disisi lain, perannya sebagai masyarakat juga memiliki peran untuk menyelamatkan masyarakat ini dari keterpurukan dan kehancuran.
Hanya saja, benarkah dengan menjadikan perempuan sebagai pemimpin di negeri ini akan mampu menjamin hak perempuan? Bukankah negeri ini juga pernah dipimpin oleh seorang perempuan? Faktanya, apakah kebijakannya prorakyat dan membela nasib perempuan?
Pendapat bahwa pemimpin yang berperspektif baik terhadap perempuan dan mampu menjamin hak perempuan, sesungguhnya ini hanya asumsi semata dan sulit terwujud dalam fakta keseharian.
Justru konsep kesetaraan gender yang mereka gaungkan memberikan beban lebih berat bagi perempuan. Peran utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga akan banyak dikorbankan. Oleh karenanya, terjadi kerusakan tidak hanya menimpa pada perempuan itu sendiri, melainkan pada anak-anak dan keluarganya pun menjadi korban.
Pasalnya, permasalahan dan keterpurukan yang terjadi pada rakyat saat ini bukanlah pada siapa yang menjadi penentu kebijakan. Akan tetapi, lebih pada sistem yang diterapkan di negeri ini. Sistem yang diterapkan saat ini adalah sistem sekularisme kapitalisme yang melahirkan demokrasi.
Sistem ini memberikan kebebasan pada penentu kebijakan sesuai dengan kehendaknya, sehingga wajar jika kebijakan yang dibuat tidak berpihak kepada rakyat dan justru lebih pada para pemilik modal.
Bukti lain juga menunjukkan bahwa pergantian para pejabat di kursi kekuasaan sudah berkali-kali dilakukan, bahkan perempuan juga pernah menduduki sebagai penentu kebijakan ataupun di legislatif.
Tetapi, keadaan tidak kunjung berubah dan justru semakin parah. Perubahan dan pergantian posisi para pejabat saja tidak cukup. Akar masalahnya bukan dari sosok penguasa, melainkan penerapan sistem kapitalisme hari ini. Menerapkan sistem yang sama, maka persoalan yang sama juga akan muncul berulang kembali.
Telah nampak jelas bahwa sistem yang mencekeram hari ini tidak mampu memberikan kesejahteraan dan penghidupan yang baik bagi rakyatnya. Masihkah umat harus berharap pada sistem yang ada hari ini?
Islam telah memberikan aturan khusus bagi kaum perempuan untuk mengemban tanggung jawab kepemimpinan dalam rumah tangga suaminya sekaligus menjadi pemimpin bagi anak-anaknya.
Rasulullah SAW. bersabda, sebagaimana dituturkan oleh Ibnu ’Umar, “Setiap kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.
Seorang amir (kepala pemerintahan) adalah pemimpin bagi rakyatnya yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin rumah tangga yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang perempuan adalah pemimpin atas rumah tangga suaminya dan anak-anaknya yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari Muslim)
Hal ini menunjukkan bahwa peran kepemimpinan yang utama bagi perempuan adalah merawat, mengasuh, mendidik, dan memelihara anak-anaknya agar kelak menjadi orang yang mulia di hadapan Allah Taala. Ia juga berperan membina, mengatur, dan menyelesaikan urusan rumah tangga agar memberikan ketenteraman dan kenyamanan bagi anggota keluarga lainnya.
Peran perempuan dalam masyarakat jug sangat berpengaruh. Dalam hal ini, Islam telah memberikan ruang yang leluasa bagi perempuan untuk berkiprah di tengah masyarakat, seperti kebolehan untuk terlibat dalam beberapa muamalah, beramar makruf nahi mungkar, serta memperhatikan urusan umat (beraktivitas politik) yang hukumnya memang wajib, dan lain-lain.
Allah SWT berfirman,
"Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi Rahmat oleh Allah dan sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS At-Taubah [9]: 71).
Perempuan juga tidak dihalangi untuk menjadi pemimpin di tengah masyarakat selama bukan aktivitas kekuasaan. Akan tetapi, terkait aktivitas kekuasaan, Rasulullah saw telah memperingatkan dalam hadis shahih yang diriwayatkan oleh Abu Bakrah,
"Tidak akan pernah menang suatu kaum yang menyerahkan urusan (kekuasaannya) kepada perempuan.” (HR Bukhari).
Dengan demikian, Islam tidak hanya mengatur peran perempuan, melainkan juga menjamin peran tersebut dapat terealisasi sempurna melalui serangkaian hukum yang ditetapkan dalam syariat Islam.
Wallahu'alam
Oleh: Novriyani, M.Pd.
Praktisi Pendidikan
0 Komentar