Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Negara Antikritik di Balik UU ITE


Topswara.com -- Kebebasan dalam berpendapat dan berekspresi menjadi salah satu produk sistem liberalisme saat ini, baik orientasinya positif ataupun negatif bahkan bebas yang bablas tidak terelakkan juga. Semakin hari makin tidak irasional para pemangku kebijakan yang terus bergonta ganti cover dan revisi di setiap sesi. 

Kritikan yang berasal dari pemuda Lampung yang bernama Bima dikatakan sebagai penyebaran hoaks. Bima memperhatikan kondisi kampung halamannya yang tidak mengalami kemajuan, alhasil menuai pelaporan dari Polda setempat ke pengadilan. 

Menanggapi hal itu, Direktur LBH Bandar Lampung, Sumaindra Jarwadi menjelaskan, kebebasan berpendapat merupakan salah satu hak asasi manusia (HAM) yang dijamin oleh konstitusi. Negara, wajib untuk memenuhi dan melindungi hak tersebut. CNNindonesia.com. Sabtu 15/4/23. 

Anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) 1 Lampung Taufik Basari menyampaiakan kepada kompas.com, Jum'at (15/4/23) meminta agar polisi tidak memeroses laporan terkait video viral TikTokers Awbimax atau Bima Yudho Saputro yang mengkritik pemerintah Lampung. 

Negeri penganut sekularisme liberalisme menjadikan kebebasan berpendapat dijamin oleh konstitusi. Negara, wajib untuk memenuhi dan melindungi hak tersebut, namun diikat dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Tentang menyampaikan hoaks. 

Namun faktanya, negara antikritik memakai payung hukum UU ITE yang disahkan 2008 yang membuat ruang gerak rakyat dalam menyampaikan kritikan dan masukan pada negara dan pejabat negara menjadi sempit dan terbatas. 

Sepak terjang dunia jurnalistik yang kritis adalah yang menyuarakan kebenaran berdasarkan fakta, para pengamat kebijakan publik mulai dari rakyat sendiri sebagai penyeru kebaikan, mahasiswa yang menyuarakan kritikan, para ulama yang menasehati penguasa, pemerhati sosial, ekonomi, keluarga menjadi sasaran UU ITE jika suaranya tidak sesuai dengan pemegang kepentingan. 

Fakta menceritakan pada kita tentang antikritik. Nyatanya, UU ITE banyak memakan banyak “korban”. Di antaranya, kasus Prita Mulyasari yang mengeluhkan pelayanan RS Omni Internasional Tangerang (2008) dan aktivis Dandy Laksono yang ditangkap karena mengkritik kebijakan di Papua (2019). Begitu juga sejumlah aktivis KAMI, yakni Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan, Khairi Amri (KA), dan Anton Permana (AP) yang ditangkap atas tuduhan penghasutan (2020). 

Berkebalikan dengan Islam, bagaimana Islam memandang kritikan? Kritik atau nasehat yang benar adalah salah satu rasa sayang rakyat pada negerinya, rasa peduli pada penguasa negeri, rasa ingin saling menyelamatkan bersama bukan ingin menjatuhkan apalagi menyengsarakan. 

Allah SWT berfirman dalam QS Ali Imran ayat 110. “Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah". 

Manusia tempat salah dan khilaf, kondisi masyarakat yang tercipta ketakwaan individu didalamnya, tidak menjamin zero maksiyat, apalagi masyarakat yang jauh dari syariat Islam kaffah, pastinya diperlukan saling muhasabah dengan aktivitas amar makruf nahi mungkar sehingga menjadi refleksi amal untuk kehidupan yang lebih baik lagi. 

Aktivitas amar makruf nahi mungkar yang terbesar ialah mengoreksi kebijakan penguasa yang zalim terhadap rakyatnya. Sebagaimana sabda Nabi SAW., “Sebaik-baik jihad ialah berkata yang benar di hadapan penguasa yang zalim atau pemimpin yang zalim.” (HR. Abu Dawub, Tirmidzi dan Ibnu Majah).  

Dalam Islam, adanya Majlis Umat yang akan menampung kritik dan aspirasi rakyat, terkhusus sebagai tempat untuk khalifah meminta nasihat dalam berbagai urusan. Majlis Umat adalah bagian struktur negara khilafah. Kewenangan Majelis Umat terbatas pada mengoreksi kebijakan penguasa, mengontrol jalannya pemerintahan, dan memberi masukan pada penguasa serta pejabat negara. 

Pemimpin dalam struktur negara yang menerapkan syariat Islam tidaklah anti kritik, khalifah membuka selebar-lebarnya muhasabah dari rakyat dan bahkan bisa jadi nasihat buat kepemimpinannya. Setiap kebijakan seorang pemimpin akan berdampak pada semua aktivitas warganya. Semua akan dipertanggung jawabkan kepada pemilik aturan kehidupan di akhirat kelak. 

Bagaimana Khalifah Umar bin khattab menyampaikan pada rakyatnya bahwa beliau lebih senang dikritik daripada dipuji, bahkan jika beliau menyimpang dari jalan islam, luruskan walau dengan pedang. 

Begitupun kisah Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang Ridha dikritik oleh anaknya sendiri karena beliau izin istirahat sejenak sementara urusan rakyatnya belum tuntas. Aspirasi dari rakyatpun terjadi di Mesir. Bagaimana aduan rakyat pada gubernur Mesir saat itu adalah Amr Bin Ash. Beliau diadukan ke Khalifah Umar karena hukuman yang diberikan Amr pada putra Khalifah tidak sesuai aturan yang telah diterapkan.

Jika membaca kisah para pemimpin dalam Islam, sepertinya berat sekali amanah yang menjadi tanggung jawabnya nanti. Bahkan kategori pemimpin yang berlaku adil dan jujur, menjadi salah satu dari 7 golongan yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan ‘arasy-Nya pada hari yang tiada naungan selain naungan Allah. 

Akankah ada pemimpin yang sepenuh hati tanpa pencitraan diri dan rela menjadi garda terdepan dan mengurus rakyat tanpa kepentingan materi semata dan bebas dari intervensi bahkan intimidasi pihak lain di sistem saat ini? Jujur, tidak ada. Selama sistem yang menuhankan akal manusia masih bercokol pada diri kaum muslimin. 
 
Allahu A'lam


Oleh: Diani Ambarwati
Forum Literasi Muslimah Bogor
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar