Topswara.com -- Berbagai permasalahan negeri ini yang tidak kunjung usai membuat rakyat makin menderita. Begitu juga dengan berbagai bentuk fasilitas yang seharusnya dinikmati rakyat justru diserahkan ke swasta sehingga wajar pengelolaan tidak maksimal dan lagi-lagi rakyat menjadi korbannya.
Salah satu masalah yang belum teratasi di negeri ini karena pengelolaan diserahkan ke swasta yaitu kebakaran pangkalan minyak yang saat ini makin marak.
Masih hangat dalam ingatan kita, kebakaran Depo Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina Plumpang, Jakarta Utara pada Jumat malam, 3 Maret 2023 yang belum tuntas penyelidikannya, kini kilang minyak Pertamina Dumai juga diberitakan meledak dan terbakar di Pekanbaru, Riau pada Sabtu malam, 1 April 2023.
Penyebab ledakan dan kebakaran kilang minyak Pertamina Dubai pun masih dalam proses penyelidikan.
Korban kebakaran yang terkena pecahan kaca Agustiawan menjelaskan sebanyak sembilan orang menjadi korban akibat ledakan dan kebakaran tersebut. Kesembilan korban tersebut merupakan pekerja di ruang operator. Rumah warga dan rumah ibadah pun rusak.
Meski pihak Pertamina akan bertanggung jawab tentu ketika kebakaran selalu berulang akan sangat membahayakan karena pada faktanya selalu ada korban
Tentu rakyat pantas bertanya, mengapa kebakaran kilang minyak Pertamina sering terjadi. Tentu hal memunculkan pertanyaan tentang profesionalisme Pertamina dalam mengelola bisnis besar dan keuntungan besar usaha milik negara ini.
Sebab kalau kita lihat fakta, hanya dalam kurun waktu dua tahun terakhir saja, sudah sebanyak 7 kilang minyak Pertamina mengalami kebakaran.
Ekonom senior, DR. Rizal Ramli menilai bahwa kasus kebakaran kilang minyak ini bukan lagi persoalan keselamatan dan kesehatan kerja (k3), tapi lebih pada budaya perusahaan yang tidak beres. Terlepas kebakaran pangkalan minyak tersebut murni kecelakaan ataupun kelalaian.
Sebenarnya kalau kita cermati, kebakaran pangkalan minyak yang selalu berulang tidak lain karena pengelolaannya yang bercorak sistem kapitalisme.
Dalam sistem kapitalisme demokrasi, adalah suatu keniscayaan penyalahgunaan perusahaan milik negara untuk kepentingan pihak tertentu. Karena keberadaan BUMN dalam sistem ini bukan lagi dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab negara mengurusi rakyatnya tetapi justru menyerahkan pengelolaannya kepada swasta.
Negara hanya berfungsi sebagai regulator saja yang sekedar menjadi penghubung antara swasta dan rakyat sehingga wajar seolah penguasa tidak mampu mengendalikan harga ketika harga minyak melambung tinggi ataupun ketika ada masalah distribusi sehingga menyebabkan kelangkaan di suatu daerah tertentu.
Hal tersebut karena kebijakan yang membuat adalah pengusaha yang berdampak pada untung dan rugi dalam melayani kebutuhan rakyat. Dengan kondisi tersebut hubungan antara penguasa dan rakyatnya ibarat penjual dan pembeli.
Jika kita perhatikan posisi BUMN saat ini terus merugi, maka penguasa merasa tidak ada solusi lain kecuali dengan memprivatisasi dan menyerahkan kepada swasta. Dengan pengelolaan Pertamina di tangan swasta jelas akan sangat merugikan rakyat.
Oleh karena itu wajar ketika pengelolaan BUMN terkesan setengah hati karena selalu ada tarik ulur antara kepentingan penguasa dan pengusaha. Penguasa akan membuat berbagai kebijakan terkait pengelolaan BUMN sesuai kepentingan pengusaha sedangkan kepentingan rakyat akan dicampakkannya.
Hal ini sangat berbeda dengan Islam, di mana Islam menetapkan negara sebagai pihak pengelola sumber daya alam dengan profesional mengelolanya karena penguasa yakin bahwa hal tersebut akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT jadi bukan semata-mata mengelola untuk kepentingan rakyatnya tetapi juga ada unsur keimanan.
Untuk itu penguasa menyadari betul bahwa pengelolaan minyak tersebut tidak akan diserahkan kepada swasta atau individu.
Rasulullah SAW bersabda: "Kaum Muslim berserikat dalam 3 perkara yaitu Padang rumput, air dan api". (HR. Abu Daud dan Ahmad)
Begitu pula akan memperhatikan pemanfaatan SDA sesuai dengan aturan hukum syara dan bukan mengikuti kepentingan pihak tertentu. Negara akan berusaha mengelolanya semaksimal mungkin dan hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat.
Begitulah aturan Islam yang sudah sangat jelas dalam masalah pengelolaan minyak. Jadi negara akan mengelola secara profesional karena hasilnya ditujukan untuk kesejahteraan rakyatnya.
Wallahu alam
Oleh: Zulia Adi K., S.E.
Aktivis Muslimah
0 Komentar