Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Konsep Hibah Rakyat terhadap Urusan Penguasa


Topswara.com -- Bupati Bandung H.M. Dadang Supriatna mengapresiasi adanya kepedulian warga yang sudah menghibahkan lahannya untuk pelebaran Jalan Cikoneng-Rancaoray, Tegalluar, Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Ia pun mengucapkan terima kasih kepada warga yang sudah menghibahkan lahannya untuk proyek tersebut.

Selain itu juga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas. Setelah proses hibah tersebut, ia berharap kepada sejumlah pihak termasuk pemerintahan setempat untuk melakukan pengurukan di sekitar pinggir jalan tersebut. 

Minimal ada pengerjaan secara bertahap, termasuk oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kabupaten Bandung. Dadang mengajak untuk mengendepankan konsep pentahelix dalam peningkatan pembangunan, karena proyek pelebaran jalan ini untuk kepentingan bersama. (Ketik.co.id, 04/03/2023).

Konsep pentahelix adalah salah satu cara dalam mengatasi masalah dan mengembangkan program dengan melibatkan lintas sektor untuk saling berbagi peran. 

Yang menjadi titik fokusnya adalah kolaborasi antara pemerintah bersama para pemangku kepentingan hingga masyarakat. Pemerintah berperan sebagai regulator dan kontroler yang memiliki peraturan dan tanggung jawab dalam perubahan sosial. 

Dalam menjalankan perannya, pemerintah harus selalu melibatkan semua jenis kegiatannya, seperti perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pengendalian, promosi, alokasi keuangan, perizinan dan lainnya. 

Selain itu mereka  juga memiliki tugas sebagai koordinator bagi para pemangku kepentingan yang berkontribusi pada perubahan sosial. Namun yang menjadi pertanyaan, jika pemerintah menggunakan konsep pentahelix, mengapa harus ada hibah dari masyarakat? 

Secara sederhana, hibah berarti akad atau perjanjian yang objeknya adalah pemberian harta ataupun benda oleh seseorang kepada orang lain pada waktu masih hidup tanpa mengharapkan penggantian sedikit pun. 

Akan tetapi jika kita menerapkannya dalam sistem yang diberlakukan saat ini, layakkah negara diberi hibah dalam menjalankan perannya dalam mengurusi kebutuhan rakyatnya. 

Padahal mereka wajib mengelola kepemilikan umum untuk kemaslahatan rakyat, termasuk kebutuhan dana yang digunakan untuk jalan. Kalau pun harus menggunakan tanah rakyat semestinya negara membelinya atau menggantinya sesuai dengan harga yang sepadan. 

Karena negara ini memiliki berbagai sumber daya alam yang melimpah dibandingkan dengan masyarakat, mulai dari minyak, gas bumi, batu bara, emas dan lain sebagainya.  

Tentu ada kepentingan yang ingin diraih ketika sebuah proses hibah tersebut. Padahal jika melihat data badan statistik, penduduk miskin di Indonesia sudah mencapai 26,36 juta jiwa per September 2022, maka apakah masuk akal jika pemerintah malah mengapresiasi masyarakatnya untuk melakukan hibah ke negara sedangkan masyarakatnya sendiri banyak yang miskin.

Demikianlah pengayoman yang dilakukan dalam sebuah negara yang berpijak pada sistem kapitalisme. Penguasa tidak lagi mengurusi kepentingan rakyatnya, semua didasarkan ada prinsip asas manfaat, apapun dilakukan demi meraih keuntungan materi. Alih-alih memberikan pelayanan atas urusan masyarakat, justru berharap atas bantuan demi kepentingan mereka.

Padahal jika kita bandingkan dengan sistem pemerintahan Islam dulu, apabila jumlah orang miskin tinggi maka orang kaya dianjurkan untuk melakukan infak, zakat, sedekah, ataupun hibah. Ibadah tersebut bersifat sosial, di mana orang-orang kaya atau yang memiliki harta berkecukupan memberikan sebagian hartanya untuk saudaranya yang miskin dan membutuhkan. 

Meski begitu, tidak semua orang bisa mendapatkan sedekah. Hanya orang yang benar-benar miskin dan tidak mampu mencari pekerjaan saja. Selain itu pemimpin Islam juga memanfaatkan Baitul Mal dengan sebaik-baiknya. 

Uang negara yang didapat dari pajak dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi kemiskinan. Hal itulah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap ahli shuffah. 

Orang-orang miskin dari kalangan Muhajirin yang tidak memiliki rumah, dan tinggal di emperan masjid Nabawi. Rasulullah saw. pun memberdayakan mereka dengan menggunakan simpanan umum harta negara.

Dalam sistem Islam negara benar-benar mengurus rakyat. Sosok pemimpin yang ada adalah mereka amanah dan mencintai rakyat, begitupun sebaliknya. Mereka selalu mendukung apa pun yang menjadi program pembangunan penguasa. 

Contohnya ketika Kekhilafahan Utsmani berencana membangun rel kereta api untuk memfasilitasi orang-orang yang menunaikan ibadah haji dan umrah, rakyat berbondong-bondong menghibahkan hartanya untuk mempermudah terwujudnya sarana yang akan dibangun.

Jelas sangat berbeda pemerintah saat ini dengan pemerintah Islam dulu, hibah yang dilakukan oleh masyarakat zaman Islam dulu berniat ibadah dengan mengharapkan rida dari Allah SWT. 

Dalam Al-Qur'an surat Ar-Rum ayat 38 yang berbunyi :
"Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka itulah orang-orang beruntung,"

Surat tersebut menunjukkan anjuran untuk saling membantu antar sesama manusia. Oleh karena itu, Allah SWT. sangat menganjurkan seseorang yang memiliki kelebihan harta untuk menghibahkan kepada orang yang memerlukannya. 

Demikianlah, Islam telah begitu lengkap menetapkan berbagai aturan untuk dijadikan sebagai solusi bagi seluruh aspek kehidupan, masihkah kita meragukannya?
Wallahu a'lam Bishawwab


Oleh: Irma Darmayanti
Pegiat Literasi
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar