Topswara.com -- Seperti yang kita ketahui bersama sebagian besar masyarakat Indonesia selain bermata pencaharian sebagai petani juga sebagai buruh.
Tetapi mirisnya sebagai mayoritas mata pencaharian penduduk justru kebijakan pemerintah selalu menyulitkan kaum buruh.
Berbagai peraturan dibuat bukan untuk menyejahterakan tetapi justru memangkas upah bahkan menghapus hak-hak yang seharusnya didapat oleh buruh. Segala peraturan yang terdapat dalam Undang-Undang Cipta Kerja Omnibus Law nyatanya tidak menyejahterahkan buruh tetapi makin mencekik leher kaum buruh.
Sekarang ditambah lagi dengan digelontorkan nya Permenaker yang makin memperburuk ekonomi buruh karena dalam Permenaker tersebut, pengusaha dalam hal ini eksportir yang terdampak ekomoni global bisa memangkas upah buruh 25 persen, mereka juga bisa mengurangi jam kerja.
Sehingga dapat dipastikan dengan berkurangnya penghasilan mereka maka gerbang kemiskinan kaum buruh makin terbuka lebar, sebab sebelumnya saja dengan penghasilan yang tidak dikurangi 25 persen kesejahteraan kaum buruh masih jauh dari kata sejahtera apalagi dengan dikuranginya upah mereka.
Ditambah jika jam kerja dikurangi jelas upah juga akan makin berkurang yang akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Hal ini berimbas juga terhadap kesejahteraan pedagang kalangan bawah yang banyak bergantung pada daya beli kaum buruh.
Jika daya beli kaum buruh berkurang maka berkurang pula pendapatan mereka. Hal ini berdampak pula pada industri-industri produsen sandang dan pangan yang berarti juga semakin merosotnya kesejahteraan masyarakat, dikutip dari CNBC Indonesia Minggu (19/3/2023).
Salah satu alasan kaum buruh turun kejalan karena mengklaim Permenaker bertentangan dengan aturan perundang-undangan dari Perppu No.2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan Undang-Undang No.13 tahun 2003. Dalam aturan tersebut, disebutkan pengusaha dilarang membayar upah buruh dibawah upah minimum.
Inilah salah satu potret buram jika suatu negara menganut sistem ekonomi kapitalisme, karena dalam sistem ekonomi kapitalisme yang berkuasa adalah para pemilik modal.
Jadi siapa saja yang mempunyai modal besar maka mereka yang akan berkuasa, dan tidak memedulikan halal haram agar dapat meraih keuntungan yang sebesar-besarnya, dimana hedonisme dan materialisme menjadi tujuan semata, dan kaum buruh dalam sistem ini hanya dianggap sebagai alat industri.
Jika sudah tidak dibutuhkan dapat sewaktu-waktu diberhentikan atau diganti tanpa mengindahkan nilai kemanusiaan dan tanpa memikirkan kesejahteraan mereka.
Karena dalam sistem ini campur tangan pemerintah sangatlah terbatas sehingga dapat memunculkan persaingan yang tidak sehat seperti judi, bunga, monopoli bisnis dalam pasar, dan tidak ada etika dalam berbisnis yang memperhatikan kesejahteraan orang lain sehingga memperlebar kesenjangan ekonomi.
Dalam sistem kapitalisme juga terjadi eksploitasi manusia untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
Tentunya hal ini sangat berbeda dengan Sistem Islam yang sangat memedulikan kesejahteraan rakyatnya.
Pemimpin dalam Islam bertanggung jawab untuk memfasilitasi semua kebutuhan rakyatnya, karena pemimpin sebagai pelindung sekaligus perisai untuk menjaga umatnya. Setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban orang yang dipimpinnya.
Dasar hukumnya adalah hukum syarak yang sesuai dengan Al-Qur'an dan As-sunnah, standar perbuatanya adalah halal haram, sehingga setiap kebijakannya akan selalu mencari rida Allah. Dalam Islam upah buruh akan selalu diutamakan sebelum keringatnya kering.
Sistem Islam akan membuka seluas-luasnya lapangan kerja untuk kaum laki-laki yang memiliki kewajiban mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Sehingga, kesejahteraan akan terwujud secara merata di masyarakat dan kaum wanita akan dengan tenang menjalankan fungsinya sebagai pendidik pertama generasi, karena tidak disibukan dengan pekerjaan di luar rumah untuk membantu suaminya memenuhi kebutuhan keluarganya. Kita ingat nasihat Umar bin Khatab ra. "Kita mulia karena Islam dan barang siapa yang mencari kemuliaan selain dari Islam pasti terhinakan."
Wallahu a'lam bishshawab
Oleh: Suherti
Aktivis Dakwah
0 Komentar